Pertarungan Sihir
Pertarungan Sihir
Ser berdiri di dekat jendela. Tatapannya tidak teralihkan dari puluhan prajurit yang bertarung dan tidak sedikit pula yang gugur dengan bersimbah darah.
Seolah sedang menonton sebuah pertunjukan, Ser bahkan berdecak kagum saat melihat Ren beserta pasukan Nig dengan gesitnya menyerang dan melumpuhkan musuh .
"Waw …," gumamnya lirih.
Ser tidak menyadari kalau prajurit pemgawal tuan putri sedang berdiri di belakangnya.
"Ahh!" Ser berteriak dan segera melangkah mundur.
Seekor kucing sihir menyemburkan api kearah kastil. Nampaknya merekapun mulai mengetahui kalau ada tempat persembunyian di sekitar area pertempuran.
Corea yang mengetahui kalau kucing sihir itu mulai mengincar kastil, segera saja dia menggunakan kekuatannya untuk meniupkan angin kencang dan mengalihkan perhatian dari makhluk mengerikan itu.
Sementara Ser masih diam, belum berani bergerak walau hanya sedikit, bagian dadanya terasa nyeri karena sangat terkejut.
"Kau ingin bergabung dengan mereka?" tanya prajurit pengawal Putri Leidy.
Ser menggeleng tanpa menoleh lawan bicaranya.
Prajurit itu melirik Ser sebentar, lalu pandangannya kembali pada pasukan perang dengan tangannya yang siap untuk menarik pedang kapanpun.
"Kau masih muda, apa kau adalah pasukan khusus kerajaan?" tanya prajurit itu lagi.
"Aku warga biasa," jawab Ser.
"Kau teman pria kriting itu?"
Ser mengangguk namun detik berikutnya ia menggeleng. "Kami baru saja kenal, dia menyelamatkan hidupku," ujarnya.
Belum sempat merek melanjutkan percakapan, mereka harus kembali dikejitlan dengan kemunculan kucing raksasa di hadapan mereka. Sebuah jendela kastil kecil seketika dipenuhi dengan kepala makhluk buta yang siap menyemburkan api kapanpun itu.
Ser terkejut dan hampir kembali berteriak, namun prajurit pengawal yang bernama Dipa itu membungkam mulutnya dan memberinya isyarat untuk tetap tenang.
Disaat yang bersamaan, Wedden masih belajar sihir. Dia ingin melakukan hal sederhana dengan memindahkan objek tanpa menyentuh, kali ini dia menggunakan batu.
Sayangnya, kekuatan Wedden belum dapat dikendalikan. Dia senang telah dapat membuY batu itu mulai bergoyang, namun saat ia berkonsentrasi tinggi, batu itu malah terpental dan menabrak nyaring dinding kastil.
Alhasil, suara benturannya mengundang perhatian si kucing sihir dan membuatnya menyembirkan api kedalam juga memaksa untuk memasukkan kepala dan mencari sumber suara.
Aer ditarik menghindar oleh prajurit Dipa, sementara Weddem yang tidak menduga dengan kedatangan tamunya segera saja mengambil pedang untuk berjaga dan menghindar.
Tuan putri masih fokus dengan kalimatnya, perempuan itu bahkan sempat memejamkan mata lalu kembali membuka mata dan mehela napas panjang.
Kucing sihir masih dengan lengkingan nyaringnya, namun tidak lama, prajurit berkuda segera melepaskan anak panah dan menyerang dari luar. Mereka tidak ingin tuan Putri mereka dalam masalah.
Udara panas masih terasa di dalam kastil, Wedden kembali mencoba kekuatannya untuk membantu perlawanan para prajurit di luar.
Saat ia hendak mencoba untuk menggunakan kekuatannya, dia melihat ada pergerakan yang aneh dari sisi hutan.
Perlahan namun pasti, pepohonan di sekitar mulai bergerak dan samar terdengar suara erangan para gnome dan gagak dari sana.
Wedden mengerutkan dahi, dia mengurungkan untuk melatih kekuatannya.
"Pohon-pohon itu bergerak?" gumamnya seraya terus memandang ke seluruh sisi hutan.
Dia merasa tidak percaya, sama saat air sungai yang dapat hidup dan membantu menyerang kuving sihir waktu itu.
Bruk!
Seketika semua orang menoleh kearah sumber suara. Rupanya putri Leidy terjatuh tak sadarkan diri dengan keadaan yang sangat pucat.
Dipa segera menghampiri tuan putrinya, Ser mengikuti namun hanya diam. Namun Wedden kembali menatap pepohonan yang hidup dan membantu perlawanan para prajurit pada pasukan kegelapan.
"Ada apa ini? Dia menyerahkan diri agar pohon-pohon itu hidup?" gumamnya lagi.
Semua pohon bergerak berkumpul di sekitaran kastil, menyerang para gnome lalu mengikat dengan akar dan menelannya. Itu aneh sekali, namun itulah kenyataannya.
Semua pasukan berkuda dan prajurit yang ada sempat ketakutan, namun salah satu diantara nampak memandang kearah Wedden dengan tatapan tajam, lalu kembali bertarung.
Tubuh Leidy sangat dingin. Wedden melepaskan jubahnya lalu dikenakannya pada tuan Putri agar suhu tubuhnya kembali normal.
Seperti sebuah keajaiban, saat Wedden menginginkan api, dia ternyata dapat memunculkan api dengan kekuatannya hanya dengan menggosok kedua telapak tangan diatas kayu yang dikumpulkan.
Percikan api mulai muncul lalu dia meniupnya perlahan hingha api membesar.
"Waw," ucapnya kagum dengan diri sendiri.
Dipa memperhatikan itu, namun dia diam.
Wedden sempat mengingat kalimat dari Keff saat di penginapan miliknya kehabisan bahan bakar untuk perapian. Saat itu musim hujan dengan badai besar sehingga sulit untuk mencari kayu.
Mereka hanya memiliki beberapa untuk para pengunjung, sementara mereka harus kedinginan saat semuanya habis.
Keff menyuruhnya untuk menggosokkan kedua tangan lalu meniupnya, itu adalah cara sederhana namun cukup berguna.
Wedden menarik napas panjang. Dalam hati kecilnya, dia ingin berterimakasih pada saudaranya sekaligus karyawan terbaiknya itu.
Dia juga secara tiba-tiba menjadi merindukan sosok Keff.
"Dia perlu dikompres," ujar Wedden lagi saat melihat Leidy yang masih tak berdaya.
"Kita akan perfi setelah keadaan diluar aman. Ini akan semakin bahaya untuk tuan putri " ucap Dipa.
Hening sejenak.
Lalu tiba-tiba Nig, Ren dan seorang pria berambut sebahu dan ikal masuk dan menghampiri tempat Leidy terbaring.
"Kita harus membawanya ke kerajaan sekarang. Pasukan kegelapan telah melemah, kita dapat membawanya dengan berkuda." Pria berambut ikal sebahu bicara dengan Dipa. Jelas kalau keduanya adalah sesama prajurit kerajaan.
Wedden hendak mengatakan sesuatu, namun dia gagal mendapatkan perhatian dari Ren yang rupanya masih menatap kearah medan tempur. Disana, Corea masih terengah dengan beberapa pasukan Timur juga Barat.
Dipa dan pria berambut ikal itu membawa tuan putri turun dan tanpa basa basi lebih banyak lagi bersiap untuk pergi ke Kerajaan.
Pria berambut ikal itu sempat mengerutkan dahi dan bergunam mengenai aroma kurang sedap pada jubah yang dikenakan tuan Putrinya, namun prajurit Dipa seolah tidak dapat memberikan jawaban ataupun hal lain karena memang Leidy membutuhkan kehangatan itu.
Saat hendak pergi, Wedden masih pensaran dengab kekutannya. Dia ingin memadamkan api dengan menjentikkan jari. Namun belum sempat ia melakukan itu, Ren telah mendang tumpukkan kayu hingga membuatnya berhamburan dan api mati dengan sendirinya.
"Hey! Sialan! Apa yang kau lakukan?!" bentak Wedden spontan.
"Apa? Aku hanya mematikan api," sahut Ren tidak kalah membentak.
"Aku harus melatih kekuatanku, tahu!"
"Berlatihlah diwaktu yang tepat. Kau hanya akan memperlambat semuanya." Ren mengalihkan pandangannya dari Wedden dan segera menyusul langkah dua prajurit bersama Nig.
"Pangeran sialan!" umpat Wedden sangat kesal.
Puk puk puk.
"Kurasa kita sekarang merasakan hal yang sama pada pria cantik itu," ucap Ser seraya menepuk pelan bahi Wedden.
***