Harus dibayar
Harus dibayar
Dia teringat secuil memori saat ia dan Nig masih dalam pendidikan yang sama. Berlath dan bertarung dengan pelatih yang sama, juga dengan lingkungan yang sama. Namun Niglah yang mendapat tugas untuk memimpin pasukan perbatasan hutan TImur.
Logne jelas masih mengingat sosok Nig yang baik baginya. Walau sangat kejam saat bertarung, namun Nig benar-benar setia kawan.
Logne lalu kembali teringat sosok Dayi yang kini merupakan pengganti Nig. Pria dengan kepribadian yang sangat berbeda dari teman baiknya itu.
Suaranya yang lebih berat, tatapannya yang sangat tajam juga seringkali terdengar merendahkan rekan yang lain. Membuat Dayi kurang disenangi prajurit lain, namun memang tidak perlu dipertanyakan lagi kemampuannya untuk bertarung. Lencana istimewa dar Raja, adalah hal yang sulit untuk dsaingi oleh siapapun.
..
..
"Itu bukan kalian, 'kan?" ucap Logne tiba-tiba dengan tatapan tajam pada Dayi.
"Eh? Bisa-bisanya kau menuduh kami?" Dayi mengerutkan dahinya.
"Tidak menuduh, aku hanya bertanya. Karena hanya kalianlah yang memiliki akses terhadap hutan ini secara keseluruhan."
Dayi menarik napas panjang, dia lalu tertawa. Tidak menduga kalau pria dihadapannya itu akan mengatakan hal demikian.
"Bagaimana jika iya?" sahut Mod yang baru saja memasuki ruangan bersama dnegan Wite. "Kami membunuh mereka dan mengambil semua harta rampasan lalu menyerahkannya pada Raja. Apa itu sebuah pelanggaran? Mereka memasuki wilayah kami, sehingga kami memiliki hak untuk itu," imbuh Mod panjang lebar.
..
..
Huhh. Logne mehela napas panjang. Pikirannya masih pada percakapannya bersama dengan Dayi juga beberapa prajurit perbatasan. Dia sedang memikirkan banyak hal, salah satunya dia sedang mencurigai kalau pasukan berjubah hitam sedang merahasiakan sesuatu darinya. Sesautu yang pasti sangat luar biasa.
..
..
Logne menatap Dayi lekat. "Aku tidak menginginkanmu menukar posisi ini padaku."
"Posisi? Ah Ketua Pasukan Perbatasan dan Ketua Pasukan Kerajaan?" tanya Dayi.
Logne tidak menjawab, namun hal itu meyakinkan Dayi mengenai pertanyaannya.
"Kau tahu, Kawan. Aku memang tidak menginginkan posisi ini sebelumnya, tapi kau uga tahu kalau tidak ada seorangpun yang dapat menolak permintaan Raja. Aku hanya sedang menjalankan tugas dengan baik. Percayalah, aku tidak ingin bertukar dengan posisi apapun karena tanggungjawabku belum selesai." Dayi menjelaskan.
..
..
Huhh.
Kembali dengan helaan napas panjangnya. "Apakah kalimatnya dapat dipercaya?" gumam Logne.
"TIdak melakukan apapun kepada para buronan, juga tidak pernah berharap ingin berganti posisi? Kukira dua hal itu justru yang paling jelas terlihat di wajahnya," gumamnya lagi.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, pasukan berjubah hitam lalu membiarkan Logne kembali setelah bertemu dengan Prajurit Timur yang setia untuk menunggu.
***
"Bagaimana jika iya?" sahut Mod yang baru saja memasuki ruangan bersama dnegan Wite. "Kami membunuh mereka dan mengambil semua harta rampasan lalu menyerahkannya pada Raja. Apa itu sebuah pelanggaran? Mereka memasuki wilayah kami, sehingga kami memiliki hak untuk itu," imbuh Mod panjang lebar.
Dayi cukup terkejut dengan kalimat prajuritnya itu.
"Kalian menyalahi aturan karena seharusnya kalian tahu kalau mereka, para pencuri itu adalah tugasku. Kalian tidak seharunya ikut bertindak dan main hakim sendiri," uajr Logne.
"Kami hanya membantu Raja. Kami dikunjungi oleh mereka, lalu apakah kami akan menolak dan berdiam begitu saja?" sahut Wite lagi.
Logne memainkan botol Bruen yang baru diberikan oleh prajurit Dayi padanya.
"Benar. Tapi ini bukan alur yang dianjurkan," ujar Logne.
"Tenang, Kawan. Itu bukan kami," ujar Dayi.
Mod dan Wite menatap Ketua mereka bingung, tidak biasanya Dayi bersikap lembut.
"Kami justru baru mengetahui ini darimu. Jika boleh jujur, sejak beberapa waktu lalu kami disibukkan dengan penanaman pohon dan kegiatan patrol biasa, tidak menjamah gua manapun maupun hingga ujung hutan." Dayi menjelaskan.
"Emm … lalu siapa pelakunya? Dia menghabisi lima pencuri tanpa memberikan luka," kata Logne seraya meantap Dayi lekat.
"Kami akan menemukan pelakunya," sahut Dayi seketika. "Kau menginginkan harta rampasan itu juga kembali?"
"Barang rampasan milik warga juga sebagian milik Kerajaan, semua itu harus kembali pada pemiliknya," ujar Logne.
Dayi mengangguk samar, dia lalu menatap Mod dan Wite siap memberikan perintah. Namun kedua prajuritnya itu mengelek pertanda penolakan.
"Perintahkan mereka yang telah kembali dari patrol perbatasan. Atau prajurit lain yang telah selesai dengan tugas harian," perintah Dayi. Kedua prajuritnya segera mengangguk setuju dan keluar untuk menyampaikan perintah Ketua.
Dayi dan Logne hanya berdua di sebuah ruangan yang cukup luas. Keduanya sedang meminum Bruen, namun saling diam tanpa percakapan dalam waktu cukup lama.
Dayi melirik meja yang berada di sisi belakang Logne, tidak akan terlihat oleh Ketua pasukan Kerajaan itu jika dia tidak berbalik dan mengamati sekitar.
Dua buah belati kembar kembali mencuri perhatian Dayi.
"Kau tidak membawa senjata apapun?" tanya Dayi basa basi.
"Pedang," sahut Logne yang mnampakkan gagang pedangnya.
"Aku melihat kau sedang tidak fokus pada satu hal. Kau mengkhawatirka sesuatu? Bukankah kasus pencuri wilayah TImur akan segera beres setelah semua penjahat kau tangkap dan dieksekusi pekan depan?" Dayi memperhatikan rekannya.
Logne menatap Dayi lekat. "Aku tidak menginginkanmu menukar posisi ini padaku."
"Posisi? Ah Ketua Pasukan Perbatasan dan Ketua Pasukan Kerajaan?" tanya Dayi.
Logne tidak menjawab, namun hal itu meyakinkan Dayi mengenai pertanyaannya.
"Kau tahu, Kawan. Aku memang tidak menginginkan posisi ini sebelumnya, tapi kau uga tahu kalau tidak ada seorangpun yang dapat menolak permintaan Raja. Aku hanya sedang menjalankan tugas dengan baik. Percayalah, aku tidak ingin bertukar dengan posisi apapun karena tanggungjawabku belum selesai." Dayi menjelaskan.
Duk!
Logne meletakkan botol dengan kasar. Wajah polosnya nampak berubah.
"Katakan padaku, apa tujuan yang sebenarnya kau kemari? Tempat ini terlalu jauh di dalam hutan dan kau hanya sendirian. Kau sungguh hanya sekedar singgah dan berbagi kisah? Ataukah ada sesuatu yang kau ingin temukan? Pertanyaan Dayi panjang dan lebar.
"Kau kehilangan Belati?" tanya Dayi lagi, dia sedang memancing ekspresi dari rekannya itu.
"Kurasa aku menemukan satu di dalam gua. Kukira ini adalah milikmu, sehingga kubawa pulang." Dayi segera bangkit dan megambil satu, sementara barang lain kembali dia buntel dan letakkan pada sisi berbeda agar tidak begitu memancing perhatian.
Dayi lalu mnyerahkan sebuah beati perak tanpa tertulis nama pemilik, hanya lambang kerajaan dan ujung runcing yang menjadi unggulnan dari senjata mungil itu.
"Ah benar. Aku menyisir seluruh gua namun tidak menemukan apapun. Apa kau ada mencobanya?"
"Tidak."
"Begitukah? Ini sangat tajam bahkan akupun beberapa kali harus terkejut karena ketajaman sisinya." Logne kemudian mencoba untuk memotong ujung jubahnya untuk membuktikan pada Dayi.
"Kau hanya memiliki satu? Apakah memang hanya dibatasi oleh Kerajaan untuk saat ini hanya diperkenankan memiliki satu senata pendamping pedang?" tanya Dayi.
"Aku kehilangan milikku yang lain, sehingga aku diperkenankan untuk memiliki belati baru.