BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Ketenangan di Bukit



Ketenangan di Bukit

3Pangeran Ren dan Egara menunggangi kuda menuju bukit yang dimaksud oleh Cane. Kali ini Egara memimpin karena dialah yang mengetahui lokasi bukit yang biasa menjadi tempat Raja menikmati embun pagi.     

Perjalanan yang cukup jauh namun juga menyenangkan. Pangeran Ren belum pernah pergi berburu sepagi ini, dia sangat menikmati hangat matahari disertai suara angin yang berhembus lirih.     

"Apa bukit itu jauh?" tanya pangeran Ren.     

"Tidak. Hanya medannya cukup sulit," uajr Egara. "Kau pandai berkuda, 'kan?" imbuhnya.     

Pangeran Ren mengerutkan dahi, dia merasa sedikit diremehkan dengan pria berambut panjang coklat itu.     

Detik selanjutnya, Egara memacu kudanya dengan kencang begitu juga dengan pangeran Ren yang mengiringi Egara dari jarak aman.     

Seolah benar-benar hidup, pangeran Ren dikejutkan dengan pepohonan yang seolah menunduk memberikan hormat saat mereka melintas. Namun tidak lama setelah itu, ia kembali dikejutkan dengan burung-burung yang terbang berhamburan dengan berkoak nyaring.     

"Sial!" umpat pangeran Ren segera memerintahkan kuda untuk lebih laju.     

'Sesuatu' di dalam hutan itu mungkin ingin menyapa, namun pangeran Ren tidak ingin disibukkan dengan apapun untuk saat ini.     

Egara juga merasakan hal yang sama, dia menengok pangeran Ren yang melaju di belakangnya. Pangeran Utara itu Nampak baik-baik saja, diapun kembali fokus dengan jalanan yang ada di depannya.     

Pangeran Ren dan Egara bertemu dengan dua prajurit yang sebelumnya sempat disebut oleh Cane, mereka berdua berada di kaki bukit bersama dengan kuda mereka yang diikat dan makan rerumputan di sekitar.     

Kedua prajurit itu nampak tenang, Egara dan pangeran Ren segera turun dan menghampiri mereka.     

Seperti sudah mengetahui kalau disusul, kedua prajurit itu menyambut ketua mereka dan Pangeran RenUtara dengan tenang.     

"Apa yang kalian lakukan disini? Dimana Raja?" ujar Egara tanpa basa basi.     

"Beliau sedang tidak ingin diganggu," ujar salahs eorang prajurit. "Masih diatas, menikmati hangatnya cahaya mentari pagi," sambungnya.     

Pangeran Ren mengangkat kedua alisnya, dia merasa sikap Wedden terbilang unik jika dibandingkan dengan sebelum ia mengetahui apapun mengenai garis keturunan dan kekuatannya sebagai Elf.     

Tidak begitu tinggi, bukit tempat kesukaan Raja itu menghijau dengan bunga hutan yang bermekaran dengan indah.     

Egara menoleh pangeran Ren yang mengamati bukit. "Pangeran ingin naik?" tanyanya.     

Pangeran Ren mengangguk tanpa ragu, namun kedua prajurit nampak iba. Mereka diberi tugas untuk melarang siapapun yang hendak naik karena itu bisa saja akan mengganggu ketenangan Raja.     

Pangeran Ren mengetahui pandangan dari dua prajurit yang tidak nyaman, seperti hendak melarang namun juga hendak mempersilahkan.     

"Apakah Raja juga melarang seorang Pangeran Utara untuk menghampirinya?" ujar pangeran Ren.     

Kedua prajurit itu segera menundukkan kepala mereka dan mempersilahkan pangeran Ren untuk melanjutkan langkahnya.     

Ren membenarkan jubahnya, belum pernah sebelumnya ia menyombongkan gelarnya di hadapan warga wilayah lain sebelumnya.     

Melihat hal itu, Egara hanya menarik napas panjang. "Kalian tetaplah disini sesuai perintah Raja. Aku akan menemani pangeran Utara," uajrnya yang kemudian diiyakan oleh dua prajuritnya.     

Pangeran Ren dengan dipandu oleh Egara menaiki bukit yang benar-benar hijau dan nyaman. Hanya beberapa detik, pangeran Ren segera paham kenapa Wedden sangat menyukai tempat ini.     

Egara dan pangeran Ren tiba di puncak, namun mereka tidak menemukan siapapun disana. Hanya ada sebuah batu besar yang menurut Egara diatas batu itulah Raja Wedden biasa duduk untuk menatap matahari terbit.     

Pangeran Ren mendekat, dia menatap hamparan perkebunan di Selatan yang nampak dari atas. Udara yang sejuk dengan pemandangan yang menawan, sungguh hal yang akan membuat siapapun nyaman.     

"Berhenti!" teriak Egara saat pangeran Ren hendak melanjutkan langkahnya lebih dekat dengan batu besar.     

Hal itu tetu saja membuat Ren terkejut.     

Egara juga memberikan isyarat untuk tetap diam di tempat. Ia memekakan pendengarannya, ada sesuatu yang membuatnya merasa kalau mereka tidak hanya berdua.     

"Ada apa?" tanya pangeran Ren penasaran.     

"Aku tidak yakin, namun kurasa kita tidak sendiri." Egara mengedarkan pandangannya ke sekitar.     

Sempat hening untuk beberapa saat.     

"Aahh rupanya aku masih mudah untuk ditemukan."     

Egara dan pangeran Ren terkesiap, dan segera saja siap untuk menyerang sosok yang tiba-tiba muncul diatas batu besar.     

Raja Wedden sedang merapikan jubah yang baru saja ia kenakan. Kedua pria berambut panjang itu segera mehala napas panjang, cukup kesal dengan 'kejutan' dari sang Raja.     

"Kau hebat, Egara. Energimu cukup kuat hingga dapat mendeteksi keberadaanku," ujar Raja Wedden yang segera turun dari batu dan menghampiri prajuritnya itu.     

"Energimu terlalu kuat, Raja. Kurasa semua orang dapat mendeteksimu," ujarnya. Namun dia menjadi canggun setelah pengeran Ren menatapnya.     

"Maksudku … semua orang yang masih memiliki darah peri atau elf yang kental," ucap Egara merevisi kalimatnya.     

"Kau, tidak dapat mendeteksiku?" Raja Wedden menghampiri pangeran Ren yang telah kembali mengedarkan pandangan ke hamparan hijau perkebunan Selatan.     

"Aku hanya akan mendengar suara berisikmu, namun tidak dengan energimu." Pangeran Ren sama sekali tidak mengalihkan padangannya.     

Raja Wedden tertawa kecil.     

"Kenapa kau menghilang?" tanya Ren tanpa basa basi.     

"Kurasa kata 'menghilang' terlalu kasar untukku. Aku hanya pergi tanpa berpamitan dan tidak menunggangi kuda putihku," jawab Raja Wedden.     

Pangeran Ren memandangi rekannya itu.     

Raja Wedden lalu kembali duduk di bebatuan, dia juga mempersilahkan kedua pria yang menyusulnya dengan menghidagkan buah berry ungu dengan sihirnya.     

Pangeran Ren masih belum biasa melihat pria keriting itu dengan sihirnya, dia hanya menarik napas panjang dan mengangguk samar. Memahami posisi Wedden yang tidak lagi sekedar pria desa, namun Raja Wilayah Selatan.     

"Aku merasa tidak nyaman di rumahku sendiri," kata Raja Wedden memulai kalimatnya. Egara dan Pangeran Ren menyimak.     

"Tadi malam, Kerajaan terasa sangat sepi seolah semuanya amti dan tidak ada suara apapun. Aku tidak nyaman dengan hal itu. Aku berusaha kembali membuat suasana nyaman dengan sihirku, namun ketidaknyamanan itu berasal dari luar. Saat kusadari malam sudah akan menjelang pagi, aku memutuskan untuk pergi dan kembali menemukan kenyaman untuk membangkitkan energiku."     

Pangeran Ren hanya mengangguk samar.     

"Apakah Raja tahu mengenai prajurit yang mendadak sakit di halaman depan?" ujar Egara tiba-tiba.     

Raja Wedden dan pangeran Ren ganti menyimak pria berambut panang coklat itu.     

Egara mengisahkan mengenai keadian yang dialami oleh prajurit Nadio yang ia saksikan bersama dengan Ley.     

"Mungkinkah itu gangguan dari luar? Energi jahat?" ujar pangeran Ren.     

Egara menggeleng. "Sama sekali tidak jelas. Jika prajurit Nadio telah sadar, kukra kita akan mendapatkan penjelasan yang sangat membantu."     

Raja Wedden menarik napas panjang. "Ada hal lain yang teradi?" tanyanya.     

Egara seketika teringat dengan mimpinya, juga sosok putri Leidy yang terlihat berbeda di pandangannya. Namun dia memilih untuk menggeleng, menyatakan kalau tidak ada keanehan apapun.     

"Hanya suasana yang benar-benar sepi, Tuan. Aku dan Ley bahkan menghabiskan wktu dengan berlatih pedang," jawabnya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.