BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Perjalanan Baru



Perjalanan Baru

2Wite dan Mod menunggangi kuda dengan lambat, mereka membiarkan Ketua baru mereka, Dayi, dibelakang dengan nyaman. Terasa canggung, padahal mereka semua sudah saling mengenal sejak lama. Mereka juga mendapatkan pendidikan perang di waktu yang sama hanya saja pembagian tugas setelahnya yang berbeda.     

Sejak awal, Dayi memang dikenal sebagai sosok yang angkuh dan kejam. Dia juga dekat dengan keluarga Raja, sama dengan Logne. Dayi seringkali memanggil Raja Gael hanya dengan namanya, sementara Logne, dia selalu memanggilnya dengan sebutan Raja.     

Beberapa prajurit sering mengeluhkan sikap Dayi, namun tidak sedikit pula yang memuji keahlian bertarungnya.     

Terakhir yang pernah didengar oleh Wite dan Mod adalah saat mereka di Selatan. Menurut salah seorang prajuritnya, Dayi selalu meneriaki prajurit untuk terus melawan apapun kondisi mereka dengan mengatakan kalau mereka harus membunuh diri mereka sendiri jika sampai pulang dengan keadaan kalah.     

Bukan hal aneh jika seorang ketua pasukan menyebutkan mengenai kemenangan, hanya saja pra prajurit menyebutkan kalau Dayi sama sekali tidak memiliki perasaan baik dan tidak memikirkan tentang prajurit sama sekali, hanya kemenangan dan Kerajaan.     

Sebagian prajurit menyebutkan kalau Dayi bersikap demikian karena dirinyapun masih tetap bertarung walau kakinya pincang dan kepala yang berlumur darah.     

Saat kembali ke Timur, setelah perang Selatan, Dayi sempat sakit karena keadaan tubuhnya yang sudah tidak baik-baik saja. Namun dia kembali sehat dan dapat kembali memimpin dengan lencana istimewa dari Raja Gael.     

Wite dan Mod menghentikan kuda mereka. Keduanya menunggu Dayi yang sangat lambat.     

"Kau begitu beratnya meninggalkan Kerajaan? Kukira kau adalah prajurit terbaik!" teriak Wite dari kejauhan.     

Dayi hanya menatap pria itu. Dia memang belum siap, dia juga mengkhawatirkan banyak hal mengenai Raja Gael yang kini hanya akan bersama Logne mengurus kerajaan.     

"Butuh istirahat, Ketua?" tanya Mod ramah.     

Dayi mengangguk, "Airku habis," ucapnya. Sama sekali tidak terlihat seperti Dayi yang kejam seperti biasanya.     

Saat mereka bertemu dengan air genangan yang merupakan pertemuan dari beberapa aliran kecil mata air di sisi hutan yang mereka lalui. Mereka berhenti untuk istirahat sejenak.     

Dayi nampak melepas pakaiannya. Hal itu membuat Wite mengerutkan dahinya, dia menatap Mod dengan bergumam. Jika sampai Ketua barunya itu berendam, maka perjalanan mereka akan menjadi sangat lama, itulah yang ada dipikiran Wite.     

Mod diam, dia meminta Wite untuk tenang dan hanya menunggu apa kiranya yang akan dilakukan Dayi di tempat itu.     

Setelah Dayi melepas pakaian bagian atas, Wite dan Mod terkejut dengan bekas luka bakar yang nyaris di seluruh bagian punggung hingga pinggang dan perut. Dayi mengambil air dengan kain yang dia ikatkan pada bagian pinggang lalu mengusapkannya pada seluruh tubuhnya secara merata.     

Merasa diperhatikan oleh Wite dan Mod, Dayi segera menoleh pada ekdua prajurit itu dan membuat suasana menjadi canggung seketika.     

"Lukamu … sejak kapan kau memiliki itu?" tanya Mod yang mewakili rasa penasaran Wite.     

"Balita," jawab Dayi singkat dan segera kembali memasang pakaiannya.     

"Apa masih sakit? Hingga kau harus membasahinya?" tanya Mod polos.     

"Aku hanya merasa gerah," jawab Dayi lagi.     

"Itu pertarungan?" tanya Wite yang juga penasaran dengan penyebab luka yang memenuhi tubuh Dayi.     

Dayi mengangguk. "Pertarungan dua bocah yang sama-sama bodoh," sahutnya.     

Wite dan Mod mengerutkan dahi.     

"Aku dan Gael belajar bertarung dengan pedang kayu, namun kami sangat bersemangat hingga entah bagaimana sebuah obor tertabrak kami dan membuat tempat kami berlatih terbakar hebat. Pertolongan datang terlambat, beruntung kami selamat." Dayi menjelaskan.     

Wite dan Mod diam sejenak.     

"Kau dan Raja Gael?" ucap Wite yang tidak dapat menutupi rasa penasarannya.     

Dayi yang semula hendak minum, terdiam mematung sesaat. Dia baru tersadar kalau dia baru menceritakan mengenai masa kecilnya kepada orang lain untuk pertama kalinya.     

"Ah apa aku menyebutkan dia?" ujar Dayi berusaha mengalihkan topic.     

Namun Wite dan Mod tidak merespon, keduanya menjadi semakin penasaran dengan Dayi yang sebenarnya.     

"Ah ayo kita lanjutkan perjalanan." Dayi segera berdiri dan sedikit merenggangkan otot lelahnya. "Kalian tidak ingin minum?" tanyaya, namun kedua prajurit itu menggeleng seirama.     

"Bisakah kau menjawab beberapa pertanyaan kami terlebihdulu sebelum melanjutkan perjalanan?" ujar Wite.     

"Aku tidak memiliki jawabannya," sahut Dayi kethus.     

Hal itu membuat Wite dan Mod saling pandang. Dia harus memahami karakter Ketua mereka yang baru.     

Hari yang sudah semakin larut harus mereka lalui di perjalanan. Keterlambatan persiapan untuk penobatan Dayi adalah penyebab dari keterlambatan keberangkatan mereka dari Kerajaan.     

Pelayan tidak dapat menemukan air suci karena alasan yang tidak masuk akal, mereka mengatakan kalau mata air suci kering dan tidak mengeluarkan air hingga beberapa jam. Lalu mereka menunggu dan hanya berhasil mendapatkan sedikit. Akhirnya dengan air suci yang hanya cukup untuk membasuh wajah itu, Dayi dinobatkan oleh Raja Gael sebagai Ketua Pasukan perbatasan yang baru sebagai pengganti Nig.     

Ketiga pria itu memacu kuda mereka kencang menembus angin malam yang dingin merasuk ke seluruh tubuh mereka. Rombongan gnome hutan juga menghambat perjalanan mereka.     

Gnome hutan itu sedang melintasi jalanan yang hendak mereka lewati dengan berbaris padat.     

Dahulu saat para gnome masih menjadi anak buah Kegelapan, Nig tidak segan untuk menyerang pasukan yang mengganggunya. Namun setelah kegelapan menghilang, pasukan perbatasan memilih untuk menunggu hingga barisan itu berakhir, baru mereka lewat.     

Dayi mulai merasakan lelah di seluruh tubuhnya. Dia tidak dapat lagi menunggu lebih lama. Dia lalu memutuskan untuk mendekati barisan gnome dengan perlahan dan menemui pemimpin pasukan.     

"Permisi! Ah bisakah kalian memberikan kami sedikit jalan? Aku membenci dihalangi seperti ini!" ujar Dayi nyaring. Jelas sekali dia membantak pemimpin gnome itu.     

Detik berikutnya, Dayi lalu berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh Wite dan Mod.     

"Kama lew sebt. Bis ak ahka lian member jal?" kurang lebihnya begitu yang didengar oleh WIte dan Mod.     

Nampak bercakap untuk beberapa waktu, lalu pasukan ajaib itu memisahkan dari, membuka jalan untuk dilalui tiga pria berkuda itu.     

Dayi lalu menarik pedangnya dan melambaikan senjata itu pada pemimpin gnome dengan berteriak ucapan terimakasih.     

"Kau bisa berbicara bahasa gnome?" Wite dan Mod mendadak menjadi anak-anak yang dipenuhi rasa ingin tahu. Baru beberapa saat bersama dengan Dayi, mereka sudah dibuat penasaran dengan banyak hal.     

"Emm," sahut Dayi singkat. Dia segera memasukkan kembali pedang dan memacu kudanya kencang.     

Perjalanan panjang yang sangat melelahkan sekaligus seru untuk Dayi. Dia yang sebelumnya selalu disibukkan dengan urusan Kerajaan, kini harus bertemu denagn pepohonan tua setiap harinya. Membuat senjata dengan peralatan seadanya, berhadapan dengan banyak makhluk yang sebelumnya hanya dia jumpai sesekali.     

Dayi mehelakan napas panjang, saat mereka tiba di sebuah tempat yang disebut oleh dua rekannya sebagai 'perkampungan kami'.     

"Terlalu jauh dengan Kerajaan. Kuharap bocah itu tidak melakukan hal ceroboh lagi," ucapnya lirih.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.