Energi yang Lain
Energi yang Lain
Hatt tidak lagi melihat api, dia segera menghampiri Raja dengan diikuti oleh beberapa rekan lain. Kecuali pangeran Ren yang memilih untuk tetap di tempatnya dan melihat dari kejauhan.
Ley memandangi sekitar. Alam telah kembali normal, kicau burung kembali terdengar dengan angin sejuk yang berhembus.
"Kau tidak apa?" Hatt dan Raseel menghampiri Raja.
Wedden masih terengah, dia terlihat sangat kelelahan.
"Kau harus isitirahat," ujar Ley.
"Aku gagal," kata Wedden dengan helaan napas panjangnya.
"Kurasa telah ada energi lain yang menyusup tanpa kuketahui. Energy itu sangat kuat dan menghalangiku." Wedden menatap semua rekannya satu per satu.
"Maksudmu?" Ley dan Raseel bersamaan. Jelas sekali mereka terkejut dengan ucapan Raja.
"Aku tidak begitu yakin, namun ada energy lain yang menahanku untuk melepaskan kekuatan untuk pagar negeri Persei," jawab Wedden.
"Energi seperti apa yang kau maksud?" tanya Tao yang juga antusias.
"Energi sisa kegelapan. Kurasa. Ini sangat bertentangan dengan kekuatanku, hanya saja ini sangat ramah hingga tidak terdeteksi keberadaannya."
Mendengar jawaban dari Raja Wedden, semua orang segera berbalik dan menatap Egara yang masih berdiri di dekat pangeran Ren. Mereka memiliki pemikiran yang sama kali ini, terlebih saat pria berambut panjang coklat itu sempat hampir terjatuh dan mendadak leah ketika Wedden memaksimalkan sihirnya.
Egara yang menyadari tatapan para tamu Raja merasa aneh, namun dia hanya mebalas tatapan mereka dari kejauhan dengan datar.
Pangeran Ren mendengar samar pembicaraan Raja dan para rekannya, dia hanya mencoba untuk bersikap biasa saja tanpa canggung pada Egara yang masih di dekatnya.
"Jelas seperti apa yang kukatakan …," gumam Tao cukup nyaring.
Ley segera membungkam mulut adik kecilnya itu hingga membuat Tao memberontak.
"Maafkan aku," ujar Ley. "Apa energy ini di dekatmu, Raja?" tanyanya kemudian.
"Aku tidak yakin. Namun dari persebarannya kurasa energy ini merata di seluruh wilayah." Raja Wedden lalu menarik napas panjang. "Ini tugasku, salah satu sumpahku saat dinobatkan menjadi Raja. Aku akan membereskan ini segera," ucapnya tanpa ragu.
Hatt dan Raseel mengangguk pelan. Keduanya sempat saling pandang dan seolah saling paham satu saa lain. Peri lembah bersaudara itu tidak sepenuhnya berpikir kalau Egara adalah si pebawa energy yang dimaksud oleh Raja, namun semua tanda-tanda dan keanehan sungguh tertuju padanya.
"Jika demikian, maka semua wilayah harus siaga dengan hal ini, bukan?" ujar Raseel.
Raja Wedden mengangguk. Ia menoleh pada pangeran Ren, namun dia segera mengerutkan dahi saat mendapati si pria canti telah tidak ada di tempat semula. Nampaknya pangeran Ren dan Egara telah masuk bersama dengan Cane juga Corea.
"Aku akan mengirim pesan kepada semua Raja," ujar Wedden. Ia kemudian dengan menjentikkan jemarinya, memanggil tiga ekor burung merpati yang berukuran besar lalu meberi mereka sepucuk surat yang ia isi dengan sihirnya.
"Kirimkan pada Raja Barwest, Raja TImest, dan Raja Soutra." Wedden memerintah satu per satu burung yang langsung nurut dan terbang tinggi untuk menjalankan tugas.
Raja Wedden bersikap tenang, ia lalu mengajak semua orang untuk kembali berbincang dengan bersantai di taman Kerajaan.
Tao yang masih merajuk karena dilarang bicara oleh sang kakak, bergumam tak keruan dengan merengut khas gaya anak kecil. Hal itu membuat Hatt tertawa karena merasa lucu.
"Hey! Apa kau sungguh petarung? Kenapa kau bersikap seperti bocah?" goda Hatt yang hanya direspon oleh Tao dengan lirikan tajam.
Hatt tertawa dan hanya menepuk pelan bahu bocah berambut merah marun itu.
Tao memblokir langkah Ley. Ia sengaja membuat sang kakak berhenti dan hanya mendengarkan ia berbicara.
"Kenapa tidak satupun dari kalian yang mengatakan mengenai pria itu (Egara) pada Raja Wedden?" ucap Tao dengan suara ditekan. Dia masih sangat kesal.
"Bukankah kita berpikiran yang sama? Kenapa kalian …."
"Hey, diamlah!" sela Ley dengan suara meninggi.
"Kita tidak harus selalu mengungkapkan apapun yang ada di pikiran kita pada orang lain. Kita bahkan tidak tahu apakah pikiran kita ini benar atau tidak."
Tao terdiam.
"Kita juga harus mencari tahu mengenai 'pikiran' Raja mengenai pria itu. Dia telah lebih dari dua tahun hidup berdampingan dan selama itu pula dia baik-baik saja. Apakah menurutmu Raja akan percaya dengan dugaan kita? Atau mungkin bahkan Raja berpikir kalau Egara adalah kebaikan karena sebelumnya merupakan keburukan," tambah Ley.
"Aku memahamimu, Tao. Aku juga akan selalu berada di sisimu, di belakangmu, dimanapun kau membutuhkan pendukung. Tapi untuk kali ini, kita lebih baik diam dan mengikuti alur dari kejadian."
Tao menarik napas panjang. "Tapi …," bocah itu merengut.
"Coba kau pikirkan. Bagaimana jika dugaan kita mengenai pria itu adalah benar? Dia memang si pemilik energy yang lain. Lalu dia mengetahui kalau kita hendak menyingkirkannya. Apa kau piker dia akan diam saja? Dia bisa melenyapkan kita kapanpun dia mau, bahkan saat kita belum mempersiapkan apapun." Kalimat Ley sangat panjang kali ini.
Tao menundukkan kepalanya. Dia kesal, namun tidak dapat memberikan perlawanan apapun pada kakak laki-lakinya ini.
Ley lantas menepuk pelan bahu adiknya perlahan. "Kau tahu tugas kita, 'kan?" ujarnya.
Tao muda mengangguk pelan. "Melindungi Raja Wedden, melindungi negeri Persei, melindungi semua orang, apapun taruhannya."
Ley samar tersenyum, dia lalu mengusap sekaligus mengacak rambut Tao yang telah disisir rapi.
"Ini baru petarung sejati. Aku ingin membuatkan makanan enak untukmu, tapi sayangnya kita sedang tidak dirumah." Ley merangkul sang adik dan berjalan menuju Kerajaan.
"Ah tidak bisakah kita meminta menu makanan yang kita inginkan disini?" ujar Tao polos.
"Bisa, jika kita membayar beberapa koin emas," sahut Ley.
"Benarkah? Apakah Raja masih kurang kaya sehingga kita perlu membayar saat ingin makan?" celoteh Tao kembali kesal.
Ley tertawa, dia paham betul dengan sang adik yang selalu ingin makan enak dan banyak.
"Ah kita harus pergi ke rumah makan di dekat pemukiman warga, disana kita dapat makan enak dengan harga murah," ujar Tao lagi.
"Haha, sudah jangan pikirkan makanan diluar. Nikmati saja sajian dari Kerajaan yang istimewa," sahut Ley.
"Kau tahu, Ley …." Suara Tao lirih. "Aku tidak menyukai pais ikan saat sarapan tadi. Sangat hambar dan tidak cocok dengan lidahku yang terbiasa makan makanan yang enak," sambungnya dengan berbisik.
Spontan saja hal itu membuat Ley terbahak, lalu dia menepuk bahu sang adik untuk berhenti bicara karena emreka telah memasuki Kerajaan dan bisa saja pembicaraan mereka akan didengar oleh pelayan yang memasak.
"Kau merasa begitu juga, 'kan?"
"Iya," sahut Ley dengan berbisik pada sang adik.
***