BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Perang Bersaudara



Perang Bersaudara

1Sementara itu, Dayi dan Mod yang telah kembali ke perkemahannya segera memindahkan dua pemuda desa di sebuah ruangan tahanan setelah sebelumnya diperlakukan dengan baik.     

Guide dan Frag tidak memberontak, keduanya sedang berpikir untuk kabur, namun merasa belum cukup tenaga untuk melawan pasukan bersenjata yang sangat ahli berperang. Lagipula, mereka akan segera sampai di tempat yang mereka tuju, yaitu Kerajaan. Hanya saja, prajurit yang ia temui berbeda dari yang seharusnya.     

Mod dan wite diperitnah oleh Ketua mereka untuk menanyai Guide dan Frag mengenai belati perak yang ada di buntelan mereka. Karena itu adalah satu-satunya benda tajam bukan milik Raja yang mereka miliki.     

"Bisakah kalian berkata jujur saja? Aku sudah cukup lama tidak menghajar seseorang, aku khawatir tidak akan memberi ampun jika harus melakukan kekerasan pada kalian." Kali ini Mod dan Wite memberi tekanan.     

Guide memilih untuk diam, dia merasa telah menceritakan banyak hal pada Dayi sebelumnya, walau belum semuanya.     

Frag menatap rekannya yang menunduk, dia yang masih memegangi lengan yang belum pulih itupun merasa bingung.     

Mod dan Wite mengikat kuat tangan kedua pemuda itu dengan tali yang tidak mudah untuk diputis jika hanya dengan benda tumpul. Tentu saja, hanya pedang yang dapat memutus tali itu, kecuali jika mereka beruntung.     

"Apa harapan kalian setelah mengembalikan semua barang itu kepada Raja? Apa kalian akan menceritakan semuanya? Ataukah kalian mengakui kalau kalianlah yang mencurinya bekerjasama dengan Seredon?" ucap Mod.     

Atmosfer di ruangan itu terasa sangat berbeda, sangat tidak bersahabat seperti saat kedua pria itu baru menemukan Guide dan Frag.     

Guide Nampak menahan diri untuk mengucapkan sesuatu.     

"Apakah kalian berada di pihak kami?" ucap Frag yang menarik perhatian Mod juga Wite.     

"Frag …," tegur Guide yang enggan merespon kedua pria prajurit Kerajaan Timur itu.     

"Guide, bukankah kita memang bertujuan untuk bertemu mereka?" ujar Frag berbisik.     

"Bukan," sahut Guide segera.     

Frag bingung, ia menatap rekannya itu lekat. Guide meliriknya tanpa mengucapkan apapun, interaksi yang menyebalkan bagi Mod dan Wite.     

"Hey kalian! Berani berbisik dihadapan kami" sentak Mod yang segera meraih belatinya.     

Frag menelan ludah karena takut, dia khawatir akan megucapkan sesuatu yang salah yang justru akan membahayakan nasib ia dan Guide. Ia sudah sering melakukan itu, terakhir dia salah bicara, ia dan Guide harus menadi bulan-bulanan ketua kelompok pencuri dan berakhir di tempat pasukan berjubah hitam ini.     

"Kami tidak akan melakukan kekerasan, hanya tidak akan memberi ampun jika sampai kalian tetap diam hingga matahari terbenam," ujar Wite yang duduk di pojok ruangan. Pria itu sambil meminum Bruen dan mengamati Guide dan Frag yang terikat dan tidakberdaya.     

Frag memilih untuk melangkah mundur dan sedikit bersembunyi dibalik tubuh Guide yang lebih besar.     

"Kami akan menuntut hadiah kami!" ujar Guide tiba-tiba.     

"Eh? Guide?" Frag terkejut, dia semakin menghilang dibalik tubuh rekannya itu.     

Mod dan Wite segera memfokuskan diri pada jawaban pemuda bermata biru.     

"Aku akan membuat pengakuan, tapi ini tidak gratis." Guide mencoba untuk bernegosiasi. Hal itu membaut Mod dan Wite mengerutkan dahi bersamaan.     

"Hanya satu kotak koin emas. Itu akan cukup untuk kami," jar Guide lagi.     

Mod berdecak, dia seketika tertawa mendengar kalimat pemuda itu. "Kau mencoba bernego dengan memeras kami? Ah bocah berandal!"     

"Aku tidak bernego, hanya menjual informasi yang sama sekali tidak murah karena kamipun mengorbankan nyawa kami untuk ini." Guide sama sekali tidak gemetar.     

"Baiklah. Katakana saa semuanya sekarang. Kami akan memberikan sekotak koin emas itu pada kalian," ujar Mod lagi.     

Guide menelan ludah, dia tidak yakin dengan perkataan dari pria berjubah hitam di hadapannya itu. Namun dia tidak dapat berpikir jernih lagi.     

Frag mencengkeram pakaian Guide erat, dia juga menggeleng pelan saat rekannya itu menatapnya.     

"Tidak aka nada bedanya kita mengaku sekarang ataupun nanti, Frag." Ucapan Guide membuat Frag semakin khawatir.     

"Permisi Ketua. Kita kedatangan seorang tamu," ujar seorang prajurit berjubah hitam menghampiri Dayi yang sedang menikmati sebotol Bruennya.     

"Kau mengenalnya?" tanya Dayi.     

Prajurit itu mengangguk, "Logne," jawabnya singkat.     

Hal itu membuat Dayi berhenti minum, dia hanya ingin tahu apa yang sedang Ketua Prajurit Kerajaan itu lakukan di wilayah perbatasan hutan. Padahal, mereka juga baru bertemu saat mengepung gua tempat pria botak tak sadarkan diri.     

"Suruh dia masuk," ucap Dayi, namun belum sempat dia berdiri, tamunya itu sudah terlebihdulu masuk ke ruangannya.     

"Oh hai," sapa Dayi kaku. "Apa yang kau lakukan disini? Ada yang bisa kubantu?" tanyanya.     

Logne mehela napas panajng, dia masih mengamati sekitar. Ini adalah pertama kalinya dia mengunjungi perkemahan pasukan perbatasan. Sangat rapid an benar-benar seperti pemukiman warga ada umumnya.     

"Aku menyukai tempat ini," gumam Logne.     

Dayi hanyasedikit memiringkan kepalanya. Dia lalu memerintah anak buahnya untuk membawakan sebotol Bruen untuk tamunya.     

"Aku menemukan lagi, lima anggota pencuri anak buah pria botak itu," ujar Logne. Ia lalu duduk di sebuah kursi di dekat Dayi.     

"Benarkah? Kapan? Baru saja? Wah kau sungguh hebat, Kawan. Jadi, semua anggota mereka telah kau temukan?" ujar Dayi antusias.     

Logne mangamati ekspresi rekannya yang memberinya pujian. "Mereka tewas," ucap Logne membuat Dayi terkejut dan nyaris tersedak saat hendak meneguk minumannya.     

"Apa? Bagaimana bisa? Kalian bertarung?"     

Logne menggeleng. "Kurasa ada seseorang atau mungkin sekelompok orang yang juga mengincar mereka. Para pencuri itu tewas dengan keadaan tubuh yang pucat dan terbujur kaku. Aku menemukan semua mayat itu dibawah sebuah pohon besar di dalam hutan," ujar Logne menjelaskan.     

"Seseorang yang menginginkan mereka? Maksudmu ada kelompok pencuri lain?" Dayi penasaran.     

Logne mantap rekannya itu lekat. "Mereka mungkin menginginkan harta rampasan para pencuri itu," jawabnya lagi.     

"Ah begitu rupanya. Jadi kita sedang berhadapan dengan kelompok lain yang lebih kejam?" gumam Dayi. "Kau memiliki anak panah atau mungkin sisa senjata dari yang menyerang para pencuri itu?"     

Logne menggeleng. "Aku bahkan tidak menemukan luka sedikitpun di tubuh mayat mereka."     

Menarik. Dayi sangat antusias untuk mendengarkannya. Namun dia juga sedang memikirkan siapa kiranya yang mungkin akan melakukan hal itu pada pasukan pencuri.     

"Itu bukan kalian, 'kan?" ucap Logne tiba-tiba dengan tatapan tajam pada Dayi.     

"Eh? Bisa-bisanya kau menuduh kami?" Dayi mengerutkan dahinya.     

"Tidak menuduh, aku hanya bertanya. Karena hanya kalianlah yang memiliki akses terhadap hutan ini secara keseluruhan."     

Dayi menarik napas panjang, dia lalu tertawa. Tidak menduga kalau pria dihadapannya itu akan mengatakan hal demikian.     

"Bagaimana jika iya?" sahut Mod yang baru saja memasuki ruangan bersama dnegan Wite. "Kami membunuh mereka dan mengambil semua harta rampasan lalu menyerahkannya pada Raja. Apa itu sebuah pelanggaran? Mereka memasuki wilayah kami, sehingga kami memiliki hak untuk itu," imbuh Mod panjang lebar.     

Dayi cukup terkejut dengan kalimat prajuritnya itu.     

"Kalian menyalahi aturan karena seharusnya kalian tahu kalau mereka, para pencuri itu adalah tugasku. Kalian tidak seharunya ikut bertindak dan main hakim sendiri," uajr Logne.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.