Kerajaan Northan dan Sihir Wedden
Kerajaan Northan dan Sihir Wedden
Tidak mengenakan mahkota juga jubbah kebesarannya, Raja Northan, Wedden Arragegs Rapherson menggerakkan bebatuan, lalu menumbuhkan tanaman , lalu mematikannya. Dia melakukannya berulang, lalu setelahnya menuliskan pada lembar bukunya.
Raja Northan sedang menuliskan mantra yang ia gunakan untuk melakukan sihir, namun sayangnya dia selalu gagal.
Seperti yang dikatakan oleh naga pada mimpinya, mantra sihir yang ia butuhkan adalah dirinya sendiri. Dia dapat melakukan apapun sesuati dengan isi kepalanya, dan hanya dengan jentikkan jari hal itu akan terjadi.
Wedden masih penasaran dengan asal usulnya yang sesungguhnya. Namun dia selalu gagal untuk kembali tidur dan bermimpi bertemu dengan naga leluhurnya. Sejak ia dinobatkan menjadi Raja, dia hanya mengandalkan dirinya sendiri dan keyakinan seperti yang dikatakan oleh naga, tanpa ia mengetahui sesungguhnya darimana ia dapat memiliki kekuatan itu.
Berulang dia berpikir mengenai mendiang Raja Audore Barwest yang juga memiliki ilmu sihir. Raja Audore mempelajari ilmu itu, sehingga meskipun dia bukan keturunan Raja Elf sekalipun dia masih bisa menggunakan sihir. Hanya saja, kekuatannya tidak sekuat yang dimiliki oleh Wedden.
Raddone dan Leiddy tidak mempelajari ilmu sihir sehingga mereka tidak dapat mengikuti jejak sang ayah, dan anehnya kekuatan yang dipelajari oleh Raja Audore tidak terwariskan secara alami padahal beliau mempelajarinya sejak belia.
"Kau membutuhkan cemilan?" Corea menghampiri Wedden dengan membawa kue kering dan jus berry hijau yang menyegarkan.
"Emm letakkan di meja saja," respon Wedden. Dia masih praktek sihir sederhana seraya menuliskan sesuatu.
"Kau mengalami kesulitan? Kulihat kau hanya melakukan dua hal itu sejak tadi," ujar Corea.
"Aku tidak menggunakan mantra, jadi aku tidak tahu apa yang akan kutulis." Wedden mehala napas panjang.
"Kau memerlukan mantra? Untuk apa?" tanya Corea yang membingungkan Wedden. "Bukankah kau belajar sihir angina peri lembah tanpa mengucapkan mantra juga?" sambungnya.
"Iya. Tapi apa yang harus kutuliskan dan kuwariskan kepada orang-orang kelak."
"Orang-orang? Kau ingin mewariskan kekuatan leluhur pada orang-orang?"
"Ah maksudku … pada anakku. Tapi aku tidak berpikir untuk memiliki anak, jadi … kurasa tidak apa jika kuwariskan pada orang-orang." Wedden menghampiri Corea, ia menyeruput jus dan memakan sepotong kue kering.
"Enak," puji Wedden setelah mengunyah kue.
"Tentu. Cane pandai membuat kue," sahut Corea.
"Cane? Kukira kau …."
Corea menyeringai. "Biarkan aku mengecek bukumu, Tuan."
Wedden segera menyerahkan buku yang penuh goresan tinta yang berantakan. Peri wanita itu mencermati per garis dari goresan itu. Tulisan yang tidak begitu jelas, ia lalu mencoba untuk mempraktekkannya.
Gagal.
"Em, kurasa kau harus menuliskan prosesnya saja. Proses agar kau menjadi focus dan mencapai titik maksimal untuk energy yang kemudian dapat terealisasi dalam bentuk kekuatan. Ini sulit, tapi cobalah untuk menuliskan apa yang kau lakukan dengan detail." Corea mencoba memahami situasi.
"Persis seperti saat kau belajar sihir kami," tambah Corea.
Wedden mencoba memulai dari awal. Saat ia mengumpulkan energy dan focus. Namun pendengarannya menangkap suara tapal kuda yang cukup mengganggu di kejauhan.
Wedden memiringkan kepalanya mencoba menebak arah dari pasukan kuda itu.
"Ah aku akan menundanya," ujar Wedden segera kembali duduk. "Bisakah kau beritahu pelayan untuk menyiapkan lima kamar tamu?"
"Eh? Lima tamu?" Corea menoleh kanan dan kiri, hanya ada mereka berdua. "Siapa?" tanyanya.
"Pasukan dari Utara. Mereka akan bermalam, kita perlu memberikan mereka pelayanan yang baik."
"Ah begitu … baiklah." Corea sedikit cemberut. Sudah cukup lama dia tidak direpotkan karena tamu.
"Raja, katamu pasukan dari Utara? Apa Hatt dan Raseel ada diantara mereka?" Corea menunda langkahnya.
Wedden yang sedang meminum jusnya hanya mengangguk pelan.
Corea segera mehela napas lega. Sudah cukup lama ia tidak bertemu dengan dua saudara laki-lakinya itu, diapun merasa bersalah karena memilih untuk menemani Cane dan mendampingi Wedden di Kerajaan Northan.
Di halaman belakang, Cane masih berlatih perang dengan prajurit wanita. Mereka juga sesekali mengundang prajurit pria untuk mengetes kemampuan mereka.
Pedang adalah yang paling sering digunakan, namun tidak melupakan jati dirinya sebagai peri, Cane juga menggunakan panah. Sehingga prajurit Selatan dapat menggunakan banyak senjata saat bertarung.
Peluh membasahi sebagian dari tubuh para prajurit yang berlatih. Sebagian lagi ada yang terluka dan harus mendapat perawatan khusus.
Egara, dialah penyebab dari prajurit yang cidera. Namun kali ini bukan sesuatu yang mengerikan, karena ini kesalahan yang murni diakibatkan karena prajurit itu sendiri. Prajurit wanita kurang berhati-hati saat menggunakan pedang, saat ia menyerang dan Egara mengelak dengan serangan balik, wanita itu justru terluka karena senjatanya sendiri.
Saat mereka hendak menyudahi latihan, seorang pria yang baru saja turun dari kuda langsung menuju area berlatih dan menantang ketua pasukan wanita untuk bertarung.
"Bertarunglah denganku, Ketua Cane. Aku sudah lama sekali tidak menggunakan pedangku sebagai senjata." Hatt bersiap dengan pedang panjangnya nan berkilau.
Egara segera mundur. Dia tidak ingin terlibat kali ini, karena dia sempat mendengar kabar burung mengenai hubungan antara Cane dan peri lembah itu di masa lalu.
Cane tidak menolak, karena seluruh prajurit masih menyaksikannya. Akan sangat aneh jika dia menolak, akan terkesan lemah. Begitu yang Cane pikirkan.
Bergabung dengan prajurit lainnya, Egara menonton pertunjukkan yang menarik.
Hatt membiarkan Cane menyerang terlebih dulu. Denting pedang terdengar nyaring. Tidak hanya para prajurit, pertarungan itu juga menarik perhatian dari Corea yang semula hendak memanggil Cane dan pasukannya untuk istirahat.
Corea hanya menarik napas panjang. Dia mengumpat pada Hatt yang sangat menyebalkan.
"Ayah bahkan mengabaikan kalimatnya. Apa dia sungguh tidak punya malu?" gerutunya. Ia melihat Hatt masih menginginkan interaksi yang baik antara dirinya dan Cane.
"Dia malu," ujar seseorang yang tiba-tiba mengejutkan Corea dari arah belakang. Rupanya itu adalah Pangeran Ren yang kali ini mengikat tinggi rambut merah mudanya.
"Dia hanya tidak ingin menyerah untuk sesutu yang sangat dia inginkan," sambung pangeran cantik itu.
"Ah dia memang aneh," ujar Corea lagi.
Hening sejenak. Semilir angin senja menyapa Corea dan Pangeran Ren.
"Kakimu baik-baik saja?" tanya Ren.
"Emm, sama sekali tidak sakit sejak lama."
"Syukurlah," ucap Ren.
Corea menatap pangeran tampan itu. "Kau mengkhawatirkanku? Oh ya ampun merinding sekali." Corea menggidik.
"AKu mengkahwatirkan Wedden. Dia akan sangat kerepotan jika penjaga pribadinya tidak dapat bekerja dengan baik."
"Penjaga pribadi? Maksudmu? Aku?" Corea mengernyitkan dahi. "Hey aku adalah penasehat Kerajaan!"
"Begitukah? Kukira itu adalah jabatan putri Leidy," ujar Ren berekspresi datar.
Corea terdiam, untuk sesaat dia melupakan sosok putri Barwest itu karena sudah sangat lama tidak bertemu.
***