Keadaan Para Prajurit
Keadaan Para Prajurit
Para pelayan telah disibukkan dnegan pekerjaan masing-masing. Mulai dari menyiapkan makanan, merapikan ruangan, juga mulai membersihkan taman yang jika dilihat sekilas tidak Nampak kotor sedikitpun.
Hatt dan Raseel telah kembali dari pencarian Raja Wedden di beberapa lokasi di sekitar Kerajaan. Mereka tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Wedden di semua tempat yang mereka kunjungi.
Hatt dan Raseel justru menikmati udara pagi di wilayah perkebunan yang sedang berada di fase subur dengan tanaman yang menghijau dan indah. Peri lembah bersaudara itu juga membawakan beberapa hasil panen untuk adik perempuan mereka. Corea menyambutnya dengan senang karena kedua kakak laki-lakinya itu memang selalu mempedulikan dia walau selalu saja menyebalkan.
Corea dan Cane sedang merapikan tirai di ruang raja, mereka juga harus mengganti karpet tebal yang membentang lebar. Hatt, Raseel dan beberapa pelayan pria membantu kedua wanita itu.
Hatt sempat mengomel karena pekerjaan berat tidak seharusnya dilakukan oleh dua orang wanita, namun Corea melarang kakak laki-lakinya itu untuk berisik.
"Diamlah, Hatt. Semua orang memiliki pekerjaan dan sibuknya masing-masing. Kita tidak bisa memaksanya untuk melakukan hal yang kita ingin lakukan." Corea menggerutu pada kakaknya.
Hatt hanya mengalihkan pandangannya. Dia kesal, namun juga malu karena harus berdebat dengan adiknya dihadapan Cane.
"Setidaknya kalian meminta bantuan," celetuk Hatt. "Walau bagaimanapun, kau tetaplah seorang Putri, Corea. Ayah tidak akan menyukai pekeraan kasarmu seperti ini," imbunya dengan kesal.
Corea merapikan tirai seraya mengangguk pelan.
Sementara Cane hanya diam. Seperti yang telah a katakana dihadapan seluruh keluarga peri lembah. Dia akan bersikap baik, namun tidak untuk merespon hal kecl dari Hatt.
"Aduh!" Cane segera melepaskan kain tirai setelah jemarinya terluka karena sudut kain baru yang tajam.
Spontan Hatt menghampiri Cane dan memberikan pertolongan. Ia meniup jemari peri hutan itu juga merobekkan sedikit kain pada pakaiannya untuk membalut luka Cane.
Raseel berdecak kesal, sementara Corea, ia menarik napas panang dan segera menggeleng.
"Kau seharusnya lebih berhati-hati," ujar Hatt yang kemudian mengambil alih pekerjaan cane untuk memasang tirai.
Cane merasa canggung, dia hanya berterimakasih dengan sedikit menganggukkan kepalanya. Sementara Hatt tidak lagi menanggapi wanita itu berlebihan. Dia paham betul dengan tatapand ari dua saudaranya mengenai sikapnya itu.
Cane melakukan pekerjaan lain, yaitu menyusun vas bunga dengan sebelumnya memetik bunga di taman lalu dimasukkan pada vas untuk dijadikan hiasan meja.
Seperti sebuah kesialan yang bertubi. Vas bunga yang sedang dipegang oleh Cane terjatuh dan pecah berserkan di lantai. Vas kaca itu berwarna bening, sehingga sangat tidak memungkinkan untuk membersihkannya dengan tangan kosong.
Cane spontan membersihkan pecahan kaca yang berukuran besar terlebihdulu, yang mudah untuk dia buang.
Namun wanita itu kembali mengaduh saat emarinya yang lain terluka karena pecahan kaca itu.
Hatt mendengkus, dia ingin sekali segera membantu namun kali ini dia harus mengalah pada adik perempuannya sendiri yang segera memberikannya pertolongan.
Dua luka didapat oleh Cane hanya dalam waktu beberapa menit. Cukup sulit untuknya dapat memainkan pedang sementara waktu ini. Corea sempat mengambilkan beberpa racikan ramuan untuk luka di tangan rekanya itu.
Sementara att dan raseel bertugas untuk membersihkan sisa pecahan kaca yang masih berantakan.
Sementara itu, di tempat berbeda di sisi lain bangunan Kerajaan.
Ruang kesehatan sudah kembali beraktifitas sejak matahari bersinar dengan terang. Ley dan Tao yang sedang berkeliling Kerajaan memutuskan untuk berhenti dan menjenguk keadaan prajurit yang cidera saat berlatih senja kemarin.
Ley dan Tao bersama dengan seorang perawat, mereka mengobrol untuk sekedar basa basi. Namun pandangan Ley segera tertuju pada sosok prajurit Nadio yang sedang bersandar di tempat duduknya seraya menikmati buah apel yang telah dikupas.
"Penyakit apa yang diderita prajurit Nadio itu?" tanya Ley.
Perawat itu mengikuti arah pandang Ley. "Ah dia hanya kelelahan. Dia memang memiliki alergi terhadap cuaca dingin, lalu dia lelah dan juga minum Bruen, maka semuanya terjadi seperti dia sedang mengalami suatu penyakit yang serius," ujarnya menelaskan.
Dari kejauhan Ley masih memperhatikan prajurit Nadio yang terlihat seratus delapan puluh derajat berbeda dengan yang sebelumnya dilihat olehnya. Mata cekung menatap lekat pangeran Ren denan keadaan tubuh yang menggigil. Namun kini dia telah Nampak baik-baik saja.
Ley lalu meminta ijin pada perawat untuk dapat menjenguk lebih dekat kepada seluruh prajurit.
Segera saja dia menghampiri prajurit Nadio yang telah mencuri perhatiannya sejak beberapa waktu sebelumnya. Saying sekali kali ini Ley tidak sedang bersama dengan sosok Egara. Dia hanya berpikir kalau prajurit kepercayaan Raja Wedden itu perlu mengetahui tentang hal ini.
"Hai, kau sudah membaik?" sapa Tao tanpabasa basi lagi pada prajurit Nadio.
Prajurit Nadio menanggapi dengan anggukan, dia masih disibukkan dengan apel yang ia kunyah.
Ley mengamati tubuh Nadio yang sama sekali tidak terdapat perban atau apapun, didekat pria itupun hanya ada beberapa ramuan yang dia duga untuk mengobati luka dari dalam, jikapun dari luar itu hanya untuk mengompres bagian-bagian tubuh yang sakit.
"Bisakah kau katakan apa yang sebenarnya terjadi tadi malam? Kau mabuk? Ataukah ada tubuhmu yang sakit?" tanya Ley penasaran.
"Aku minum segelas Bruen, aku tidak akan mabuk hanya karena itu," ujar prajurt Nadio. "Kurasa aku hanya kedinginan," imbuhnya. Dia masih mencoba untuk mengingat mengenai kejadian yang membautnya harus dibawa ke ruang kesehatan.
Ingatan prajurit Nadio kembali pada saat malam dirinya dan rekannya yang bernama Salen berjaja di halaman Kerajaan.
..
..
Prajurit Nadio memilih untuk duduk saat ia mulai merasakan tubuhnya yang mulai lelah. Dia memang memiliki riwayat penyakit alergi dingin yang seringkali kambuh saat cuaca tidak tentu.
Namun penyakit itu tidak pernah ia pikitkan denhan serius karena selama ini dia tidak pernah terganggu saat melakukan tugas. Hanya sesekali membutuhkan istirahat atau makanan dan minuman yang menghangatkan.
Prajurit Salen menenggak Bruen untuk menghangatkan diri, sementara Nadio kembali berdiri dan berkeliling.
Keduanya sempat saling hening, Nadio berjalan menuju taman.
Dari balik tanaman yang rimbun, dia mendengar suara berisik seperti sesuatu atau mungkin seekor yang terjebak diantara belukar.
Nadio sempat terkejut, namun dia sama sekali tidak takut untuk mengeceknya secara langsung.
Dia melangkah maju semakin mendekati tanaman yang bergerak, lalu perlahan ia menarik pedangnya siap untuk menyabet apapun yang ada di hadapannya.
Prajurit Salen yang melihat rekannya itu sama sekali tidak merasa bingung. karena merekapun sering mendapat kunjungan dari makhluk hutan yang mencuri hasil kebun yang sudah waktunya untuk panen.
Salen hanya memperhatikan rekannya itu dsri kejauhan, namun sesuatu aneh terjadi setelah Prajurit Nadio nampak tersentak dan tiba-tiba terjatuh hingga kejang.
..
..
***