BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Logne dan Egara



Logne dan Egara

3"Ingin ikut bergabung?" ujar Egara pada Logne yang sedang menonton pasukan Kerajaan Northan berlatih bertarung.     

"Ah tidak. Aku hanya mengagumi kecepatan dan ketetapan mereka saat saling menyerang. Aku mempelajari banyak hal hanya dengan menontonnya," sahut Logne ramah.     

"Kecepatan dan ketepatan serangan adalah inti dari bertarung. Tidakkah kau juga mengajarkan hal yang sama pada pasukanmu?" ujar Egara masih dengan buah tomat merahnya.     

"Emm. Namun kurasa pasukanmu lebih jago," puji Logne.     

Egara tertarik dengan pembahasan ini. "Saat kau pemula, siapa yang melatihmu bertarung?" tanyanya.     

"Ketua. Dia seorang ahli bertarung yang hebat, menurutku."     

"Ketua? Kau berlatih di Kerajaan?"     

"Eh apa aku menyebutkan 'Ketua'? haha kukira lidahku salah. Maksudku adalah ayah. Mendiang ayahku adalah seorang warga biasa namun menguasai banyak jurus bertarung," ujar Logne lagi.     

"Begitukah? Sejak usia berapa kau bertarung?"     

"Empat, kurasa."     

"Ah kau bahkan lebih muda dari usiaku saat belajar bertarung pertama. Kau pasti lebih hebat," uajr Egara. "Kau pertama bertarung usia berapa?"     

"Usia lima, mungkin. Saat itu aku … ah tidak, aku hanya berlatih bersama ayah dengan kemampuannya."     

Egara mengangguk samar. "Kapan kau pertama membunuh?" tanyanya.     

"Eh? Kurasa saat aku resmi menjadi pasukan kerajaan. Aku berlatih banyak hal termasuk membunuh demi menjaga keamanan wilayah TImur."     

"Ah rupanya kau prajurit yang pandai. Apa karena kepandaianmu ini juga, kau bisa mengelabuhi Raja sehingga dia tidak mengetahui tentang dirimu yang sebenarnya dan menjadikanmu kepercayaan?"     

Logne seketika menatap Egara yang tidak mengalihkan pandangannya dari para prajurit yang berlatih.     

Logne mengerjapkan kedua matanya beberapa kali, merasa aneh dengan kalimat pria berambut coklat panjang itu.     

"Kau bersikap polos untuk membangun citra diri?" ujar Egara lagi. Kali ini menatap Logne hingga manik mata keduanya saling bertemu untuk beberapa saat.     

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti kenapa kau tiba-tiba mengatakan hal seperti ini." Logne sedikit memiringkan kepalanya.     

Egara lalu tersenyum samar. "Kau mungkin tidak mengenalku, tapi aku cukup mengenalimu. Jadi jangan terlalu percaya bahwa di negeri ini tidak ada yang dapat membaca alur cerita yang sedang kau bangun. Beruntunglah kau, Raja tidak memiliki kelebihan istimewa sehingga dia akan mempercyaimu dengan mudah."     

Egara lalu memakan suapan terakhir buah tomat merah. Dia tidak lagi berminat untuk berlama-lama berbicara dengan prajurit dari wilayah Timur itu.     

Egara meninggalkan Logne, ia menuju area berlatih untuk menyapa prajurit juga memberikan perintah untuk istirahat sejenak setelah lelah.     

Sementara Logne. Dia menundukkan kepalanya sejenak, memikirkan tentang kalimat dari prajurit kepercayaan Raja Wedden itu.     

Dihelakannya napas panjang, dia sama sekali tidak habs piker kalau sosok pria yang disebut-sebut sebagai pemilik Energi yang Lain itu memiliki pemikiran yang tidak terduga.     

"Hey, Bung! Ingin berlatih?" teriak Egara dari kejauhan. Dia memegang pedang dengan tangan kiri dan mengacungkannya pada Logne.     

"Kau tidak akan menolak karena takut kebohonganmu selama ini terbongkar, 'kan?" ujar Egara lagi dengan senyum tipis meremehkan.     

Hal itu membuat Logne tidak nyaman, ia segera berdiri dari tempatnya duduk dan berjalan menghampiri pria sesumbar yang menantangnya.     

Banyak prajurit Selatan yang khawatir dengan keadaan Egara. Hanya dengan satu tangan, Ketua mereka itu terlihat sangat yakin dapat mengalahkan Logne.     

Namun bukan Egara jika dia menyerah sebelum bertarung. Dengan memanfaatkan energi dan kekuatan dalam tubuhnya, Egara yakin untuk mulai bertarung dengan Logne.     

Serangan pertama, dimulai.     

Denting pedang terdengar nyaring dengan sesekali suara dari prajurit yang mengkhawatirkan serangan Logne pada ketua mereka.     

Logne rupanya benar-benar seorang ahli petarung, tidak terlalu lemah seperti yang dipikirkan Egara semula. Hanya saja, pria Timur itu tidak begitu cepat saat dan seranganya terbaca dengan mudah oleh Egara.     

Di kejauhan, Raja Gael menonton itu bersama dengan Raja Wedden. Keduanya memutuskan untuk berhenti berbincang dan hanya menikmati pertunjukkan yang menarik.     

Raja Gael mengerutkan dahinya saat melihat Egara menyerang dengan keadaan satu lengannya cidera dan diperban.     

"Kau sunguh mempercayai pria itu?" ujar Raja Gael pada Wedden.     

"Kurasa dia tidak biasa," sambungnya.     

"Itulah dia. Istimewa, sehingga aku percaya," sahut Raja Wedden.     

"Maksudku … dia bisa saja membahayakanmu …," Raja Gael menunda kalimatnya, dia melirik Raja Northan untuk memastikan kalau ia tidak akan menyinggungnya.     

"Apa aku harus takut dengan seseorang yang bersikap apa adanya?"     

Raja Gael menyimak.     

"Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku baik-baik saja dengan dirinya. Lagipula, aku hanya akan takut pada orang yang bermuka dua," ujar Wedden lagi.     

Raja Gael diam, dia tidak memiliki jawaban yang tepat untuk kalimat Raja Northan itu.     

"Kalaupun dia ternyata jahat. Aku sendiri yang akan melenyapkannya, bukan orang lain."     

Kalimat itu membuat Raja Gael mengangguk setuju. Diapun memiliki pemikiran yang sama mengenai cara melenyapkan orang lain.     

Sempat henign sejenak, lalu Raja Wedden kembali menanyakan mengenai kasus pencurian yang sedang marak terjadi di wilayah Timur.     

"Pria yang bernama Seredon itu. Bisakah aku mengunjunginya?" ujar Raja Wedden.     

"Kenapa kau sangat tertarik dengan pencuri?" ujar Raja Gael seraya mengerutkan dahinya.     

"Karena kadang orang yang kita nilai buruk, adalah orang baik yang tidak mendapatkan ruang yang tepat."     

Raa Gael kembali diam.     

"Aku selalu menghargai temanku yang gugur dalam peperangan, walaupun sesungguhnya dia adalah seorang pencuri mahkota Kerajaan. Tapi dia sangat setia juga berani melakukan apapun untuk memenangkan kebaikan. Aku masih menyesal dengan kepergiannya." Raja Wedden mengenang sedikit memorinya bersama pemuda perkampungan Timur, Seredon, yang menjadi salah satu prajurit tewas saat melawan Raja Kegelapan.     

"Tapi kurasa kali ini berbeda. Mereka berkelompok dan bersenjata. Nanti jika kau berkunjung, maka kau akan mengetahui mereka yang sesungguhnya," ujar Raja TImest yang mulai bosan dengan pembahasan mengenai pencuri.     

Kedua Raja itu lalu kembali menonton Logne dan Egara. Kedua prajurit yang tampak seimbang, namun kekuatan Egara terlihat sangat maksimal karena cideranya.     

Zrp!     

Nyaris melukai bagian perut Logne, Egara segera mencabut pedangnya yang tertancap pada bagian pinggang prajurit Timur itu dan membuat sobekan pada pakaiannya.     

"Wah !!!" pra prajurit yang menonton ketar ketir dengan yang baru mereka lihat. Beberapa dari mereka segera menghampiri Egara dan Logne untuk memisahkan dan membiarkan keduanya beristirahat.     

"Ternyata aku salah menilaimu, Bung! Kau benar-benar prajurit hebat," ujar Egara dengan anggukanny.     

Logne hanya menyunggingkan senyum tipis. Dia merasa lelah karena serangan bertubi dari Egara. Beruntung, keduanya tidak cidera dan hanya membutuhkan istirahat sejenak untuk dapat kembali pulih.     

"Aku mendengar kabar mengenai pencuri di wilayah TImur. Kami akan membantu kalian untuk menemukannya. Sebagian pasukanku akan kubagi ke perbatasan dan berkoordinasi dengan pasukan disana. Kalian tidak perlu khawatir, tidak ada penjahat manapun yang dapat memasuki wilayah Selatan dengan selamat." Egara yakin sekali.     

Logne kembali mengangguk, dia tidak ingin menjawab atau merespon apapun lagi tawaran dari pria berambut coklat panjang itu.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.