Kekacauan di Kerajaan
Kekacauan di Kerajaan
--
"Bagaimana dengan calon Ratu Kerajaan Northan?" tanya putri Leidy.
Wedden bingung, dia spontan terkekeh namun pikirannya kosong. "Aku tidak memikirkan apapun tentang hal itu. Kurasa sekarang aku telah memiliki tiga ratu hebat. Ada dirimu, Corea, dan Cane. Jika boleh, kurasa Egara juga ratu … haha"
"Ah Egara seharusnya panglima besar, bukan?" ujar Leidy menanggapi.
"Apa Raja pernah memikirkan tentang Ratu-mu yang mungkin saja pemilik Energi yang Lain?" ucap Leidy lagi.
"Energi yang Lain? Jika masih dapat berdampingan dan tidak mengganggu kehidupan negeri Persei, maka aku tidak akan keberatan. Namun jika mengacaukan negeri Persei, kurasa aku lebih baik sendiri untuk selamanya." Raja Wedden mengedarkan pandangannya ke langit cerah berbintang.
"Aku akan mendampingimu, Raja. Walau kau telah menemukan Ratu, aku akan tetap menjadi pendampingmu yang setia. Aku berjanji," ujar putri Leidy yang lekat menatap sang Raja.
"Aku merasa nyaman tinggal disini, sungguh. Aku tidak dibedakan walau berasal dari kerajaan yang berbeda. Aku disambut baik juga diperlakukan dengan baik," sambungnya lagi. Ia lalu menundukkan kepalanya sejenak, sebelum menarik napas dalam dan kembali menatap Raja Wedden.
"Kau Raja yang hebat. Kurasa inilah yang membuat suasa Kerajaan ini sangat nyaman dan tenang."
Raja Wedden tersipu, dia tidak menyukai pujian yang berlebihan seperti ini. Dia hanya mengangguk dan tertawa samar.
"Tolong jangan memujiku, aku lemah dengan hal semacam itu."
"Aku tidak sedang memuji, aku hanya mengatakan kebenarannya. Kau sungguh raja yang hebat."
"Ah kumohon jangan katakana lagi. Ini sangat tidak sehat untukku."
Melihat sikap Raja yang mendadak berubah, putri Leidy terkikik lirih karena merasa lucu. "Maafkan aku," ucapnya.
--
--
Raja Wedden terkesiap. Is segera terduduk dan menyandarkan tubuhnya di tempat tidur. Hening dan melamun, dia lalu mehelakan napas panjang dan mengusap kasar wajahnya.
"Apa aku baru saja bermimpi?" gumamnya seraya menyibakkan rambut keritingnya yang kembali mulai panjang.
Huhh.
"Apakah ini sebuah pertanda? Ratu dengan energi yang lain? Apakah mungkin dia ingin menjadi Ratu-ku namun dia memiliki energy yang lain sehingga dia ragu? Atau mungkin dia hanya memprediksi kalau mungkin saja aku akan bertemu dengan wanita yang memiliki energy seperti dirinya?" Wedden menarik napas panjang.
Dia lalu menggelengkan kepala dan memijat pelan dahinya. "Ah ada apa denganmu, Wedden. Kenapa pikiranmu dipenuhi oleh Putri Leidy beberapa waktu belakangan?"
Hanya dirinya sendiri, Wedden bertanya-tanya pada sikapnya sendiri. Hari itu, saat pertarungan di wilayah Timur, ada banyak korban terluka namun hanya Putri Leidy yang membuatnya merasa iba. Semula dia hanya berpikir mengenai kematian putri Leidy yang semakin dekat, namun hal itu juga terlalu sulit untuk diterima oleh logikanya, karena kematian dari seseorang tidak pernah diketahui dengan pasti oleh siapapun.
"Dia sudah pernah mati sekali, roh alam memberinya kehidupan. Kurasa inilah yang membuatku harus menjaganya agar tetap hidup. Tapi kenapa? Kenapa aku ingin dia selalu tetap hidup? Bukankah semua orang juga akan mati nantinya?"
Kembali mehelakan napas panjang. Raja Wedden mencoba untuk menetralkan pikirannya yang cukup berbelit sebelumnya.
DARRR!!
Petir menyambar dengan tanpa aba-aba. Gelap yang semula hanya karena tengah malam, rupanya kumpulan awan hitam yang menutupi seluruh permukaan langit.
Kembali dalam keadaan lemah setelah kehilangan banya energi dalam pertarungan beberapa waktu lalu, Putri Leidy menghabiskan banya waktunya dengan berbaring di tempat tidur dengan dijaga serta dirawat oleh para pelayan Kerajaan Northan.
Bukan hanya luka fisik, namun Putri Leidy juga mengalami luka batin karena banyaknya pernyataan serta kalimat buruk yang ditujukan padanya semenjak hari itu.
Memiliki sihir dengan kekuatan alam bukanlah yang dia inginkan dalam hidupnya, namun itulah hadiah yang juga dia sebut sebagai musibah karena dia harus menjalani hidup seperti yang telah roh alam tentukan untuknya.
Dalam tidurnya, Putri Leidy selalu dihantui dengan semua kejahatan yang telah ia lakukan. Yang paling parah adalah ketika ia berhasil menghasut sang ayah mengenai sikap kakak laki-lakinya hingga embuat hubungan antara ayah dan anak itu renggang bahkan tidak saling bertegur sapa.
Raja Barat menghembuskan napas terakhir dalam keadaan kesal pada sang putra yang disebutkan oleh Leidy menginginkan tahta Raja dengan segera, dengan kata lain kakak laki-lakinya itu berharap ayahnya segera meninggal.
Putri Leidy juga dihantui dengan baying-bayang seorang penjaga pribadinya yang dengan teganya ia serahan pada roh penjaga hutan sebagai santapan mereka hanya karena penjaga pribadinya itu juga berhubungan baik dengan kakak laki-lakinya, Raddone.
Peluh dingin sering kali membasahi dahi tuan putri yang terlelap, nampak gelisah dan sangat tidak tenang dengan semua mimpi buruknya.
Ada yang berselisih didalam benaknya. Satu sisi mengenai obsesinya untuk menjadi Ratu di wilayah Selatan, namun juga sisi lain mengenai dirinya yang hanya ingin hidup bahagia tanpa kekuatan atau apapun.
Dalam mimpinya, Putri Leidy juga sering merasa berada di tengah hutan dengan hamparan rerumputan hijau nan sangat luas lalu dikelilingi oleh pepohonan yang berbaris ditepian. Semua pohon terlihat membungkuk memberi salam padanya, namun dia sama sekali tida merasa kalau itu adalah sebuah 'hormat' melainkan keterpaksaan karena adanya sosok roh alam dalam dirinya.
"Kau bukan Leidy yang kukenal. Kau monster," suara lirih menyapa telinga tuan Putri.
"Kau si pemilik energy asing itu. Apa kau piker kau akan bisa menjadi Ratu Selatan?"
"Raja Wedden akan menghabisimu dengan sekali sabetan pedang emasnya."
"Kau menyerahlah. Biarkan aku menggantikan posisimu tanpa menumpahkan darah."
Putri Leidy mendengkus kasar. Kedua matanya masih terpejam, namun suara-suara itu sungguh mengganggunya.
Suara seorang wanita nan lembut, terdengar manis, ramah namun juga jahat dengan kikik tawanya yang membuat putri Leidy bergidik.
Pelayan yang berada di sekitaran tubuh putri Leidy segera mengusap peluh di dahinya dengan sebuah kain. Mereka juga mencoba untuk membangunkan tuan putri agar tidak berlarut dalam mimpi buruk yang selalu terjadi di setiap malam.
"Tuan Putri bangunlah," seorang pelayan nan masih muda menepuk pelan bahu tuan putri. Sementara pelayan yang lain mengambilkan air hangat untuk minum, juga sebagian lagi untuk mengompres agar menenangkan.
Leidy membuka keduanya matanya perlahan. Napasnya tersengal karena dia kesulitan untuk terlepas dari suara-suara aneh di kepalanya.
Leidy menahan nyeri di bagian perutnya, sebuah luka akibat serangan sihir dari penyihir berambut merah masih belum kering dan membuat tdak nyaman putri Leidy.
Pelayan membantu Leidy untuk bangun dan bersandar pada tempat tidur untuk selanjutnya meinum air hangat.
Masih belum mengucapkan apapun, Leidy hanya mencoba untuk menetralkan pernapasannya dengan menatap kosong meja dengan rangkaian bunga indah yang ada di hadapannya.
Klek!
Pintu kamarnya terbuka, muncullah sosok Raja Wedden yang mengenakan pakaian tidurnya yang tebal.
"Semuanya baik-baik saja?" tanyanya segera menghampiri tuan putri di tempat tidur.
Kedua pelayan yang berada disisi Leidy mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan sang Raja.