BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Perkebunan Kopi



Perkebunan Kopi

2Matahar pagi menyapa dengan menyelinap masuk ke kamar tempat Pangeran Soutra terlelap. Suara bising dari lantai bawah berhasil membangunkan Pangeran dengan rambut panjang merah mudanya itu. Segera saja dia terbangun dan mengusap kasar wajahnya.     

Dia mendengar suara ketiga pelayan penginapan sedang saling berdebat dan sesekali bergurau. Dia juga mendengar ada suara beberapa prajuritnya. Semua hal itu membuatnya tersadar kalau dia bangun terlambat.     

Dirabanya bagian leher yang masih diperban, namun dia tidak lagi merasakan nyeri seperhi hari-hari sebelumnya.     

Kata Tabib, jika beruntung maka racun pada Sumpit itu akan hilang setelah beberapa hari selama Pangeran makan sesuai aturan dan terus memberkan obat pada lukanya.     

Pangeran Ren mencoba untuk mengeluarkan suara. Mengucapkan satu, dua, lalu tiga kata. Lalu dia berdeham sebentar dan kembali mencoba untuk mengucapkan banyak kata.     

"A aku akan bekerja dengan baik hari ini," ucapnya pada dirinya sendiri.     

Senyum lebar segera terlukis di wajahnya, merasa senang sekaligus lega karena dia tidak lagi membutuhkan juru bicara. Suaranya telah kembali dengan normal dan jelas.     

Bergegas ia keluar dari kamar dan ingin menyapa semua orang dengan suaranya yang telah kembali. Namun baru di depan pintu kamar, dia sudah dikejutkan dengan sosok Diya yang sedang membawa baki berisi bubur dan berbagai macam buah. Wanita itu siap untuk mengetuk namun dia segera mematung setelah bertatap dengan Pangeran yang hendak keluar.     

"Ah Pangeran sudah bangun rupanya. Ini … maafkan aku. Aku terlambat membawakan makanan untukmu." Diya menyerahkan baki itu dengan menundukkan kepalanya.     

Ren merasa aneh dengan sikap Diya yang sebelumnya selalu terlihat ceria juga menyebalkan. Ingin dia bertanya, namun wanita itu segera berpamitan untuk kembali turun.     

Pangeran Ren memegangi baki itu dengan keadaan bingung. Dia hanya mengangkat kedua alisnya lalu turun mengikuti langkah prajurit wanitanya dari kejauhan.     

Diya kembali menghampiri Tsania, entah apa yang mereka bicarakan, namun Pangeran Ren tida ingin mengetahuinya. Pangeran berjalan menuju tiga pelayan yang sedang sibuk di halaman belakang.     

Sambil membawa bakinya, ia lalu duduk di sebuah kursi di dekat ketiga pria itu bekerja. Beberapa prajurit juga membantu Keff untuk menaikkan kembali sisa kayu untuk atap yang masih dapat dimanfaatkan. Sementara Laver dan Landa memperbaiki sisi yang lainnya.     

Keff hanya menoleh Pangeran yang sedang menyantap sarapannya. Pria cantik itu nampak memikirkan sesuatu, pandangannya kosong lurus kedepan dengan pergerakan yang sangat lambat.     

.     

.     

Keff menjadi pemandu jalan pasukan Kerajaan menuju area perkebunan kopi di desa Vitran. Dia membawa Pangeran dengan rombongan menuju tempat Kepala Desa yang berjarak cukup jauh dari penginapan.     

Belum ada satupun orang yang telah mengetahui kalau Pangeran Ren telah dapat bicara seperti sedia kala. Hanya Pangeran seorang, dia bahkan telah mengecek kalau di lehernya sudah tidak ada luka, hanya sisa seperti titik hitam yang tidak lagi nyeri walau ditekan sekalipun.     

Diya mengiringi agak jauh, Kefflah yang berada disamping Pangeran. Wanita itu sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya. Sudah terlihat cerah walau belum menunjukkan sikap ceria seperti sebelum-sebelumnya.     

Pangeran semula melarangnya untuk ikut karena keadaannya, namun Diya tetap akan mendampingi karena itulah janji yang ia katakana pada tuan Raja Soutra yang harus ditepat.     

Melalui Eveno, Pangeran mengatakan pada Diya untuk tetap berada di barisan dan jangan pernah berhenti tanpa sepengetahuan Pangeran. Pangeran juga melarang Diya untuk terlalu lelah, jika merasa kruang enak badan mereka harus beristirahat dan memulihkan tenaga.     

Dengan sikap Pangeran Ren tiu, justru Diya merasa semakin tidak nyaman. Dia bersikeras untuk selalu baik-baik saja.     

"Bisakah kau berada di dekatku saja? Aku sudah merasa baik, hanya khwatir mendadak tidak sadarkan diri," celoteh Diya dengan tawanya pada Eveno.     

Prajurit itu tertawa samar, namun dia sangat setia kawan dan bersedia mendampingi Diya yang belum sepenuhnya pulih itu.     

Perjalanan kali ini terasa lebih mudah karena mereka hanya perlu melalui pemukiman padat penduduk dan menuju perkebunan yang harus menyeberangi sungai kecil yang membentang tidak begitu luas. Tidak perlu melewati hutan ataupun area berbahaya lainnya, wilayah desa Vitran cukup menyenangkan untuk perjalanan, juga anginnya yang selalu menyejukkan.     

Di sepanjang perjalanan, Keff banyak bercerita mengenai keadaan desa sebelum dan sesudah dijajah oleh Kegelapan.     

Tanpa meminta, pada akhirnya Pangeran Ren mengetahui banyak hal mengenai Raja Wedden dari sumber yang terpercaya.     

"Kau tidak masalah menceritakan ini semua padaku?" tanya Pangeran Ren.     

"Ah kalian berteman baik sekarang, kurasa tidak ada salahnya saling mengerti. Lagipula, selama ini kalianlah yang membantunya untuk menjadi Raja yang baik. Jadi, kalian memang sudah menjadi keluarga. Begitu, 'kan?" ujar Keff dengan menyerngai.     

Detik berkutnya dia terdiam, dia menoleh Pangeran yang menatapnya datar.     

"Suaramu telah kembali?" ucap Keff antusias.     

Pangeran Ren hanya mengangguk pelan dan tidak memberikan respon lagi setelahnya.     

"Syukurlah. Tapi kau harus tetap menangkap pelakunya dan menghukumnya. Apa kau membutuhkan bantuanku? Aku mengenal seseorang yang pandai menemukan seorang penjahat dalam kelompok," kata Keff.     

"Penjahat dalam kelompok? Maksudmu pelaku inia dalah bagian dari pasukanku? Jangan konyol!" Pangeran tidak menyukai kalimat Keff.     

"Ah bukan begitu. Maksudku, orang ini pandai menemukan penjahat yang terselubung. Begitu. Tidak tentu orang terdekat, namun dia pasti penjahat yang handal sehingga dapat kabur tanpa jejak," ujar Keff memperjelas.     

Pangeran Ren menyimak, dia mulai memikirkan hal itu namun belum memberikan jawaban untuk sekarang.     

Perjalanan mereka berhenti di hamparan perkebunan kopi yang sejuk dan rimbun. Dari kejauhan mereka dapat melihat ada banyak warga yang sedang memanen kopi. Ada pula yang sedang membersihkan semak yang tumbuh di sekitaran pohon kopi.     

"Sebelah sana. Sepanjang itu adalah milik mendiang orangtua Raja Wedden. Sekarang diurus oleh warga dengan sistem bagi hasil. Semula aku ingin mengelolanya sepeti penginapan, tapi warga itu lebih membutuhkan pemasukan untuk kehidupan mereka. Lagipula, Wedden tidak memberiku ijin untuk melakukannya."     

"Kau ceroboh dan tidak berkompeten," celetuk Pangeran yang berhasil membuat Keff terdiam, kesal.     

"Ah aku hanya asal bicara. Apa kau merasa demikian?" ucap Pangeran dengan seringaian kecil.     

"Tentu saja tidak." Keff merajuk, namun dia tidak dapat mengabaikan Pangeran Soutra itu.     

Mereka lalu pergi menemui Kepala Desa dan para warga, kemudian berkeliling untuk dapat bersentuhan langsung dengan suasana perkebunan.     

Pangeran Ren menoleh Diya yang berada di barisan belakang bersama Eveno dan prajurit lainnya. Wanita itu berbincang dan sesekali tertawa bersama para rekannya, hal itu membuat Pangeran merasa lega karena tidak akan kembali direpotkan dengan wanita itu.     

Ini bukan pertama kalinya Ren berkunjung ke perkebunan kopi, namun suasananya selalu menarik dan membuatnya merasa nyaman.     

Saat ia masih kecil Raja dan Ratu pernah membawanya ke perkebunan kopi untuk membeli pasokan kopi untuk Kerajaan sekaligus ingin mengetahui secara langsung proses panen hingga proses penggilingan yang semuanya masih dilakukan manual oleh apra petani.     

Samar ia tersenyum. Dihirupnya dalam-dalam udara sejuk yang merasuk ke kerongkongannya.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.