BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Pasukan Berjubah Hitam



Pasukan Berjubah Hitam

3Guide meringis kesakitan, luka di telapak kakinya terasa semakin parah setelah perjalanan jauh dengan menggendong beban. Matanyapun mulai pedih karena peluh yang bercucuran membasahi seluruh bagian tubuhnya termasuk mata juga luka baru di wajahnya.     

Sesekali ia memanggil nama rekannya untuk memastikan masih ada respon. Dia ingin berlari agar lekas tiba di perkampungan, namun dia terlalu lelah untuk itu. Dia bahkan tidak mengenali area hutan yang sangat lebat itu.     

"Ah sial!" umpat Guide yang kehilangan arah, namun dia masih tetap melangkah maju.     

"Apa aku terlalu berat?" tanya Frag samar.     

"Tidak. Hanya seekor tupai yang mengejutkan," sahut Guide.     

"Ah … kau penakut," ujar Frag dengan suara yang lemah.     

Guide mulai kebingungan. Langkahnya terhenti di sebuah lahan yang cukup luas dan dipenuhi dengan bebatuan yang berpencar tak beraturan. Ia pernah mendengar mengenai hal ini, namun dia belum pernah melihatnya secara langsung.     

Area perkampungan gnome hutan, itulah yang ada dipikiran Guide. Dia sedang mempertimbangkan untuk pergi saja ataukah meminta bantuan dari makhluk yang terkenal jahat juga pemakan manusia.     

Fiuuwit!     

Suara siulan nyaring mengejutkan Guide dan membuatnya segera berbalik. Dia mendapati seorang pria berjubah hitam dengan jambang lebat sedang berdiri cukup jauh di belakangnya. Pria itu membawa pedang panjang, penampilannya tidak kalah menyeramkan dari Vernon, pria botak yang hampir membunuhnya.     

Guide masih mematung, namun pria itu seolah memanggil sehingga dia berjalan mendekat.     

"Kenapa dia?" tanya pria itu, Wite, yang melihat ada yang tidak beres dengan pria muda yang digendong.     

"Dia terkena racun dari anak panah yang nyasar, kurasa." Guide menjawab dengan apa adanya. Walau dia tidak yakin kalau pria itu baik, namun dia berharap kalau kali ini akan mendapat sedikit bantuan.     

Wite memindai sosok muda dihadapannya itu dari ujung kaki dan ujung kepala. Jelas sekali kalau pemuda bermata biru baru mengalami pertarungan hebat.     

"Mod! Kurasa kita harus kembali ke perkemahan sekarang!" teriak pria itu pada seorang temannya yang lain.     

Guide menarik napas panjang, dia takut namun mencoba untuk bersikap santai.     

Seorang pria lain dengan pakaian yang sama jubah hitam keluar dari balik semak dengan membawa pedang juga rotan yang masih berduri.     

Sekilas isi pikiran Guide adalah, kedua pria ini petarung ulung yang memiliki kekebalan luar biasa.     

"Oh hey, kita mendapatkan tamu?" ujar Mod yang juga mengamati sosok dua pemuda yang menyedihkan itu.     

Tanpa banyak basa basi lagi, Wite dan Mod mengajak Guide dan rekannya menuju tempat mereka tinggal. Tempat yang sama dengan yang dikunjungi oleh Wedden dan rekan-rekannya saat dalam perjalanan menuju Selatan. Hanya saja, saat itu seluruh pasukan berjubah hitam tidak seramah ini, mereka sangat membenci adanya penyusup dan bahkan tidak mempercayai omongan Wedden, waktu itu.     

Wite dan Mod masih membiarkan pemuda itu menggendong rekannya, walau mereka tahu kalau langkah kakinya mulai melambat karena lelah.     

Guide berjalan mengikuti langkah kedua pria yang tidak memperkenalkan diri itu. Sepanjang perjalanan, mereka hanya diam dan sesekali Guidemenarik napas panjang dan membenarkan posisi Frag. Ia tidak merasa seperti tawanan, ia merasa seperti tamu yang digiring untuk menemui Raja yang akan memberikan pertolongan.     

Para pria berjubah hitam memiliki aroma tubuh yang cukup aneh, sangat menarik perhatian Guide yang berjalan saling berdekatan. Mereka berbau seperti buah berry yang matang, wangi manis dan segar. Guide sempat mengamati dengan lekat jubah hitam yang sekilas Nampak lusuh. Tetapi tupanya jubah itu bukan dari serat kapas ataupun kulit harimau seperti milik pangeran Soutra. Seperti serat kayu, tetapi terlalu lembut.     

Sekelompok pria berjubah hitam itu masih berjalan terus semakin masuk kedalam hutan yang begitu lebat dan sudah semakin gelap di setiap langkahnya. Cahaya matahari hanya sebagian kecil yang dapat menyusup di celah-celah dedaunan dan pepohonan. Angin hutan bertiup dengan lembut dengan tanpa adanya suara nyanyian burung hutan.     

Hari telah menjadi semakin gelap karena awan yang mulai berubah warna menjadi kelabu ketika mereka telah tiba di sebuah perkampungan kecil yang lebih tampak seperti perkemahan. Guide kembali memanggil rekannya, memastikan untuk kesekian kalinya kalau Frad masih memberikan respon.     

Rumah-rumah kecil yang berbentuk seperti cangkang kura-kura berjajar rapi berbentuk melingkar. Beberapa pria yang berada di luar rumah tengah mengumpulkan beberapa kayu dan bahan-bahan untuk membuat api unggun, beberapa yang lainnya tengah menempa besi untuk membuat senjata.     

Pandangan Guide terarah pada sekelompok pria yang menempa besi. Mereka sama sekali tidak terlihat ramah.     

"Masuklah! Kau bisa baringkan rekanmu disana." Mod mengantar Guide pada sebuah rumah yang kosong. Pemuda itu segera menurutinya tanpa berpikir panjang.     

Tempat asing namun tidak terlalu buruk, Guide hanya perlu bantuan lebih yaitu pengobatan dan perawatan luka yang ia dan Frag alami. Namun saat ia keluar dari rumah itu untuk menemui dua pria berjubah hitam tadi, dia tidak mendapati siapapun.     

Bahkan semua orang yang semula sibuk berkegiatan di luar, kini tidak ada. Hanya api unggun yang masih menyala.     

Mod dan Wite sedang menemui ketua mereka, Dayi. Mereka telah memiliki peraturan untuk tidak mudah membawa orang asing memasuki wilayah mereka, Dayi kembali memperingatkan.     

Namun Mod dan Wite mengingat kelompok Wedden dahulu yang benar-benar membutuhkan bantuan.     

"Kalian bilang dua pemuda, 'kan? Dengan buntelan besar misterius?" ujar Dayi. Mod dan Wite mengangguk.     

"Kurasa dia bocah yang kabur dari pertempuran," ucap Wite.     

Dayi hanya menarik napas panjang. "Beri mereka makan dan istirahat satu malam, setelahnya paksa mereka pergi atau kalian antar saja." Dayi tidak begitu berminat.     

"Kami akan memberi mereka obat-obatan juga, Ketua. Karena mereka terluka parah dan sala satunya terkena panah beracun," ujar Wite.     

"Panah beracun?" Dayi menatap anggotanya itu lekat.     

"Bukan kami!" sahut Mod seketika. "Kami hanya membawa pedang untuk mencari rotan," imbuhnya.     

Dayi mengerutkan dahinya.     

"Kami akan mendapatkan informasi lengkap darinya segera, Ketua. Kami juga akan memaksa mereka pergi besok sebelum matahari tinggi," tambah Wite.     

Dayi sedang membersihkan pedangnya, dia hanya mengangguk sekenanya.     

Wite dan Mod meminta salah seorang anggota mereka untuk membantu membuatkan makanan juga memberikan obat. Kali ini adalah keledai guling sebagai menu makan malam.     

Seorang anggota berhasil menangkapya dengan memberi panah beracun untuk melemahkan hewan yang lincah itu. Beruntung mereka segera menghampiri hewan itu dan menghilangkan racun yang tersisa sehingga semua daging dapat dijadikan santapan yang sedap.     

Dayi tiba-tiba saa terpikir mengenai 'buntelan' dan keadaan dua pemuda yang terluka parah. Segera saja dia bangkit dari tempat duduknya dan dengan mengejutkan semua pasukan ia bergegas menuju rumah tempat kedua pemuda itu istirahat.     

Mod dan Wite yang baru saja memberikan beberapa ramuan obat dan makan malam, merasa panic dan segera menyusul langkah Ketua mereka yang sangat cepat.     

"Ah sialan! Apakah kita juga akan mendapat hukuman karena ini?" gumam Mod pada Wite yang berjalan cepat disampingnya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.