BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Pangeran Soutra Berdagang



Pangeran Soutra Berdagang

3Ren masih belum memberanikan diri untuk memakan makanan yang keras. Dia snagat patuh kepada perkataan Tabib yang telah memberinya banyak daftar makanan yang tidak boleh dikonsumsi.     

Pangeran Ren hanya memakan beberapa roti dan satu buah berry yang warnanya sangat menark untuk dimakan. Dia sudah dapat mengeluarkan suara namun sangat lirih. Hanya dapat didengar oleh seseorang yang mungkin Pangeran berbisik dengannya.     

Rambut merah muda panjangnya kali ini diikat, jubbah kerajaan membuatnya nampak gagah namun masih banyak pula orang yang menyangka kalau dia bukanlah seorang Pangeran melainkan seorang Putri karena kecantikannya.     

Diya sempat terkekeh saat melihat seorang wanita tua yang memanggil Ren dengan sebutan 'Putri' dan menjadi sangat terkejut saat seorang prajurit memberikan penjelasan.     

"Aku pernah mendengar tentang kecantikan Pangeran, tapi kukira itu hanya kalimat yang sengaja dilebih-lebihkan. Ternyata tidak. Anda sungguh cantik, Pangeran. Tapi anda juga tampan dan gagah," ujar wanita tua itu.     

Ren hanya mengangguk dengan sedikit mengangkat ujung bibirnya, berusaha untuk tersenyum walau sama sekali tidak terlihat seperti senyum.     

Pangeran berjalan-jalan ke pasar utama. Dia ingin melihat keadaan di tempat yang belum pernah ia kunjungi selama ia hidup.     

Hanya berburu dan sedikit berkunjung ke pemukiman, Pangeran Ren tidak banyak tahu mengenai kehidupan dan kegiatan di pasar. Dia bahkan baru pertama melihat transaksi jual beli secara langsung.     

Selama ini dia hanya mengetahui sistem barter di hutan dengan pemburu lain, ataupun transaksi di Kerajaan pada seorang petani dari desa yang memasok stok untuk Kerajaan.     

Dengan ditemani Diya dan dua prajurit pria lainnya, kehadiran sosok Pangeran itu membuat sebagian orang kehilangan konsentrasi. Mereka merasa bahagia, canggung, takut, juga sangat antusias karena sosok Pangeran yang sama sekali tidak menakutkan. Hanya saja ekspresi datarnya membuat orang-orang merasa serba salah.     

Diya melihat Valina, bocah perempuan yang sebelumnya ia tolong karena keranjang buahnya terjatuh. Rupanya bocah itu telah bersama dengan ibunya, mereka duduk dan menawarkan barang para pembeli yang datang.     

"Pangeran, kau ingin makan buah tomat?" tanya Diya. "Kua lihat itu? Besar dan merah, ahh au yakin mereka baru memanennya pagi ini," imbuhnya seraya menunjuk tumpukan buah tomat yang ada dihadapan Valina dan ibunya.     

Ren mengkuti arah pandang Diya, lalu mengangguk setuju. Sayangnya Diya tidak sedang menatap pangeran sehingga dia tidak tahu kalau Pangeran sudah memberkan respon.     

"Bulatnya sempurna, warna merahnyapun merata. Kau tahu, kami bahkan menanam buah tomat di area tempat tinggal kami di hutan perbatasan. Itu termasuk jenis langka sekarang, harganya tinggi namun sangat sesuati dengan kualitas buahnya. Apa kau menginginkannya Pangeran? Aku ingin membeli dua," ujar Diya lagi yang mengecap karena sangat mengnginkan buah merah itu.     

Ren segera mendekat pada wanita itu, lalu ia berbisik dengan suaranya yang belum pulih sempurna.     

"Aku mau itu. Ambillah semuanya dan bawa ke Kerajaan." Suara Pangeran itu berhasil mengejutkan Diya yang tidak memprediksi akan mendapat bisikan dari pria itu.     

Diya sempat mematung, suara lirih Pangeran itu menggema di telinganya dan jelas sekali terdengar olehnya.     

"Jangan diam. Pergilah! Aku tidak pernah membeli apapun di pasar," ujar Pangeran lag.     

Diya segera mengangguk mengerti. Dia maju selangkah lalu berbalik pada Pangeran Ren. "Tolong berkan padaku koin emasnya," pinta Diya.     

Pangeran Ren mengeluarkans ebuah kantongan kecil dari sakunya, lalu memberikan semuanya pada wanita itu.     

Diya masih merasa aneh dengan 'bisikan' dar Pangeran Ren, namun dengan cepat dia memahami keadaan pria yang bagian lehernya masih diperban itu.     

Diya segera menghampiri lapak milik bocah cantik Valina bersama ibunya. Bocah itu tersenyum riang sekali melihat Diya yang ingin membeli barang dagangan ibunya.     

Seorang wanita paruh baya sedang menjuali pembeli yang lain, Valina menarik-narik kain pakaian wanita itu dan memberitahukan tentang Diya.     

"Ibu. Dia teman yang membantuku tadi," uajrnya dengan manis.     

Wanita paruh baya itu menoleh pada Diya. "Kau seorang prajurit kerajaan? Terimakasih banyak telah membantu putriku. Aku membawa terlalu banyak dagangan sehingga tidak focus lagi dengan dia. Terimakasih banyak," ujarnya dengan tulus.     

Diya tersenyum dia sama sekali tidak keberatan dengan bantuan yang ia berikan.     

"Kau … maksudku, apakah ada kunjungan Kerajaan?" Tanya ibu Valina yang dijawab anggukan oleh Diya.     

Ibu Valina senang sekali karena dia dapat bertemu dengan Diya, prajurit kerajaan yang baik hati. Berbeda dari yang ia pikirkan, tegas, kasar dan sebagian lagi ada yagn jahat. Dia bahkan memberikan tambahan berupa mentimun juga sekantong buah berry emas pada Diya sebagai ucapan terimakasihnya.     

Diya menolak, namun wanita itu terus memaksanya.     

Pangeran menghampiri Diya yang sangat lama hanya untuk membeli satu keranjang buah tomat. Nyaris tertabrak oleh Diya yang hendak berbalik, Pangeran Ren segera melangkah mundur untuk menghindar.     

"Ah maafkan aku, Pangeran. Aku membutuhkan bantuan prajurit pria untuk membawa semua ini," ujar Diya segera menundukkan wajahnya.     

"Aku akan membantumu," bisik Pangeran lagi. Hal itu membuat Diya tidak nyaman, karena dia sudah cukup merepotkan Pangeran seharian ini.     

"Ah Pangeran …." Belum sempat mengucapkan apapun, ibu Valina disibukkan dengan putrinya yang merengek karena ingin buang air dan tida dapat ditahan lagi.     

"Anda pergilah. Aku akan menjaga lapakmu. Tidak lama, 'kan?" celetuk Diya spontan.     

Hal itu membuat Ren mengerutkan dahinya, namun Diya tidak mempedulikannya dia justru segera memanggil prajurit pria dan meminta bantuan untuk membawa keranjang buah. Diya segera mengambil alih posisi pedagang dan membiarkan Valina bersama ibunya pergi untuk buang air.     

Ren menarik napas panjang. dia kesal, namun kali ini dia memutuskan untuk tidak marah karena hal itu justru akan menjatuhkan nama baiknya di hadapan rakyatnya sendiri.     

Pangeran Ren merasa sangat canggung, dia hanya berdiri di dekat Diya yang terlihat semangat menawarkan barang dagangan pada semua orang yang lewat.     

Kehadiran Pangeran sangat menguntungkan Diya. Pesona serta aura positif dari pria itu menarik banyak pelanggan yang walau awalnya hanya ingin berinteraksi dengan Pangeran.     

"Ah Pangeran juga berjualan di pasar ini? Apakah ini sebuah keberuntungan untukku? Aku sangat mengidolakanmu, Tuan."     

"Pangeran, bisakah kau menyentuh perutku? Aku sedang hamil dan menginginkan putra yang setampan sekaligus secantik dirimu."     

"Pangeran, apakah kau sudah memiliki calon istri? Ah aku memiliki seorang putri yang sangat berbakar untuk menjadi seorang selir. Kau membutuhkan satu?"     

"Pangeran, aku meminta resep rahasia agar menjadi tampan sekaligus tampan seperti dirimu yang juga terkenal ahli perburu."     

"Pangeran …."     

"Pangeran …."     

"Pangeran …."     

Huhh!     

Ren harus menarik napas panjang dan memijat pelan dahinya setelah berhasil meninggalkan kerumuman warga yang menghampirinya selama ia berada di lapak penjualan.     

"Kau baik-baik saja?" Diya menyerahkan sebuah buah tomat merah pada Pangeran.     

Ren meliriknya kesal, namun Diya justru terkekeh.     

"Aku tidak akan meminta maaf kali ini, tetapi aku berterimakasih padamu, Pangeran. Kau membantu seorang warga yang berjualan. Kau juga banyak melakukan amal untuk para pembeli."     

Ren menggelengkan kepalanya. Bergegas dia menuju tempat untuk beristirahat dan siap untuk melanjutkan perjalanan menuju desa Vitran.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.