Tamu dari Utara
Tamu dari Utara
"Ayah bahkan mengabaikan kalimatnya. Apa dia sungguh tidak punya malu?" gerutunya. Ia melihat Hatt masih menginginkan interaksi yang baik antara dirinya dan Cane.
"Dia malu," ujar seseorang yang tiba-tiba mengejutkan Corea dari arah belakang. Rupanya itu adalah Pangeran Ren yang kali ini mengikat tinggi rambut merah mudanya.
"Dia hanya tidak ingin menyerah untuk sesutu yang sangat dia inginkan," sambung pangeran cantik itu.
"Ah dia memang aneh," ujar Corea lagi.
Hening sejenak. Semilir angin senja menyapa Corea dan Pangeran Ren.
"Kakimu baik-baik saja?" tanya Ren.
"Emm, sama sekali tidak sakit sejak lama."
"Syukurlah," ucap Ren.
Corea menatap pangeran tampan itu. "Kau mengkhawatirkanku? Oh ya ampun merinding sekali." Corea menggidik.
"AKu mengkahwatirkan Wedden. Dia akan sangat kerepotan jika penjaga pribadinya tidak dapat bekerja dengan baik."
"Penjaga pribadi? Maksudmu? Aku?" Corea mengernyitkan dahi. "Hey aku adalah penasehat Kerajaan!"
"Begitukah? Kukira itu adalah jabatan putri Leidy," ujar Ren berekspresi datar.
Corea terdiam, untuk sesaat dia melupakan sosok putri Barwest itu karena sudah sangat lama tidak bertemu.
"Dia bukan penasehat, dia menduduki posisi Ratu sementara. Kurang lebihnya begitu," ujar Corea dengan suara terdengar malas.
"Kau mendukung dia menjadi Ratu?" tanya Ren.
"Kenapa kau bertanya seperti ini?"
"Eh? Tidak. Hanya pertanyaan acak yang kupikirkan," ujar Ren segera mengalihkan pandangannya ke area latihan.
"Aku harus mengakui kalau putri Leidy sangat berpotensi dan diapun memiliki pendidikan untuk menjadi Ratu sejak kecil. Kurasa dia cocok dengan posisi itu. Mengenai setuju atau tidak, jika Wedden menginginkannya, maka kita tidak bisa untuk tidak setuju. Benar, 'kan?"
Ren diam menyimak.
"Tapi aku setuju. Sungguh. Dia putri yang baik dan sangat keren," tambah Corea memperbaiki kalimatnya yang masih aneh.
Ren menahan tawanya, dia hanya mengangguk pelan sebagai respon.
Mengingat kalau keluarga Barwest tidak berterimakasih atas apa yang dilakukan Corea untuk membantu putri Leidy, Ren menebak kalau Corea masih tidak nyaman dan canggung dengan sosok wanita itu.
.
.
Malam sudah semakin larut. Makan malam telah disiapkan oleh pelayan, hidangan istimewa untuk tamu istimewa.
Semua orang menikmati makan malam sembari berbincang mengenai banyak hal. Tamu yang berkunjung kali ini adalah rekan perjalanan Wedden dahulu.
Pangeran Ren bersama lima pengawal, Hatt dan Raseel, juga Ley dan si bocah Tao yang semakin tinggi.
Ley dan Tao bercerita mengenai desa mereka yang menjadi tentram setelah kegelapan menghilang. Namun mereka juga mengatakan kalau kekurangan aktivitas karena hanya berkebun dan mengurus keledai.
"Dahulu kami sering bertarung melawan gnome yang menyerang saat kami berburu. Adapula gerombolan makhluk aneh yang menyerang perkebunan. Itu sangat seru. Tapi sekarang tidak ada apapun. Kami hanya bertarung sebagai latihan," celoteh Tao yang membuat semua orang tertawa.
Memang benar apa yang bocah itu katakan, namun itulah kedamaian yang diharapkan oleh orang-orang dewasa lain yang kehidupannya bergantung pada alam.
"Raja Wedden. Bisakah kau turunkan hujan secara rutin beserta petirnya saat tengah malam? Aku ingin mendengar itu lagi sebagai pengantar tidur."
"Ah bocah ini …," gumam Corea kesal.
"Ah kurasa hujan sudah turun dengan rutin sekarang. Jadi tidak perlu lagi," sahut Wedden.
Tao masih mengatakan sesuatu sambil mengunyah makanan. Tidak begitu jelas sehingga tidak begitu ditanggapi oleh orang lainnya.
Sempat hening untuk beberapa saat. Mereka dikejutkan dengan angin kencang yang tiba-tiba berhembus menggoyangkan tanaman di luar bangunan kerajaan yang jelas terlihat dari jendela.
Seketika Egara teringat akan mimpinya. Namun kali ini hanya angina tanpa hujan dan petir. Belum sempat ia meminta pelayan untuk menutup semua jendela dan pintu, dia kembali dikejutkan dengan kedatangan tuan Putri Leidy yang terengah dari pintu utama.
"Ada apa?" tanya Wedden spontan berdiri dan menghampiri wanita berambut coklat itu.
"Maafkan aku mengejutkan kalian. Aku merasa dikejar oleh badai, aku memacu kencang kuda dan bergegas turun dan berlari masuk. Huhh …" jawabnya masih dengan napasnya yang tersengal.
Cane memberikan segelas air untuk putri Leidy.
"Kau seorang diri? Dimana pengawalmu?" tanya Wedden. Jelas sekali raja Northan itu khawatir.
"Aku … melarikan diri."
Hening.
"Maksudku, aku seorang diri dan hanya seorang pelayan yang mengetahui kepergianku," ujar putri Leidy lagi.
"Istirahatlah dulu, Putri. Apa kau sudah makan malam?" Cane menepuk pelan bahu Putri Leidy.
"Aku tidak menikmati makan malamku," sahutnya.
Segera saja semua orang mempersilahkan wanita itu untuk bergabung di meja makan.
Egara bergeming. Ingatannya mengenai mimpinya kembali lagi muncul. Sangat acak, namun dia merasakan energy yang sama. Detik berikutnya ia menyadari kalau angin kencang telah berhenti berhembus dan suasana malam kembali tenang.
"Raja, ah aku tidak tahu apakah membahas ini sekarang akan baik atau tidak. Tapi aku tidak bisa menundanya," ucap putri Leidy membuat semua orang menyimak.
"Ada apa?" ujar Wedden menanggapi.
"Bisakah aku tinggal disini saja? Maksudku selamanya. Aku tidak menyukai suasana di rumah," ucap Leidy dengan suara rendah.
"Kurasa Raddone akan segera menikah. Aku hanya khawatir tidak akan cocok dengan wanita itu. Lagipula, aku memiliki banyak pekerjaan di Kerajaan ini."
Kalimat Leidy itu berhasil mengejutkan semua orang, terutama Corea yang hingga tersedak setelah mendengarnya.
Spontan, Ren dan Raseel memberikan air pada Corea secara bersamaan. Corea yang berada ditengah kedua pria itu sedikit bingung sesaat, lalu mengambil gelas milik Raseel dan segera meminumnya hingga habis.
Raseel melirik Ren, pangeran Soutra itu segera mengalihkan pandangannya.
"Maksudmu … Raja Raddone sudah memiliki calon Ratu untuk Kerajaan Barwest?" tanya Ley ingin memperjelas.
"Hebat juga dia. Baru dinobatkan menjadi Raja sudah memiliki Ratu," gumam Hatt seraya mengunyah makanannya.
"Dia baru kembali dari kunjungan Kerajaan ke beberapa daerah. Dia pulang dengan membawa wanita yang dia sebut akan menjadi Ratu. Huhh aku bahkan belum mengenal wanita itu. Sulit sekali diterima," ujar Leidy lesu. Dia kesal namun tidak dapat menegekspresikannya dengan baik.
"Kurasa tidak masalah kau tinggal disini. Benar kan Raja Wedden? Kau juga mengijinkan Corea dan Cane disini." Raseel ikut bicara.
"Benar. Aku tidak pernah melarang siapapun untuk tinggal di Kerajaanku. Aku menerimanya dengan baik. Bahkan Pangeran yang sebentar lagi menjadi Raja, aku tetap mengijinkannya tinggal jika dia mau." Wedden sedikit melirik Ren.
Pangeran Soutra berpura tidak mendengar, hanya meneguk minuman dan melanjutkan makan malamnya.
Putri Leidy tersenyum lebar. "Terimakasih banyak, Raja. Aku beruntung mengenalmu," ucapnya lembut.
Wedden mengangguk.
Ren mendengar Corea berdecak tidak suka dengan sikap putri Barwest itu. Berbeda dengan Cane yang sejak awal selalu tersenyum dan ikut mengangguk saat Raja Wedden mengijinkan Putri Leidy tinggal.
***