BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Cahaya Rembulan Malam



Cahaya Rembulan Malam

1..     

..     

"Malam itu, keadaannya sungguh sangat memprihatinkan. Dia kehilangan sebagian kesadaran dengan keram seluruh tubuh. Kebetulan sekali dia memang alergi udara dingin sehingga dia menggigil hebat juga sedikit kesulitan untuk bernapas. Keesokan harinya, keadaannya sudah pulih seperti sedia kala."     

"Namun sejak pagi tadi, dia kembali drop dengan kembali menggigil walau tubuh sangat demam. Tidak ada racun di dalam tubuhnya, semula kami juga kesulitan untuk menyebut ini sebuah penyakit. Namun saat Raja mengatakan mengenai Energi yang Lain, kami mulai berpikir kalau ini mungkin saja disebabkan oleh hal semacam itu." Tabib kerajaan Northan menjelaskan panjang lebar dengan didampingi oleh seorang perawat yang kompeten.     

Semua tamu masih menyimak.     

Tidak ada sanggahan, atau pertanyaan apapun dari para tamu, Raja Wedden mempersilahkan Tabib untuk kembali ke tempat duduknya.     

"Kau mengatakan kalau kau juga kesulitan untuk memagar negeri Persei dengan kekuatan sihirmu karena ada energy lain yang menghalanginya. Bisa kau jelaskan secara spesifik energy seperti apa yang kau rasakan itu, Raja?" ujar Raja Timest yang menyimak dengan baik.     

"Energi yang berbeda dari energi milik kegelapan," jawab Raja Wedden.     

Semua orang segera saling pandang dan rebut dengan gumaman masing-masing. Termasuk Tao yang segera melirik Ley penuh Tanya.     

"Kau yakin ini bukan sisa dari sihir kegelapan?" sahut Raja Gael lagi.     

"Aku pernah berhadapan langsung dengan Raja Kegelapan, dan kali ini benar-benar berbeda. Seperti energi pada diriku sendiri, hanya saja berasal dari sumber yang berbeda," ujar Raja Wedden. "Namun aku juga tidak dapat memastikan apakah ini 'sisa' kegelapan, ataukah memang energi murni yang bertolak dengan energiku."     

"Kau masih mengingat energy Rader?" ujar Raja Soutra membuat Wedden menatapnya.     

"Aku ingat. Tapi ini sungguh bukan dia, Raja.," jawab Wedden.     

..     

..     

Putri Leidy sedang menyisit kain di ruangannya seorang diri. Sesekali seorang pelayan menghampiri untuk mengecek keadaan dia dan memperingatkan kalau sudah saatnya untuk istirahat dan tidur.     

Putri Leidy masih disibukkan dengan pikirannya sendiri. Kembali mengingat keseluruhan pembahasan dalam pertemuan Raja-Raja yang menyisakan luka berdarah untuk salah seorang prajurit Selatan.     

Dia dapat merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, dia juga merasa sedikit pening. Ditolehnya bagian jendela yang sengaja dibuka agar cahaya bulan masuk dan menyinari sebagian wilayah.     

Putri Leidy bangkit, dia berpindah ke tempat yang disinari cahaya bulan secara langsung.     

Energy alam, kekuatan alam. Itulah yang ia pikirkan, itu pulalah yang ia butuhkan untuk kelangsungan hidupnya.     

Dia kembali melanjutkan untuk menyisit. Kali ini dia membentuk motif berlian juga tanaman kembang kacang yang menjadi motif kesukaannya selama ini.     

Dentang jam Kerajaan telah berbunyi nyaring, menunjukkan bahwa sudah lewat dari tengah malam.     

"Aku harus menjadi seorang ratu," gumamnya lirih. Hembusan angina malam yang dingin menyapnya dan menggerakkan helaian rambut panjangnya.     

"Tapi jika energi kami tidak dapt bersatu, apakah aku harus mengalahkannya saja?" gumamnya lagi.     

"Ah motif indah …," ia lalu mengamati kain yang telah keriput karena ia sisit hampir selesai.     

Seorang pelayan kembali mengetuk pintu, kali ini pelayan membawakan minuman hangat juga sepotong kue yang mungkin akan dapat menjadi teman putri Leidy menyelesaikan aktivitasnya.     

"Teh Berry krisan, Putri. Kau tidak boleh sakit karena sering begadang," ujar pelayan itu lembut.     

Putri Leidy hanya menolehnya dengan senyum. Dia lalu kembali fokus dengan kegiatannya.     

Baru juga pelayan keluar, kini seseorang yang lain menghampiri putri Leidy di ruangan kain itu.     

"Ah rupanya kau berkreasi sebanyak ini? Luar biasa." Raja Wedden untuk pertama kalinya setelah sekian lama, memasuki ruangan yang sebelumnya hanya dikhususkan untuk para pelayan wanita juga putri Leidy.     

Pandangan Raja Wedden tertuju pada lembaran kain yang digantung rapi dan berwarna warni menjadi keindahan tersendiri di dalam ruangan itu.     

"Kau belum tidur, Raja?" putri Leidy hanya menyapa dengan anggukan kecil dan senyumnya.     

"Aku ingin menyapa malam, namun ternyata ada kau yang telah menyapanya lebih dulu," sahut Raja Wedden.     

Putri Leidy tertawa samar.     

"Kau ingin membuat gaun dengan semua kain ini?" tanya Raja.     

"Tentu. Untukku, untukmu, juga semua pelayan dan prjaurit Kerajaan Northan. Aku sengaja belum memberitahu siapapun karena aku masih membutuhkan jumlah yang banyak," jawab putri Leidy.     

"Kenapa tidak meminta bantuan pelayan? Kurasa mereka senggang saat malam."     

"Ah tidak. Aku hanya mengisi waktu luangku, Raja. Lagipula, para pelayan telah lelah dengan tugas mereka sendiri."     

"Begitukah … kau sedang senggang namun sangat produktif," puji Raja.     

Raja Wedden memilih untuk berkeliling dan melihat semua kain yang telah disisit dan di sirang dengan berbagai motif dan warna yang indah. Seperti sedang berada di sebuah gallery atau museum, Wedden sangat menikmati setiap langkahnya di ruangan itu.     

"Kau seharusnya istirahat, Raja. Kau melewati hari yang sulit belakangan ini, bukan? Lalu energimu juga belum pulih sepenuhnya." Putri berdiri dan menghampiri Raja.     

"The Berry Krisan? Pelayan baru saja mengantar untukku, tapi aku sedang tidak ingin minum." Leidy menawarkan segelas minuman hangatnya.     

Raja tidak menolak. Pria keriting itu amsih dengan khasnya yang berpikir sebelum memutuskan sesuatu, ekspresinya tampak polos namun seringkali menyebalkan.     

Hening sejenak.     

"Emm Putri. Kau sudah mengenal baik calon Ratu Barat?" tanya Raja Wedden. Keduanya kini berdiri di dekat jendela, sengaja untuk menikmati terpaan cahaya bulan.     

Leidy menggeleng. "Hanya sedikit tahu," jawabnya.     

"Ada apa? Apakah kau tertarik padanya, Raja?" celetuk Leidy yang membuat Wedden hampir tersedak mendengarnya.     

"Tidak," sahut Wedden sedikit terbatuk. "Kulihat mereka serasi dan Raja Raddone terlihat lebih ceria," ujarnya.     

Leidy diam.     

"Ada apa, Putri?"     

"Hanya tiba-tiba merindukan ayah. Terkadang aku berpikir apakah ayah akan merestui hubungan mereka."     

Wedden diam.     

"Ah maaf, Raja. Aku tidak seharusnya bercerita apapun padamu." Leidy segera membenarkan posisi berdirinya dan sedikit menundukkan kepala.     

"Ah aku tidak mendengar apapun," sahut Wedden dengan tawa cengengesannya. "Kau bisa tinggal disini sampai kapanpun, jika kau mau. Lagipula ada Corea dan Cane yang menjadi saudari barumu. Benar, 'kan?"     

Leidy mengangguk samar. "Bagaimana dengan calon Ratu Kerajaan Northan?" tanyanya.     

Wedden bingung, dia spontan terkekeh namun pikirannya kosong. "Aku tidak memikirkan apapun tentang hal itu. Kurasa sekarang aku telah memiliki tiga ratu hebat. Ada dirimu, Corea, dan Cane. Jika boleh, kurasa Egara juga ratu … haha"     

"Ah Egara seharusnya panglima besar, bukan?" ujar Leidy menanggapi.     

"Apa Raja pernah memikirkan tentang Ratu-mu yang mungkin saja pemilik Energi yang Lain?" ucap Leidy lagi.     

"Energi yang Lain? Jika masih dapat berdampingan dan tidak mengganggu kehidupan negeri Persei, maka aku tidak akan keberatan. Namun jika mengacaukan negeri Persei, kurasa aku lebih baik sendiri untuk selamanya."     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.