BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Pelindung Sihir Negeri Persei



Pelindung Sihir Negeri Persei

2Tao menggaruk tengkuknya. Pandangannya kembali tertuju pagar tinggi yang tadi menjadi tempat prajurit menemukan tiga sisik hewan misterius.     

Jika itu Iguana, mungkin saja. Namun kekuatan yang dapat melumpuhkan manusia dari kejauhan, masih menjadi hal aneh jika dimiliki oleh hewan hutan biasa.     

Tiba-tiba Tao mengerutkan dahinya. "Mungkinkah hewan itu masih memiliki kegelapan dalam dirinya," celetuknya tiba-tiba.     

"Ah aku hanya menduga. Kalian prajurit baru, 'kan? Sementara pria berambut panjang coklat adalah prajurit raja Kimanh? Dari cara kalian bertarung saja sudah tidak imbang. Jadi … aku hanya berpikiran kalau hewan ini mungkin peninggalan dari masa Kegelapan yang juga memiliki kekuatan yang tidak bisa dijelaskan."     

Hening.     

Ley tidak merespon kalimat adiknya itu, namun jika kembali dipikirkan ini cukup masuk akal.     

"Tidakkah kau berpikir hal yang sama, Ley? Walau tidak begitu membahayakan, namun jika terjadi hal yang sama seperti yang dialami oleh prajurit Nadio dan terlambat untuk ditangani. Maka ini akan menjadi sesuatu yang harus dihilangkan. Benar, 'kan?" ujar Tao lagi.     

Disaat seperti ini dia sama sekali tidak terlihat bocah. Walau ekspresi polosnya tidak dapat berbohong kalau dia masih sangat belia.     

"Kalau begitu, kita harus meminta Raja untuk memasang pagar pelindung sihir agar Kerajaan tidak dikunjungi makhluk yang akan mengganggu kehidupan di dalam Kerajaan," kata Ley.     

"Kenapa tidak seluruh Selatan saja? Kurasa makhluk itu akan merepotkan seluruh penduduk wilayah Selatan," sahut Tao lagi.     

"Emm baiklah. Kita harus mengatakan ini pada Raja." Ley menyetujui.     

Kedua bersaudara itu memutuskan untuk kembali berkeliling, masih ditemani dua prajurit yang juga bertugas untuk menangkap hama seperti katak dan kelinci yang merugikan perkebunan.     

Di beberapa sudut petak kebun buah berry dan kale, ada beberapa tanaman yang rusak dan sebagian tercabut hingga ke akar.     

Beberapa pekebun sedang sibuk mengurus area perkebunan itu. Mereka membuang tanaman yang rusak lalu kembali mengganti dengan tanaman yang masih baru. Hal itu sudah biasa dilakukan, hanya saja untuk kali ini kerusakan lebih banyak dari yang sebelumnya.     

Tao menghentikan langkanya di sekitaran tanaman berry ungu yang berbuah lebat. Tatapannya lekat, hal itu diketahui oleh seorang pekebun yang berada di dekatnya.     

"Kau ingin mencobanya, Nak?" ujar pria tua bertopi bundar itu.     

Tao segera menoleh, dipandanginya wajah pria tua yang sedang tersenyum ramah. Dengan polosnya Tao mengangguk. Dia hanya tidak tahu bagaimana cara untuk meminta agar tidak dimarahi kakaknya yang selalu melarang untuk mengambil milik orang lain.     

Pekebun itu memberikan satu buah berry ungu yang segera dilahap oleh Tao. Lalu berikutnya dia memetikkan banyak dan dibuatkan wadah dari daun pohon yang berada di dekat mereka.     

Lebih satu genggam penuh buah berry ungu. Senyum lepas terlukis di wajah Tao yang sangat berterimakasih dengan kebaikan pak pekebun.     

Ley dan Tao mendengar ringkikan kuda memasuki kawasan Kerajaan. Keduanya segera mengetahui kalau itu adalah Pangeran Rend an prajurit Egara.     

Mereka hanya sedikit terkejut sekaligus merasa bersukur karena ada sosok Raja Wedden dengan kuda putihnya yang juga baru memasuki lingkungan Kerajaan.     

Dua pria berambut merah marun bersaudara menjadi antusias untuk segera menghampiri Raja Wedden.     

Tanpa banyak basa basi lagi, Tao segera menceritakan semuanya pada Raja Wedden. Dengan sangat detil, dia juga memberitahukan dugaannya mengenai hewan 'pencuri' sekaligus 'penyerang prajurit' yang mungkin saja masih memiliki pengaruh dari kegelapan yang sebelumnya berkuasa.     

Dengan sangat bersemangat, Tao bahkan tidak mempedulikan kalau Wedden baru saja turun dari kuda dan masih memegangi tali kuda putihnya sembari berdiri di halaman depan.     

Egara segera meminta tai kuda Raja dan membawanya ke kandang. Dia mengetahui kalau Raja tidak akan dapat meninggalkan bocah yang sedang antusias mengutarakan pendapatnya.     

"Aku yakin begitu, sama halnya dengan dia (menunjuk Egara yang sedang berjalan dari arah kandang kuda) yang memiliki kekuatan lebih karena masih ada sisa kekuatan Kimanh dalam dirinya. Maka dari itu dia brutal dan tidak memiliki rasa kasihan sama sekali," celoteh Tao tanpa berpikir panjang.     

Hal itu membuat Ley segera menarik lengannya dengan harapan sang adik paham dan diam.     

Egara yang mendengar hal itu hanya diam, dia menatap Tao lekat lalu berganti menatap Ley yang segera mengalihkan pandangannya.     

"Kurasa kalimat bocah ini ada benarnya, Raja." Egara ikut berbicara. "Hewan itu pasti memiliki kekuatan yang membuatnya dapat menyerang prajurit Nadio dari kejauhan. Hanya saja, kita juga perlu tahu kalau sisa kegelapan tidak sepenuhnya membuat 'sesuatu' itu jahat dan berkhianat. Mungkin, hewan itu menyerang karena dia tidak memiliki habitat yang cocok untuknya," ujar Egara menjelaskan.     

"Benar. Kegelapan harus dimusnahkan," uajr Tao lagi.     

"Ah kurasa kita hanya perlu memagari seluruh Wilayah Persei dari kemungkian terburuk yang akan terjadi. Kita juga perlu mengusir kegelapan yang jahat," sahut Ley menyela kalimat sang adik.     

Raja Wedden tertawa samar. "Kalian menginginkan pagar pelindung sihir untuk seluruh negeri Persei?" uca"nya.     

Ley dan Tao mengangguk seirama. Wedden lalu mehela napas panjang.     

"Aku akan melakukannya setelah aku dapat menguasai kekuatan itu. Sementara aku masih mengumpulkan kekuatan, kurasa kita harus memperketat penjagaan dan menangkap hewan meresahkan itu," kata Raja.     

Hening sejenak.     

Pangeran Ren juga Egara hanya menyimak tanpa adanya keinginan untuk merespon.     

Belum juga mereka selesai berbincang. Angin deras menyapa mereka semua. Sejuk, hanya saja terasa berlebihan untuk udara yang sanga cerah.     

Pangeran Ren mengerutkan dahinya, pendengarannya yang tajam menangkap suara gemuruh yang datang dari kejauhan.     

"Hujan," gumamnya.     

Detik berikutnya, air hujan turun cukup deras menyapa wilayah Selatan yang semula cerah dan hangat.     

Para pekebun, pelayan, dan prajurit segera mencari tempat untuk berteduh. Sementara Raja dan semua rekannya masih berdiri menikmati tetesan hujan serta hembusan angin.     

"Ada apa ini?" gumam Ley yang merasa aneh.     

"Hanya hujan biasa. Tidak ada yang perlu ditakutkan," ujar Raja Wedden.     

Dia lalu dengan kekuatan sihirnya membuat pelindung sihir yang dapat melindungi tubuhnya juga semua rekannya agar tidak terkena air hujan.     

Langit masih cerah, cahaya matahari juga masih terlihat jelas. Namun hujan yang turun semakin deras dengan diiringi angin juga gemuruh Guntur.     

Raja Wedden mengajak semuanya untuk masuk ke Kerajaan, kedatangan mereka itu disambut oleh peri lembah bersaudara, putri Leidy dan Cane. Mereka semua bertanya-tanya mengenai turunnya hujan yang sangat tiba-tiba dan tidak biasa.     

"Kau baik-baik saja, Raja? Kau menginginkan coklat panas?" ujar putri Leidy dengan ramah.     

"Boleh," sahut Raja sngkat. Pandangan pria keriting itu tertuju pada jemari Cane yang nyaris semuanya dibalut perban.     

"Kau baru bertarung?" tanya Raja pada prajurit wanitanya itu.     

Cane menggeleng, dia mengatakan kalau hanya ada sedikit kecelakaan saat ia sedang merapikan ruangan Raja bersama dengan Corea. Sementara itu Hatt mengalihkan pandangan dan sengaja tidak ingin mendengar dari jawaban Cane.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.