BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Persiapan Penobatan Raja Selatan



Persiapan Penobatan Raja Selatan

2Berita kemenangan pertarungan melawan kegelapan telah tersebar ke seluruh penjuru Negeri. Walau kabar duka menyertai, namun kebahagiaan serta rasa tenang telah menyelimuti perasaan seluruh penduduk.     

Seolah tidak ingin memperlambat lagi, para Raja mendesak untuk Wedden segera dinobatkan sehingga mereka memiliki raja yang baru. Namun sebagian putra mahkota masih diem, nampak ragu dengan apa yang akan mereka hadapi selanjutnya.     

Raddone sempat bicara pada sang ayah, Raja Barat, dia merasa memang Selatan memerlukan Raja secepatnya, Raja untuk seluruh Negeri, namun dia tidak yakin kalau Wedden itu sungguh mampu.     

"Apa ayah lupa bagaimana dia melarkan diri saat persiapan bertarung? Dia bahkan tidak menampakkan ujung hidung saat melawan Kimanh," ucap Raddone pada sang ayah.     

Leidy menyimak, beberapa kali dia menatap Wedden yang berdiri menyendiri dengan tatapan yang kosong kearah barisan pedang milik pasukan yang gugur.     

"Ah aku merasa ngeri sekali memiliki putra yang bodoh sepertimu, Raddone. Kau rupanya tidak mengetahui sama sekali mengenai Pewaris Raja Elf itu?" gumam sang Raja dengan helaan napas panjangnya.     

"Dia pergi ke Utara hari itu dengan menunggangi kuda kerajaan bersama dengan bocah yang bernama Seredon itu. Mereka tidak berpamitan, karena sebelumnya kita telah menolak permintaannya untuk pulang. Tapi dia tetap melakukannya karena panggilan hati. Dia kembali saat perang, dia menepati janjinya. Dia berduel dengan raja kegelapan, lalu dia menang. Dia sungguh kesatria, dia pemberani, berjanji dan menepati, dia juga sangat menghargai semua pengorbanan prajuritnya." Raja Audore menjelaskan.     

Raddone mengerutkan dahinya. "Darimana ayah tahu?"     

Raja Barat tersenyum samar. "Kau lupa ayahmu juga memiliki kekuatan sihir? Aku melihat ia pergi dengan berkuda di dalam kabut. Semula aku berpikir kalau mereka berdua akan mati, namun nyatanya dia kembali dan ikut berperang."     

Raddone diam.     

"Ayah. Kurasa dia juga memiliki kekuatan dalam dirinya," sahut Leidy tiba-tiba.     

Ayah dan kakak laki-lakinya segra menatap kearah Wedden yang dimaksud oleh Leidy.     

Wedden nampa sedang menatap kedua telapak tangannya, mengatur focus dan memunculkan api secara bergantian dari tangan kanan lalu kiri. Setelah itu Wedden mengepalkan telapak tangannya. Entah apa yang sedang dipikirkan pria keriting itu, ia lalu membuka kepalan tangannya dengan tiba-tiba hingga membuat retakan pada meja batu di hadapannya.     

Grr!     

Terdengar getaran di seluruh penjuru ruangan. Hal itu sontak membuat semua roang yang berada di sekitar menoleh pada Wedden.     

"Wah! Dia sungguh memiliki kekuatan?" celetuk Diya yang rupanya seja tadi juga memperhatikan Pewaris Raja Elf itu.     

Prajurit perbatasan hutan Utara itu hendak mendekati Wedden, namun Ren melarangnya dengan memperingati kalau Wedden sedang tidak ingin diganggu dan akan melukai siapapun yang melewati batas.     

"Jadi … apa dia sungguh membunuh raja kegelapan dengan tangannya sendiri?" ujar Diya. Dia menjadi sangat penasaran setelah mendengar beberapa kisah dari pasukan per lembah.     

Ren yang sedang mengikat rambut panjangnya itu mengangguk pelan. "Dia terlalu hebat untuk dikalahkan oleh Kimanh," sahutnya.     

"Wah. Padahal dia nampak lugu," ucap Diya.     

Ren seketika melirik wanita itu dengan tajam.     

"Ah tidak. Maksudku … dia tidak terlihat sekuat itu." Diya merasa tidak nyaman dengan tatapan pangeran Soutra.     

Ren berjalan meninggalkan Diya, ia hendak menyambut kedatangan pasukan sang Ayah untuk menghadiri acara penobatan Raja baru.     

"Pangeran," panggil Diya yang membuat langkah Ren terhenti. Ren berbalik dengan anggun, wajah cantiknya nampak bercahaya terkena cahaya matahar pagi itu.     

"Maafkan aku. Waktu itu, emm kemarin … aku menertawakanmu. Sungguh aku tidak bermaksud karena aku memang belum pernah bertemu denganmu."     

Ren tidak merespon, hanya menatap dan menunggu wanita berambut pendek itu berhenti bicara.     

"Aku berjanji kedepannya akan lebih menjaga sikap terutama denganmu, Pangeran. Maafkan aku," ucap Diya lagi dengan sedikit menundukkan kepalanya.     

"Emm. Pergilah kau terlebihdulu dan sambut Raja Soutra bersama semua pasukanmu yang tersisa!" perintah Ren.     

"Baik, Pangeran." Diya bergegas pergi menuju pasukannya dan bersiap untuk menuju gerbang depan kerajaan Barat dan menyambut rombongan Raja Soutra.     

Ren hendak melangkah, namun dia mendapati Corea sedang menatapnya dari kejauhan. Dia abaikan, dia sedang tidak ingin memikirkan apapun yang berhubungan dengan wanita.     

Ley dan Tao menghampiri Wedden. Hatt dan Raseel menyusul setelahnya.     

Mereka telah berbincang cukup banyak mengenai perjalanan serta akhir dari pertarungan yang melelahkan.     

"Kau tidak bermangat, Kawan. Kau akan menjadi Raja beberapa jam lagi. Tersenyumlah!" Ley menepuk bahu Wedden.     

"Bisakah aku kembali ke Utara saja?"     

"Hey jangan bercanda!" Hatt segera tersulut emosi. "Selatan adalah tempatmu. Leluhurmu membangun Negeri Persei dan mengatur semuanya di Selatan. Kau tidak boleh kembali," sahut Hatt dengan suara tinggi.     

"Setelah hari ini kalian akan kembali, 'kan? Ke rumah kalian? Akupun ingin kembali ke rumah," ujar Wedden membuat semuanya diam.     

"Kau harus membuat rumah baru di Selatan, rumah yang nyaman. Hanya saja kau tidak lagi bisa berjualan Bruen, tapi kau masih boleh meminumnya," sahut Ley.     

"Ah … apakah menjadi Raja akan menyenangkan?" tanya Wedden.     

Hatt dan Raseel saling pandang sebentar.     

"Kau tau, Kawan. Dalam hidup, kita tidak selalu akan dihadapkan dengan hal yang menyenangkan. Hidupmu untuk masa depanmu, masa depan banyak orang. Kurasa tidak perlu terlalu menyenangkan, namun bermanfaat. Itu lebih baik."     

Raseel duduk di dekat Wedden.     

Si kecil Tao celingukan, dia mulai merasakan lapar dan hanya berani berbisik pada sang kakak yang sednag berbincang dengan Wedden.     

"Apa yang kau cemaskan? Kau memiliki prajurit seperti kami. Aku bahkan telah memberitahu ayah kalau kami akan mengabdi di Selatan untukmu," ujar Raseel.     

"Benarkah? Kukira kau akan menjadi raja setelah ayah," celetuk Hatt polos.     

Raseel melirknya tajam, walau masih belum paham, Hatt memilih untuk kembali diam.     

"Aku tidak cemas. Namun hanya merasa akan sendirian. Itu tidak menyenangkan."     

Sempat hening. Semua orang memikirkan hal yang sama. Walau ada banyak prajurit Selatan yang akan menjadi Prajurit juga pelayan Wedden, namun dia tida memiliki sanak saudara yang dapat menemaninya.     

"Hey Keff apa kita sungguh mendapat undangan kemari? Kulihat mereka semua anggota kerajaan."     

Samar terdengar oleh Raseel dari kejauhan. Sekelompok orang sedang berkumpul dan kebingungan.     

"Ssstt diamlah! Pangeran Ren bilang dia disini. Lagipula kita bersama pasukan raja Soutra, kita juga orang penting," sahut pria yang satunya lagi.     

"Wah apakah dia Putri Barat? Ya ampun cantik sekali. Lalu apakah itu Pangeran? Ah maafkan aku Keff, kurasa aku akan bekerja sebagai pelayan disini saja," ujar seorang perempuan.     

"Kalian diamlah. Aku tidak dapat menemukan Wedden jika kalian berisik!" sentak seorang yang lain.     

Raseel menarik napas panjang.     

"Kurasa kau memiliki tamu istimewa, Kawan." Raseel menepuk bahu Wedden.     

"Hey, kalian berempat! Kemarilah! Raja Selatan telah menunggu sejak tadi!" teriak Raseel segera memanggil keempat orang Utara yang masih berdiri di dekat pintu masuk.     

Wedden mengkuti arah pandang rekannya, betapa terkejutnya dia saat melihat Keff bersama tiga pelayan penginapan lainnya berada di tempat itu.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.