Raja Wedden Menghilang
Raja Wedden Menghilang
Perlahan Egara melangkah, sesekali wanita itu berhenti namun kembali melanjutkan langkahnya setelah memastikan kalau dirinya benar-benar aman.
Lalu Egara berhenti. Dia berbalik dan berkeinginan untuk mengecek ruang sisit yang baru dikunjungi oleh putri Leidy. Namun dia segera menggeleng. Jika memang tuan putri memiliki sesuatu yang berhubungan dengan mimpinya, maka seharusnya dia dapat merasakan energy yang tidak biasa dari sosok wanita tersebut. Namun pada kenyataannya, dia menerima energi yang selalu bagus.
Egara masih berada di belakang tuan putri beberapa meter, sangat jauh. Namun hal itu rupaya tetap diketahui oleh putri Leidy karena dia dapat merasakan energi Egara dari kejauhan.
Putri Leidy memperlambat langkahnya, sengaja agar langkah Egara terdengar olehnya. Detik berikutnya ia berbalik dengan tiba-tiba, membuat Egara segera berhenti dan mematung sesaat.
Pria berambut panjang coklat itu menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat, lalu dia benar-benar berbalik dan kembali menghampiri Ley dan prajurit Salen di depan ruang kesehatan yang sudah cukup jauh.
Putri Leidy tertawa samar. Dia merasa sikap Egara cukup lucu dan membuatnya menggeleng.
Salen, Ley dan Egara pergi ke sisi bangunan yang biasa digunakan untuk berlatih pedang. Egara telah mempersilahkan Ley untuk istirahat, namun pra dengan rambut merah marun itu memilih untuk berlatih pedang bersama dengan Egara.
"Aku sudah terlelap setelah makan malam," ujar Ley.
"Kau?" tanya Egara pada prajurit Salen yang juga berada di dekatnya.
"Aku masih bertugas, Ketua. Aku tidak dapat istirahat sekarang," jawabnya. Ia juga segera berpamitan dan kembali berjaga bersama rekannya yang lain.
Kembali hanya berdua, Egara dan Ley menjadi dekat dalam waktu singkat. Keduanya memiliki kecocokan saat membahas tentang pertarungan.
Egara penasaran dengan kemampuan Ley yang sempat ikut melatih pasukan Selatan. Begitupun dengan Ley yang juga penasaran dengan Egara yang menurut kabar ia masih terbiasa dengan kebiasaan brutal yang diajarkan pada masa kegelapan berkuasa.
Keduanya berlatih bertarung di malam yang menjelang pagi. Denting pedang terdengar, keduanya sungguh sangat professional dan saling mengagumi satu sama lain.
Ley seringkali dikejutkan dengan serangan kejutan dari Egara yang langsung mengarahkan ujung pedang pada lawan. Beruntung Ley memiliki reflek yang bagus sehingga dia dapat menghindar dan memberikan serangan balasan.
Rambut panjang Egara membuat sosok prajurit kepercayaan Raja Wedden nampak semakin menyeramkan dengan tatapan tajamnya.
Prok prok prok prok!!
Pangeran Ren, peri lembah bersaudara, dan Tao memberikan tepuk tangan saat Egara dan Ley memberikan serangan akhir yang sangat baik. Keduanya terengah dengan serangan bertubi dari masing-masing, namun tidak ada cidera sedikitpun.
"Ah kalian mendedikasikan malam untuk berlatih. Sungguh prajurit sejati," celetuk Hatt yang segera menghampiri Ley dan menepuk pelan bahunya.
Ley hanya menatap rekan-rekannya dengan napas yang belum teratur.
Sementara Egara mencoba untuk mengenali semua pria dari Utara itu. Dia mengingat beberapa wajah, namun tidak begitu mengenalinya. Sosok Pangeran cantik adalah yang paling mudah untuk diingat olehnya.
Tanpa mereka sadari, matahari sudah menampakkan cahaya oranyenya di sudut langit. Benar-benar tidak ada istirahat yang berarti, Egara merasa beruntung karena dia bertemu dengan Ley yang menemaninya menghabiskan malam dengan berlatih.
"Permisi. Apakah ada tuan Raja … disini?" Cane menghampiri kelompok pria yang sedang berbincang sembari celingukan.
Semua pria segera menoleh padanya dan menggeleng bersamaan.
"Kau tidak mencariku?" ujar Hatt yang hendak menghampiri Cane namun ditahan oleh Raseel.
"Ah baiklah. Kukira Raja disini karena kami tidak dapat menemukannya di kamar. Maka akan kucari di tempat lain. Permisi, maaf mengganggu kalian." Cane segera berpamitan.
"Tunggu! Katamu Raja tidak ada di kamar? Kau sudah mengecek seluruh ruangan khusu Raja?" ujar Ren menahan langkah panglima wanita itu.
Cane mengangguk. "Raja selalu minta untuk dibangunkan sebelum matahari terbit karena beliau ingin menikmati embun di puncak bukit. Tapi penjaga bilang beliau telah tidak ada di kamar."
"Mungkin Raja sudah di bukit?" ujar Raseel.
"Kuharap begitu, tapi kuda putih miliknya masih berada di kandang," kata Cane lagi.
"Kalian sudah pergi ke bukit? Bukankah dia dapat pergi dengan sihirnya?" Ley juga penasaran.
"Emm, dua prajurit sudah pergi untuk mengecek. Aku permisi … silahkan kalian lanjutkan kegiatan kalian." Cane kembali berpamitan.
Para pria menjadi saling diam. Mereka juga memikirkan dimana kiranya Raja Wedden pergi.
"Sejak kapan dia menyukai embun pagi?" gumam pangeran Ren yang rupanya juga menjadi hal yang dipikirkan oleh semua pria Utara.
"Embun pagi adalah air suci dari alam," sahut Egara. "Para Elf tidak pernah melewatkan momen untuk menikmati embun pagi setiap harinya. Karena itu akan meningkatkan kekuatan alami dalam diri mereka," imbuhnya.
"Ah begitu rupanya. Tapi siapa yang memberitahu dia mengenai hal ini? Bukankah dia telah tidak memiliki leluhur?" ucap Hatt.
Egara mengedikkan bahu. "Kekuatan alami, kurasa dia hanya mengikuti apa kata hatinya," ujarnya.
"Aku akan pergi ke bukit," ujar Egara tiba-tiba. Rupanya sejak tadi dia telah memikirkan hal ini hanya saja para pria Utara masih memikirkan 'embun pagi'.
"Aku juga," sahut pangeran Ren antusias.
"Aku akan mencari di lokasi lain di sekitaran kerajaan," ujar Raseel yang segera meraih lengan Hatt. Dia tidak ingin terpisah dari adik laki-lakinya yang bisa saja ceroboh itu.
"Baiklah … kami akan berjaga di kerajaan," kata Ley. Si kecil Tao segera mengangguk setuju, akrena diapun sedang tidak ingin pergi kemana-mana.
Hanya membutuhkan diskusi kecil, mereka segera berpencar dengan semua tujuan masing-masing.
Pangeran Ren dan Egara menunggangi kuda menuju bukit yang dimaksud oleh Cane. Kali ini Egara memimpin karena dialah yang mengetahui lokasi bukit yang biasa menjadi tempat Raja menikmati embun pagi.
Perjalanan yang cukup jauh namun juga menyenangkan. Pangeran Ren belum pernah pergi berburu sepagi ini, dia sangat menikmati hangat matahari disertai suara angin yang berhembus lirih.
"Apa bukit itu jauh?" tanya pangeran Ren.
"Tidak. Hanya medannya cukup sulit," uajr Egara. "Kau pandai berkuda, 'kan?" imbuhnya.
Pangeran Ren mengerutkan dahi, dia merasa sedikit diremehkan dengan pria berambut panjang coklat itu.
Detik selanjutnya, Egara memacu kudanya dengan kencang begitu juga dengan pangeran Ren yang mengiringi Egara dari jarak aman.
Seolah benar-benar hidup, pangeran Ren dikejutkan dengan pepohonan yang seolah menunduk memberikan hormat saat mereka melintas. Namun tidak lama setelah itu, ia kembali dikejutkan dengan burung-burung yang terbang berhamburan dengan berkoak nyaring.
"Sial!" umpat pangeran Ren segera memerintahkan kuda untuk lebih laju.
'Sesuatu' di dalam hutan itu mungkin ingin menyapa, namun pangeran Ren tidak ingin disibukkan dengan apapun untuk saat ini.
***