BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Buah Tangan



Buah Tangan

0Raddone berlari kencang menuju seorang pria yang ia duga menjadi penyebab dari larinya wanita bergaun putih.     

Dikepung oleh Raja Raddone dan beberpa warga lainnya, seorang pria berpakaian yang nampak resmi nan sacral itu berhenti dan menarik napas panjang menahan amarahnya.     

Di tangan kanan, pria itu memegang belati Katar yang nampak berkilau. Raddone harus berhati-hati dengan hal itu.     

Masih muda, Raddone memperkirakan kalau dirnya seusia dengan pria itu. Namun satu yang membuat Raddone mengerutkan dahi, dia melihat bercak darah di tangan pria itu.     

"Minggir kalian! Jangan menghalangi langkahku!" teriaknya. "Aku bisa mengakhir hidup kalian dengan segera!" imbuhnya lagi dengan suara yang sangat nyaring.     

"Aku tidak akan menghalangi langkahmu tapi turunkan senjatamu dan berjanjilah untuk tidak menyakiti saipapun," uajr Raja Raddone.     

"Hah?" Pria itu terbahak seketika. Tanpa basa basi lag, dia segera menyerang sang Raja. Hal itu berhasil membuat penduduk dan prajurit yang ada di lokasi panic dan segera membantu dengan menyerang.     

Kerja sama tim bagus yang terbangun sejak berlatih, Raddone dan para prajurit dapat mengecoh pria itu dan segera membekuknya hanya dalam hitungan detik.     

Raddone merebut belati katar yang sangat tajam milik pria itu dan segera menyerahkannya pada seorang prajurit lalu memintanya untuk menyimpan.     

Tidak diduga dan sama sekali tidak pernah terpikir oleh Raddone kalau 'hal baik' yang dia lakukan dengan tujuan untuk menyelamatkan wanita yang ketakutan itu ternyata justru membawa hal buruk untuk dirnya juga orang-orang disekitar.     

Ketika ia dan para prajurit membawa pria berpakaian sacral tadi kembali ke rumah warga yang merupakan rumah dari pria itu (berdasarkan informasi dari penduduk yang ikut raja). Raja Raddone dikejutkan dengan lokasi yang berantakan dan banyak terdapat darah yang tercecer.     

Langkahnya segera tertunda, Raja Raddone hanya berdiri di bagian luar rumah itu dan menunggu para prajurit untuk mengecek bagian dalam dan memberkan informasi lebih lanjut.     

"Seseorang terluka parah dan sedang dirawat di dalam sana, Tuan." Ujar seorang prajurit yang baru saja keluar dari rumah penduduk itu.     

"Menurut info, pria itu adalah pelakunya," imbuhnya seraya menunjuk pria yang sedang dipegangi oleh seorang prajurit lain di dekat sang Raja.     

"Bereskan ini dan berikan sanksi setimpal pada pelakunya," ucap tuan Raja singkat. Ia lalu berbalik henda kembali.     

"Tuan! Pria itu ingn bertemu denganmu."     

Raddone menoleh prajuritnya, diberikan isyarat pada Raja untuk dapat masuk dan menengok keadaan di dalam.     

Raddone tida begitu berminat, namun dia juga harus menjaga nama baik dirinya sehingga harus bersikap baik walau tidak ramah.     

"Tuan Raja …," sapa pria tua berperangai sangar yang sedang terbaring dengan tubuh yang dibalut perban.     

"Terimakasih anda telah menyelamatkan putriku … uhuk uhuk … pria kejam itu hendak menikamnya … dia juga telah berhasil melukaiku saat aku membiarkan putriku melarikan diri," uajr pria tua itu seraya menahan nyeri luka basah di tubuhnya.     

Raddone tida merespon, dia hanya diam dengan sedikit mengangguk.     

"Aku bersalah, Tuan. Aku memaksa putriku untuk menikah dengan pria sialan itu karena dia dijanjikan kehidupan yang layak dan berkecukupan. Diriku yang lemah dan miskin ini sangat menginginkan kebahagiaan untuk putriku, maka dari itu aku menerima pinangannya."     

Raddone mengangkat sebelah alisnya.     

"Ah sekali sialan tetaplah sialan. Dia menipu dan melakukan tinda kekerasan. Aku sungguh menyesal, Tuan."     

Raja Raddone masih diam, dia menyimak lelai tua itu bercerita panjang lebar.     

"Kurasa umurku tidak lama lagi. Aku ingin berterimakasih banyak padamu, Tuan. Mungkin aku tidak sopan, tapi berkenankah anda untuk membantu putriku? Kau boleh membawanya ke Kerajaan dan memperkerjakannya, Tuan. Dia tidak memiliki siapapun lagi selain aku, ayah yang tidak bertanggung jawab. Setelah aku mati, maka dia kan sebatang kara."     

"Aku ingin, dia melanjutkan hidupnya dengan bahagia, Tuan. Dia juga sangat rajin, kurasa kau tidak akan menyesal jika memiliki pelayan seperti putriku. Namanya Famara …," kalimat pria tua itu belum selesai.     

"Aku akan membawanya," sahut tuan Raja seketika dan berhasil membaut semua orang yang berada di tempat itu terkejut bahkan terbelalak.     

Jana yang baru menginjakkan kaki di tempat itu segera menghampiri tuan Raja, dia adalah yang paling terkejut diantara yang lainnya.     

"Maaf, Tuan. Tapi kita tidak datang untuk ini," bisik Jana. "Kau bahkan belum mengenal wanita itu," sambungnya.     

"Aku akan membawanya. Aku membutuhkan pelayan seorang wanita yang rajin," kata Raddone sekali lagi tanpa ragu.     

Jana berdecak di sebelahnya.     

"Benarkah? Anda sungguh ingin menolongnya, Tuan? Terimakasih banyak, Tuan. Aku bersumpah akan memujamu hingga aku mati, Tuan Raja Barwest Yang Mulia."     

"Aku mengajukan persyaratan," ujar Raddone kembali membaut suasana tegang.     

"Jika aku membawanya, itu berarti dia milikku. Kau tidak tidak lagi memiliki hak penuh atas dirinya, lalu apapun yang kulakukan padanya, itu adalah hakku."     

Jana mehela napas panjang. dia merasa ada yang salah dengan sang Raja, namun dia tidak berani mengucapkan apapun.     

"Selama anda menjamin kebahagiaan dan kecukupan untuknya. Maka aku akan menyerahkannya untukmu, Tuan. Sepenuhnya," ujar pria tua itu dengan mata berbinar.     

Sulit untuk ditebak apakah itu ekspresi sedih atau hanya palsu, namun hal itu cukup membuat Raja Raddone tersenyum puas.     

"Aku adalah Raja. Apa kau meragukanku?" ujarnya.     

"Tidak, Tuan. Sungguh. Aku percaya padamu. Aku sungguh berterimakasih padamu. Dengan demikian, aku akan mati dengan tenang."     

Raja Raddone tersenyum lebar. Dia lalu berbalik dan kembali menuju ke titik kumpul para tokoh yang lain.     

Jana masih menempel pada Raja, berulang kali dia mengatakan kalau 'membawa' seorang wanita itu berarti akan mengubah sesuatu di dalam kerajaan. Panjang lebar Jana berbicara, namun sang Raja sama sekali tidak mendengarkannya.     

"Apa kau ingin menikahinya?" tanya Jana tiba-tiba dan berhasil membuat Raddone menolehnya.     

"Ah sejak kapan kau pandai membaca pikiran orang lain?" ucap Raddone polos.     

"Sial," umpat Jana lirih. "Walau kau seorang Raja dank au sangat ingin menikah, kau tidak bisa membawa pulang seorang wanita dari perkampungan sembarangan. Apa menurutmu dia orang yang baik? Ayahnya saja ketua penjarah. Lingkungannya semuanya pencuri. Kau yakin wanita itu bukan salah satu dari mereka?" Jana mengoceh di sepanjang perjalanan.     

Raddone menarik napas panjang. "Berhentilah mengoceh, Prajurit. Aku bisa mengurus diriku sendiri. Lagipula, aku tidak ingin menjadi seperti Raja Gael dan Raja Wedden yang harus melakukan tugas besar seorang diri. Aku membutuhkan pendamping, seorang permaisuri."     

"Kau tidak ingin memilah yang terbaik? Kenapa kau sembarangan sekali?"     

"Jika memang tidak cocok. Aku akan menjadikannya pelayan. Itu tidak akan sulit," ujar Raddone lagi.     

Jana memijat pelan dahinya. Dia seperti sedang bicara dengan batu yang sangat keras.     

"Kuharap kau tidak menyesali keputusanmu ini," ucapnya lirih saat mereka telah tiba di tempat para penduduk dan Kepala Desa juga si wanita cantik bernama Famara sedang duduk bersama.     

Raddone tersenyum, untuk saat ini dia tidak merasa salah dengan yang baru dia ucapkan. Wanita ini cantik.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.