BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Bukan yang Sebenarnya



Bukan yang Sebenarnya

2Seorang pelayan wanita sedang memetik tomat di kebun seorang diri. Dia hendak menyiapkan makan malam untuk Raja juga para pendamping juga menyajikan banyak hasil kebun yang segar. Angin sepoy yang menyapa lembut membuatnya merasa tenang setelah sebelumnya disapa badai yang sangat meresahkan.     

Tiba-tiba saja langkah kakinya terhenti saat ia melihat suatu objek yang sangat tidak biasa di perkebunan.     

Perlahan ia mendekati, mulai terlihat olehnya sepasang kaki yang terbujur kaku lalu semakin ia mendekat semakin jelas pula sosok pria berseragam terbaring kaku dalam keadaan pucat membiru dan cidera di bagian leher juga lengannya.     

Pelayan itu sempat mematung sejenak lalu berteriak sekencang mungkin semampunya karena tidak tahu lagi harus melakukan apa.     

"Aaaaaaaaa!!!"     

Teriakan pelayan dari halaman belakang terdengar nyaring hingga ke dalam Kerajaan.     

Semua orang yang dikejutkannya segera berlari untuk mencari tahu mengenai apa yang sebenarnya terjadi.     

"Aaaaaa! Tolong! Ada mayat!" teriak pelayan lagi. Dia telah terduduk karena seluruh tubuhnya lemas dan hanya kuat untuk berteriak.     

Seluruh prajurit dan pelayanan yang ada di sekitar segera menghampiri wanita itu, begitu juga dengan Raja, Ley dan Raseel yang belum selesai menikmati minuman mereka.     

Egara datang paling terakhir namun dia segera bergabung dengan prajurit lain yang mengamati sosok pria yang terbujur kaku di perbatasan halaman belakang.     

Egara tidak dapat mengingat dengan jelas sosok pria itu, namun dia yakin pernah bertemu dan bersapa karena sesama prajurit walau dengan seragam dan lencana yang berbeda.     

"Bukankah ia dari Kerajaan Barwest?" ujar Ley yang mengenali warna seragam serta lencana yang ada pada seragamnya.     

Raja Wedden menjentikkan jemarinya, dia berharap sihirnya kali ini dapat membantu sesuatu, namun dia tidak dapat melihat peristiwa yang baru saja terjadi pada prajurit itu.     

"Jana?" ucap putri Leidy lirih. Spontan saja semua orang di sekitar menoleh pada sosok wanita berambut coklat itu yang baru saja tiba.     

"Benar dari Barwest? Kau mengenalnya?" ujar Egara.     

Putri Leidy mengangguk. "Dia adalah pengawal Raddone. Apa yang terjadi padanya? kenapa dia bisa tewas di wilayah Selatan? Siapa saksi yang pertama bertemu? Bisakah jelaskan mengenai detil awal mayat pria ini?"     

Seorang pelayan wanita angkat tangan, dia menceritakan semuanya namun sama sekali tidak membantu. Lagipula keadaan tubuh oria Barat itu sudah terlalu parah untuk bisa diidentifikasi. Putri Leidy menatap pelayan wanita itu dengan penuh harap, menunggu adanya jawaban yang pas atas hilangnya seseorang yang ia kenal.     

Raja Wedden memerintahkan prajuritnya untuk mengurus mayat itu, ia juga segera mengirim kabar pada Raja Raddone melalui burung merpati yang telah ia beri kekuatan sihir sehingga akan menyampaikan pesan dengan segera.     

Pelayan yang masih gemetar itu diberikan perawatan oleh pelayan yang lain agar menjadi lebih tenang. Sementara putri Lidy sedang duduk termenung menatap halaman belakang dengan ditemani oleh Cane.     

Suasana kembali menjadi hening. Masing-masing dari mereka sedang memikirkan kemungkinan yang terjadi hingga menyebabkan kematian salah seorang prajurit dari Barat itu.     

"Untuk apa dia kemari?" gumam putri Leidy yang didengar oleh Cane.     

"Mungkin dia diutus Raja untuk menjengukmu," jawab Cane menanggapi.     

Putri Leidy kembali diam, dia lalu menarik napas panjang.     

"Putri, kau sudah meminum obatmu?" tegur Raja Wedden tiba-tiba. Dia menghampiri dua pendampingnya yang sedang duduk bersama.     

"Hey! Kalian merusak perkebunan kami!" teriak seorang wanita berambut coklat dari kejauhan. Ekspresinya yang datar, membuat Hatt dan Tao merasa sangat bersalah. Terlebih setelah mereka sadari kalau baris kebun Kale menjadi semakin kacau karena mereka berdua yang memburu Iguana.     

"Putri Leidy …," gumam Hatt. "Maafkan kami, kami tidak bermaksud merusak. Hanya menangkap hama yang menghabiskan tanamanmu," ujarnya nyaring agar wanita itu mendengar.     

Leidy hanya menggeleng, dia tidak mengucapkan apapun lagi. Hal itu membuat Hatt dan Tao semakin canggung. Mereka berdua segera berjalan menghampiri putri Leidy dan meminta maaf untuk kesekian kalinya.     

"Apakah manusia selalu seperti ini? Berdalih menyingkirkan satu masalah, namun justru menambah masalah lain yang jauh lebih parah?"     

"Emm tidak, Putri. Sungguh itu dikarenakan medan yang sangat sulit untuk kami lewati sehingga kami tidak sengaja merusak barisan tanaman itu," ujar Hatt mengelak seperti bocah.     

"Kalian tamu Raja?" ucap Leidy denga mengamati dua sosok pria muda itu.     

Hatt dan Tao mengangguk.     

"Baiklah aku maafkan. Namun jika di masa yang akan datang aku mengetahui kalian kembali merusak sesuatu di kerajaan ini, maka aku akan memberikan hukuman. Tidak peduli kalau kalian adalah tamu Raja."     

Hening.     

"Terimakasih telah menangkap hama itu untuk kami," imbuh putri Leidy dengan senyum ramahnya.     

Hatt dan Tao merinding seketika. Keduanya merasa aneh karena baru saja mendapat omelan kemarahan namun tiba-tiba mendapatkan senyuman yang sangat ramah.     

Hatt dan Tao lalu menemui seorang prajurit yang sedang bergotong royong merenovasi kerajaan. Mereka berencana untuk menyembelih hewan itu namun prajurit bernama Nadio melarang keduanya karena itu adalah peliharaan Ketua pasukan mereka, Egara.     

"Ketua pasti akan sangat marah besar jika mengetahui hal ini. Sebaiknya kalian kembalikan pada kandang hewan di sebelah sana," ujar Nadio menunjukkan sebuah bangunan kecil.     

"Peliharaan? Ah benarkah? Bisa-bisanya dia memelihara jewan yang menghancur perkebunan mereka," gumam Hatt.     

"Ah apakah artinya perjuangan kita sia-sia?" gerutu Tao.     

Hatt hanya menggeleng. Ia telah menyerahkan hewan itu pada salahs eorang prajurit dan memintanya untuk mengembalikan hewan itu pada kandangnya.     

Hatt dan Tao mendengkus beberapa kali. Keduanya menjadi hilang semangat karena jawaban dari prajurit Selatan tadi.     

"Aku akan menemui Egara dan mengatakan kalau kita akan menyembelihnya," ujar Hatt.     

"Bukankah dia adalah pria keturunan kegelapan? Apa menurutmu berurusan dengannya adalah ide yang bagus?" ucapan Tao membuat Hatt kembali berpikir keras.     

"Eh kakak!"     

Corea yang baru saja selesai membantu para pelayan mengurus bunga di taman belakang melihat sosok Hatt yang sedang berjalan bersama dngan bocah Utara.     

Hatt seketika menoleh pada sang adik, saat ia ketahui kalau Cane sedang bersama dengan COrea, Hatt segera menghampiri dan mengubah sikapnya seratus delapan puluh derajat. Sangat berbeda dari sebelumnya yang menyesuaikan dengan sikap kekanakan Tao, kini bersikap sebagai seorang 'kakak' nan dewasa.     

"Hey, kalian sibuk sekali." Hatt berjalan santai sembari kembali mengenakan jubahnya.     

Cane yang sedang sibuk hanya menyempatkan diri untuk menoleh sejenak lalu kembali dengan kegiatannya.     

"Hujan badai merusak semuanya," ujar Corea.     

Hatt mengangguk samar. Dia masih mencari kesempatan untuk dapat menyapa peri hutan, Cane. Namun semakin dia memandangi sekitar, semakin dia menyadari kalau sosok Leidy tidak ada di dekat mereka.     

"Semua pelayan dan pendamping Raja sedang bergotong royong?" tanya Hatt. "Kalian lusuh sekali … kenapa hanya Leidy yang tetap berpenampilan menarik walau sedang sibuk dengan hal yang kotor."     

"Leidy? Haha kau bercanda? Dia sedang sakit dan terbaring diatas tempat tidur, tentu saja dia tetap cantik dan rapi," sahut Corea yang kembali merapikan serpihan pot dengan dibantu oleh Tao.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.