BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Prajurit yang Bertugas



Prajurit yang Bertugas

2Di malam yang mulai dingin, beberapa prajurit yang ditugaskan untuk berjaga di sekitaran halaman Kerajaan mulai membentuk kelompok. Mereka yang mulai merasa mengantuk, membutuhkan teman untuk berbincang dan mengusir kantuknya.     

Jika prajurit Dinke dan prajurit Puth menghangatkan tubuh dengan banyaj minum Bruen hingga akhirnya perut mereka tidak tahan dan harus pergi ke toilet. Berbrda dengan prajurit Nadio dan prajurit Salen yang memilih untuk berkeliling bersama sambil berbincang lirih.     

Hanya suara dedaunan yang saling bergesekan karena angin, juga samar suara burung malam yang terdengar dsri kejauhan.     

Dua prajurit ini melakukan tugas sebagaimana mestinya.     

Prajurit Nadio memilih untuk duduk saat ia mulai merasakan tubuhnya yang mulai lelah. Dia memang memiliki riwayat penyakit alergi dingin yang seringkali kambuh saat cuaca tidak tentu.     

Namun penyakit itu tidak pernah ia pikitkan denhan serius karena selama ini dia tidak pernah terganggu saat melakukan tugas. Hanya sesekali membutuhkan istirahat atau makanan dan minuman yang menghangatkan.     

Prajurit Salen menenggak Bruen untuk menghangatkan diri, sementara Nadio kembali berdiri dan berkeliling.     

Keduanya sempat saling hening, Nadio berjalan menuju taman.     

Dari balik tanaman yang rimbun, dia mendengar suara berisik seperti sesuatu atau mungkin seekor yang terjebak diantara belukar.     

Nadio sempat terkejut, namun dia sama sekali tidak takut untuk mengeceknya secara langsung.     

Dia melangkah maju semakin mendekati tanaman yang bergerak, lalu perlahan ia menarik pedangnya siap untuk menyabet apapun yang ada di hadapannya.     

Prajurit Salen yang melihat rekannya itu sama sekali tidak merasa bingung. karena merekapun sering mendapat kunjungan dari makhluk hutan yang mencuri hasil kebun yang sudah waktunya untuk panen.     

Salen hanya memperhatikan rekannya itu dsri kejauhan, namun sesuatu aneh terjadi setelah Prajurit Nadio nampak tersentak dan tiba-tiba terjatuh hingga kejang.     

Segera saja Prajurit Salen menghampiri rekannya itu. Nadio melotot dan meringik kesakitan, ia juga mengerang dan kedinginan.     

Salen semakin kebingunan. Ia mengecek seluruh tubuh rekannya yang nampak baik-baik saja. Ia juga mengecek 'sesuatu' yang mungkin menyerangnya dari balik semak dan tanaman di sekitar mereka.     

Salen mengitari tman kecil itu, dia tidak menemukan apapun. Dia juga telah siap dengan pedang di tangannya, namun sungguh tidak ada suatu apapun yang memungkinkan dapat menyebabkan prajurit Nadio seperti ini.     

"Ak … ark … egh!"     

Prajurit Nadio kesakitan, suaranya membuat siapapun yang mendenagr merasa aneh dan kebingungan. Salen hendak mengangkatnya namun rekannya it uterus menggeliat membuatnya kesulitan untuk memposisikan diri.     

"Prajurit Nadio! Apa yang terjadi …," ucap Salen yang semakin panic karena keadaan rekannya semakin parah.     

Peluh membasahi prajurit Nadio. Tak lama berselang, dua sosok pria bergegas menghampirinya, ia segera meminta bantuan.     

"Ketua, tolong dia. Kumohon …," pinta Salen pada Egara yang baru tiba bersama seorang pria asing berambut merah marun.     

"Apa yang terjadi? Kenapa dia seperti ini?" Ley menghampiri dan mengecek tubuh prajurit yang terus meringik itu.     

Panas tinggi, namun peluh membasahi seluruh tubuhnya. Prajurit itu terus mengerang namun ada saatnya dia seerti sedang kedinginan.     

"Kami berjaga seperti biasa, Ketua. Namun dia tiba-tiba terjatuh dan menjadi seperti ini. Aku tidak tahu, Ketua. Tapi dia terlihat sangat kesakitan," ujarnya lagi.     

Prajurit Nadio yang sedang sekarat itu menatap lekat Egara. Hal itu membuat Egara bingung dan segera memanggil pelayan melalui prajurit lainnya yang sedang berkeliling.     

Bagian kesehatan telah tidur, hanya tersisa beberapa perawat yang baru selesai menyelesaikan tugas yang mnumpuk.     

Egara dan Ley kembali meminta penjelsasan dari praurit Salen mengenai rekannya yang mendapat serangan penyakit aneh secara tiba-tiba.     

Seorang perawat memberikan obat penenang untuk prajurit Nadio. Perawat itu juga meminta kepada prajurit Salen, serta Egara dan Ley untuk membiarkannya istirahat dan akan memberikan kabar terbarunya lagi besok.     

Sibuk dengan pikirannya masing-masing. Ketiga pria itu masih berdiri di depan ruang kesehatan dalam diam.     

Ketiganya kompak untuk berbalik dan memekakan pendengaran mereka saat suara langkah kaki anggun dari putri Leidy terdengar dari arah belakang.     

Egara mematung beberapa saat, suara langkah ini sama persis dengan yang ia dengar sebelumnya. Hanya saja, kali ini dia jelas melihat tuan putri, dan begitupun dengan Ley juga prajurit Salen.     

Dari arah ruang sisit, tuan putri berjalan seorang diri menuju kamarnya yang memang harus melewati ruang kesehatan.     

Gaunnya yang panjang dengan bagian atas sedikit terbuka berwarna coklat, membuatnya tampak cantik walau lelah juga terlukis dari senyum lebarnya.     

Putri Leidy membawa lilin aromaterapi yang berukuran sedang, dia selalu dengan benda itu untuk mengusir kegelapan juga membuat ruangannya wangi.     

"Apa yang kalian lakukan disini?" Tanya putri Leidy pada ketiga pria yang sedari tadi mengamatinya berjalan.     

"Kami mengantar …,"     

"Menjenguk prajurit yang cidera, Putri." Egara menyela perkataan prajurit Salen yang hendak mengatakan kejujuran mengenai rekannya.     

"Emm, tapi sekarang sudah larut. Bukankah kalian juga membutuhkan istirahat," ujar putri dengan sangat ramah.     

"Suasana malam yang cerah dan sangat menyenangkan, sayang jika dilewatka begitu saja," kata Ley. Dia menunjukkan sikap hormatnya pada putri Leidy.     

Leidy tersenyum, dia sempat mengamati sosok Ley dari ujung kaki hingga ujung kepala. Untuk sejenak dia segera mengenali sosok tamu sekaligus rekan baik sang Raja itu.     

"Kau membutuhkan bantuan, Putri? Apa kau sedang melakukan sesuatu di ruang sisit?" tanya Egara.     

"Sama seperti kalian yang tidak ingin melewatkan malam begitu saja, aku memutuskan untuk menyisit kain dengan beberapa motif baru di sana. Karena aku sudah merasa lelah, kurasa besok akan kulanjutkan kembali," jawab Putri.     

Egara tersenyum kaku. Dia lalu kembali menawarkan diri untuk mendampingi putri Leidy menuju kamarnya.     

"Ah tidak jauh. Aku bisa sendiri," ujar putri. Dia lalu kembali menyunggingkan senyum dan meninggalkan tiga pria itu masih di depan ruang kesehatan.     

Ketiganya masih memandangi sosok putri Leidy dari belakang. Anggun, cantik, ramah, cerdas, santun. Semua sikap baik nampaknya ada di dalam diri wanita itu.     

Hanya satu sikap yang diketahui Ley yang membuatnya sediki menarik napas panjang jika mengingatnya, yaitu sikap angkuh yang merupakan sikap mendarah daging untuk seluruh pimpinan wilayah Barat.     

Kembali teringat dengan mimpinya, Egara memutuskan untuk mengikuti langkah putri Leidy dan mengamatinya dari kejauhan. Bukan curiga, dia hanya penasaran dan ingin tahu kenapa sosok wanita itu selalu muncul dalam mimpinya mengenai perpecahan pasukan Selatan.     

Perlahan Egara melangkah, sesekali wanita itu berhenti namun kembali melanjutkan langkahnya setelah memastikan kalau dirinya benar-benar aman.     

Lalu Egara berhenti. Dia berbalik dan berkeinginan untuk mengecek ruang sisit yang baru dikunjungi oleh putri Leidy. Namun dia segera menggeleng. Jika memang tuan putri memiliki sesuatu yang berhubungan dengan mimpinya, maka seharusnya dia dapat merasakan energy yang tidak biasa dari sosok wanita tersebut. Namun pada kenyataannya, dia menerima energy yang selalu bagus.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.