Langit Mendung Wilayah Timur
Langit Mendung Wilayah Timur
Ruangan yang tidak begitu luas itu menjadi sangat pengap saat gelap. Hanya ada satu penerangan, lentera kecil di dekat pintu adalah sumber cahaya di kamar itu.
Egara melepas pakaian prajuritnya lalu merebahkan tubuh dan mencoba untuk memejamkan mata.
Samar masih dapat didengar olehnya suara dengkuran rekannya dari tempat tidur yang berbeda. Lalu suara gerombolan semut di sudut ruangan yang sedang merebutkan potongan sisa makanan yang sengaja diberikan oleh salah seorang prajurit saat mereka makan.
Perlahan suara itu mulai menghilang. Egara hanya menduga kalau dirnya sudah semakin jauh menuju alam mimpi, namun dia masih dapat berpikir banyak dan sama sekali tidak merasa tidur. Hingga dia mengerutkan dahi dan menggerakkan tubuhnya.
Kaku, dia tidak dapat merasakan tubuhnya bergerak. Seolah aganya terikat oleh tempat tidur sementara jiwanya masih ingin memberontak.
Perlahan dan sangat lirih, pendengaran Egara mulai menangkap sebuah suara. Semula ia mendengar suara angina yang menyapa tirai jendela, pelan. Lalu suara itu menjadi semakin kencang hingga membuat suara rebut.
Egara mulai merasakan sekitarnya menjadi semakin gelap dan sesak. Dia berusaha untuk memiringkan kepalanya agar dapat bernapas dengan menggunakan udara yang bersih.
Tik tik tik.
Egara dapat merasakan tubuhnya basah. Gerimis membasahi seluruh permukaan bumi dengan diiringi angina kencang. Udara di sekitar yang sangat pengap membuat Egara kesulitan untuk bernapas. Selain itu tetesan air terus mengenai wajahnya dan membuatnya semakin tidak tenang.
"Bangunlah! Kita harus bertarung dan merebut kembali kemenangan."
Suara berat nan serak terdengar jelas di telinga Egara. Dia masih belum bisa membuka matanya, namun suara itu sangat tidak asing untuknya.
"Siapkan pasukan untuk menyerahkan nyawanya. Latih mereka dengan baik agar kita menang," ucap suara itu lagi.
"Raja Wedden? Kau kah itu? Kau dimana? Disini sangat berkabut aku tidak dapat melihat apapun," ucap Egara yang masih berusaha membuka mata dan mengatur penglihatan dalam kegelapan.
"Apa kau mendengarku?" ucapnya lagi. Dia segera menyentuh tenggorokannya yang bergetar untuk memastikan kalau dirinya benar-benar mengeluarkan suara.
DARRR!!
Ledakan nyaring terdengar hingga menggetarkan tempat tidur Egara. Segera saja dia beranjak dan mengambil pakaian serta perlengkapan perangnya.
Seluruh rekannya telah bersiap lebih dulu beberapa detik sebelum dirinya.
Semuanya berhamburan memencar untuk melindungi Kerajaan dari seluruh sisi.
Egara bersama dua rekannya yang lain menuju kamar Cane dan Corea. Betapa terkejutnya mereka saat mengetahui kalau kedua kamar itu dalam keadaan terbuka dan kosong.
Kembali memencar, namun tidak ada satupun yang dapat menemukan dua per itu. Raja Wedden juga tidak ditemukan.
Egara marah dan memaksa semua pasukannya untuk menemukan Wedden, Cane dan Corea.
"Aku jelas mendengar suara Raja. Temukan dia dan pastikan keadaannya baik-baik saja!" perintahnya sangat nyaring.
Hujan badai kembali terjadi setelah sekian lama. Guntur saling bersahutan dari segala sisi membuat suasana malam menjadi semakin mencekam.
Bukan hanya suara petir juga badai, namun atap kerajaan mendadak bocor dan membuat seluruh ruangan basah karena derasnya air hujan yang turun. Hal itu membuat semua orang panic dan menyelamatkan diri juga rekan yang lain.
Egara mengecek bagian luar kerajaan. Dia kembali dikejutkan dengan keadaan yang sangat mengerikan. Halaman kerajaan porak poranda, seluruh taman hancur dengan pepohonan yang ambruk ke segala arah.
Ia segera menutup pintu depan rapat-rapat dengan dibantu oleh beberapa prajurit lainnya. Mereka mengecek semua pintu dan jendela, memastikan tidak akan ada angin kencang yang dapat menyusup dan dapat menyelamatkan semua orang yang ada di dalam bangunan.
Hal yang paling membuat Egara terkejut sekaligus marah adalah, disaat keadaan sedang tidak baik-baik saja, para prajurit bertarung satu sama lain dengan saling menghujamkan pedang juga menendang satu sama lain.
Beberapa telah tergelatak bersimbah darah, itu sungguh lebih brutal dari Egara selama ini. Saat Egara hendak melerai, nampaklah sosok Putri Leidy di sisi yang lain sedang menyaksikan pertumpahan darah antar prajurit itu.
Putri Leidy lalu menoleh pada Egara lalu tersenyum dengan anggunnya. Sama sekali tidak terlihat takut maupun panic seperti biasa saat ia mendengar tentang pertarungan berdarah.
Egara mengerutkan dahinya, heran. Tuan Putri bahkan meninggalkan tempat itu begitu saja dan tidak kembali Nampak saat Egara kembali disibukkan dengan para penghuni kerajaan yang mencari tempat untuk berlindung karena atap bangunan sungguh rusak parah karena serangan badai.
Di hari yang sudah semakin gelap, para pelayan di penginapan keluarga Arragegs masih disibukkan dengan reruntuhan bangunan bagian belakang yang sebelumnya roboh karena usang.
Laver dan Landa terus mengeluh karena mereka juga disibukkan dengan pelanggan yang datang. Keff menenangkan dua rekannya itu, walaupun dialah yang menjadi bahan omelan keduanya.
"Hey kenapa kau tidak memperbaiki ini bsersamaan dengan kamar dengan atap bocor itu? Ah ini merepotkan sekali," gerutu Laver.
"Kurasa ktia harus mengecek seluruh bagian sejak sekarang, Keff. Kita tidak bisa sering diganggu dinganggu dengan hal seperti ini. Ini akan mencoreng nama baik penginapan," sahut Landa yang sedang mengumpulkan potongan plafon.
Keff menggaruk kepalanya.
"Kalian tahu berapa usia bangunan ini? Seharusnya kalian tidak mengeluh. Justru berterimakasih karena bangunan tuapun dapat memberkan kita uang untuk makan," ujar Keff yang sedang membenarkan bagian atap yang masih bisa diselamatkan.
Sekali pukulan, dua kali, dan saat pukulan ketiga yang dilakukan Keff. Itu justru membuat atap yang tersisa kembali terjatuh tepat disamping kaki Laver yang segera berlari menuju Landa.
"Hey, kau!" teriak Laver kesal karena terkejut.
Keff terkekeh dari atas atap. Dia tidak dapat lagi menahan itu karena memang kayu pada bagian itu sudah tidak dapat lagi diselamatkan.
"Ah kita bereskan saja dulu. Mengenai perbaikan, aku telah mengirimkan surat pada Wedden dan memintanya untuk dapat memberikan ijin perombakan total," ujar Keff yang segera menuruni tangga.
"Huhh. Kurasa dia akan setuju. Lagipula dia dapat memperbaiki semuanya dengan sihir, bangunan ini akan menjadi sangat kuat untuk waktu yang sangat lama," sahut Landa.
"Hemm, aupun berharap seperti itu. Kalian mau istirahat terlebihdulu? Kulihat Tsania telah membuat tiga gelas coklat panas di dalam." Keff membereskan peralatan yang semula ia gunakan.
Laver dan Landa segera menyelesaikan pekerjaan mereka dan mengikuti Keff untuk masuk dan menemui Tsania.
"Apakah pelanggan ada yang mengeluhkan tentang bangunan tua ini?" celetuk Laver pada Tsania.
"Tidak," sahut wanita itu singkat.
Keff melirik Laver dengan tawanya yang ditahan. Pria itu memang yang paling sering mengeluh, namun dia juga dapat diandalkan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Saat mereka sedang menikmati segelas coklat panas sambil menghilangkan lelah setelah seharian bebersih. Mereka kedatangan tamu yang membuat seluruh pelanggan diam lalu beridri memberi sambutan.