Makhluk Pencuri Lobak
Makhluk Pencuri Lobak
..
Prajurit Nadio memilih untuk duduk saat ia mulai merasakan tubuhnya yang mulai lelah.
Prajurit Salen menenggak Bruen untuk menghangatkan diri, sementara Nadio kembali berdiri dan berkeliling.
Keduanya sempat saling hening, Nadio berjalan menuju taman.
Dari balik tanaman yang rimbun, dia mendengar suara berisik seperti sesuatu atau mungkin seekor yang terjebak diantara belukar.
Nadio sempat terkejut, namun dia sama sekali tidak takut untuk mengeceknya secara langsung.
Dia melangkah maju semakin mendekati tanaman yang bergerak, lalu perlahan ia menarik pedangnya siap untuk menyabet apapun yang ada di hadapannya.
Salen hanya memperhatikan rekannya itu dari kejauhan, namun sesuatu aneh terjadi setelah Prajurit Nadio nampak tersentak dan tiba-tiba terjatuh hingga kejang.
..
..
"Aku tidak begitu yakin. Tapi kurasa aku melihat sesuatu dibalik semak dan tanaman di taman," ujar prajurit Nadio yang mencoba kembali mengingat.
"Sesuatu apa?" tanya Ley lagi, dia sangat penasara dengan hal ini.
"Entahlah. Itu sama sekali tidak nampak, tapi aku memperkirakannya adalah hewan pencuri lobak," jawab prajurit Nadio. Dia lalu tertawa samar setelah menyebut tentang pencuri lobak. Dia hanya merasa aneh jika dia sampai diserang oleh hewan pencuri lobak.
"Apa mungkin dia beracun? Apakah itu ular cobra lembah?" gumamnya yang lalu membuat Ley mulai menerawang dan memperkirakan hewan apa kiranya yang dapat menyerang prajurit Nadio.
"Haha bukan. Aku yakin itu hanya pencuri lobak. Ah saying aku sedang dalam keadaan lemah sehingga harus tumbang hanya karena serangan makhluk itu," ujar Nadio lagi yang merasa konyol dengan dirinya sendiri.
"Begitukah?" gumam Ley yang menggaruk tengkuknya. Dia belum pernah menemui hewan pencuri lobak yang dapat menyerang manusia hingga sekarat sebelumnya.
Ley dan Tao memutuskan untuk keluar, mereka kembali mengecek seluruh taman. Dengan meminta bantuan dari prajurit lain, mereka berdua menuju lahan taman dan kebun lobak juga Kale di sekitaran bangunan kerajaan.
"Ah Tuan! Aku menemukannya!" teriak seorang prajurit yang segera terduduk nampak menangkap sesuatu.
Si kecil Tao bergegas menghampiri prajurit itu, namun dia Nampak kecewa dengan mengerutkan kening juga memiringkan sedikit kepalanya.
"Itu hanya katak. Mereka tidak mencuri lobak ataupun kale," ujarnya seraya sedikit mendengkus.
Prajurit itu lalu mengangkat seekor katak besar yang gemuk dan menjijikan. Ley berdecak tidak suka, segera saja dia memerintah prajurit itu untuk melepaskan hewan itu kembali ke alam.
"Mungkinkah kelinci ini?" ujar seorang prajurit lagi yang berada tidak begitu jauh. Dia menangkat seekor kelinci besar berwarna hitam. Seorang prajurit lainnya membantu untuk memegangi, mereka kesulitan jika hanya seorang diri dengan kelinci dengan bobot berlebih itu.
Ley sedikit memiringkan kepalanya, masuk akal jika kelinci mencuri hasil kebun. Namun hewan berbulu tebal itu tidak memiliki senjata atau apapun yang dapat melemahkan manusia dalam jarak yang cukup jauh.
Gigi taringnya, cakar, masuk akal untuk menyerang. Namun kembali melihat bobotnya yang yang sangat gembul, sangat mustahil jika hewan itu dapat bergerak cepat.
"Ley? Apa yang kau pikirkan?" tegur si kecil Tao.
"Eh? Tidak ada." Ley segera tersadar dari lamunan singkatnya.
"Bawa kelinci itu, masukan ke dalam kandang dan beri dia makanan yang cukup," perintah Ley pada prajurit.
"Kau menetapkan kelinci itu sebagai tersangka? Bukankah prajurit Nadio mengatakan kalau dia kemungkinan diserang dari kejauhan?" ujar Tao.
"Kita membutuhkan bukti lain. Kita tetap menahannya karena ada beberapa pertimbangan," sahut sang kakak yang membuat Tao hanya mengangguk pelan.
Mereka masih terus mencari, sekaligus melakukan pengecekan terhadap perkebunan yang memang cukup sering dikunjungi hewan dari hutan.
Tao dengan ditemani seorang prajurit menuju taman yang menjadi tempat prajuit Nadio terjatuh sekarat. Dengan mata mudanya yang masih sangat jeli, Tao memperhatikan detil dari posisi tanaman yang tidak lagi rapi. Tanahnyapun terdapat semacam jejak yang sangat tidak teratur.
Tao mengerutkan keningnya. Dia meminta prajurit untuk mengikuti jejak itu agar dapat diketahui darimana asalnya, sementara dia menyisir jejak di sekitaran taman.
Pria muda berambut merah marun itu menemukan beberapa benda yang nampak berkilau diatas tanah di dekat tanaman di taman.
"Satu, dua, tiga … lima?" sedikit mengerutkan dahi, Tao segera memungutnya dengan hati-hati.
Rupanya itu adalah sisik, mungkin. Diapun tidak yakin, karena dia belum pernah melihat yang sebesar koin emas juga tebal dan tajam.
"Ada apa? Apakah itu kulit kobra?" tanya Ley yang rupanya mengikuti sang adik.
Tao menoleh dan segera menghampiri Ley untuk memberitahu mengenai temuannya. "Kurasa ini sisik hewan itu. Jika ini ular, maka aku tidak bisa membayangkan ukurannya. Sisk yang sangat besar dan tajam. Sungguh mengerikan," ujar Tao.
Ley menyentuh satu sisik yang ada pada adiknya. Dia mencoba mengingat hewan apa yang kemungkinan memiliki sisik seperti itu.
"Ah mungkinkah Iguana?" ucapnya seketika saat mengingat hewan jenis kadal raksasa itu.
Tao menatap kakaknya lekat.
"Kau ingat Iguana liar yang juga menyerang perkebunan warga desa Wakla? Makhluk itu memiliki sisik yang mirip seperti ini," ujar Ley.
"Emm bukankah hanya sebesar kancing baju? Ini terlalu besar untuk hewan itu," sahut Tao mencoba mengingat wujud hewan yang dimaksud sang kakak.
"Aku menemukan ini." Seorang prajurit menghampiri Ley dan Tao dengan membawa tiga sisik yang sama persis dengan yang dibawa oleh Arkenstone bersaudara itu.
"Dimana kau menemukannya?"
"Di dekat pagar besar batas Kerajaan dengan hutan belakang."
"Maksudmu, hewan ini menembus bangunan pagar?" celetuk Ley.
Hening sejenak.
"Kau pernah menemui seperti ini sebelumnya?" tanya Ley lagi.
Prajurit itu menggeleng. "Untuk katak dan kelinci bahkan kami baru menemukannya hari ini. Sebelumnya, perkebunan dan lingkungan Keraaan selalu bebas hewan dari hutan. Apapun itu."
Ley berdecak.
"Apakah keadaan prajurit Nadio sangat buruk?" Tanya prajurit itu lagi.
"Sekarang tidak. Namun mengingat keadaannya tadi malam, sangat sulit dijelaskan jika hanya karena diserang makhluk seperti ini," jelas Ley.
"Dia mabuk dan sedang kurang sehat. Itu mungkin, 'kan?" sahut Tao.
"Dia kejang dan meringik juga kedua matanya merah menatap kami dengan lekat. Ah … snagat mengkhawatirkan."
Tao menggaruk tengkuknya. Pandangannya kembali tertuju pagar tinggi yang tadi menjadi tempat prajurit menemukan tiga sisik itu.
Jika itu Iguana, mungkin saja. Namun kekuatan yang dapat melumpuhkan manusia dari kejauhan, masih menjadi hal aneh jika dimiliki oleh hewan hutan biasa.
Tiba-tiba Tao mengerutkan dahinya. "Mungkinkah hewan itu masih memiliki kegelapan dalam dirinya," celetuknya tiba-tiba.
"Ah aku hanya menduga. Kalian prajurit baru, 'kan? Semenatara pria bermabut panjang coklat adalah prajurit raja Kimanh? Dari cara kalian bertarung saja sudah tidak imbang. Jadi … aku hanya berpikiran kawan hewan ini mungkin peninggalan dari masa Kegelapan yang juga memiliki kekuatan yang tidak bisa dijelaskan."
***