Kematian Prajurit
Kematian Prajurit
Tubuh kaku Nig serta pasukan lain yang gugur ditandu dan akan di berikan tempat istirahat di wilayah Barat.
Pasukan yang cidera parah, seperti Raddone, Ser, juga beberapa anggota dari peri hutan dan lainnya, juga dibawa dengan bagian tubuh yang dibalut kain untuk menahan darah.
Raddone mengerang kesakitan, dia berkali-kali mencari Leidy namun adiknya itu masih bersama dengan Corea di barisan yang berbeda.
Sementara Seredon, bocah itu terus menggigil kedinginan. Seluruh tubuhnya pucat, dia tidak mengucapkan apapun giginya mengertak tidak keruan dengan peluh yang membasahi keningnya.
Raja Audore dan pelayan kerajaan menyanbut pasukan yang kembali dengan haru. Banyak dari mereka yang menangis memeluk anggota keluarga yang masih selamat walau dipenuhi dengan luka.
Raja Audore segera memberikan tempat nyaman untuk putranya yang membutuhkan perawatan khusus karena keadaannya yang sangat memperihatinkan.
Para pasukan yang sedang terluka, dengan sigap mendapatkan obat dari para pelayan juga pasukan lain yang membantu.
Putri Leidy yang mengetahui keadaan kakaknya, bergegas berlari dengan didampingi oleh Corea. Corea sempat hendak berhenti saat ia melihat keadaan Ser, namun Leidy terus menariknya hingga Corea harus melewati bocah yang sedang dalam perawatan.
Wedden, Ren, Hatt dan Raseel tiba dan segera mengecek semua keadaan prajurit yang terluka.
Ley mengalami banyak cidera, dia harus berjalan pincang dengan dibantu oleh sang adik. Sementara si bocah Tao mendapatkan luka di dahi karena hantaman musuh.
Tidak ada seorangpun yang kembali dalam keadaan baik-baik saja. Kepergian para prajurit terbaik menambah luka yang berbeda.
Witt masih terduduk disamping tubuh Nig yang kaku. Dia tidak menangis, namun jantungnya terasa sangat nyeri dan membuatnya sulit untuk bernapas dengan baik.
Wedden menghampiri jenazah ketua pasukan berjubah hutan dari Timur itu. Walau sempat menjadi musuh, namun Nig memberikan banyak pengorbanan selama perjalanan menuju Selatan.
Wedden menyentuh tubuh tubuh Nig yang telah dingin. Dia tidak dapat mengucapkan apapun, hanya diam dan menarik napas perlahan.
"Semoga tenang, Kawan. Terimakasih banyak. Terimalah penghormatan terakhir dariku." Wedden menurunkan pedang seraya menundukkan kepala untuk mengheningkan cipta.
Ren dan dua peri persaudara melakukan hal yang sama. Mereka menurunkan pedang.
Mereka lalu menghampiri Seredon. Wedden menyentuh dahi bocah itu yang panas tinggi, namun masih menggigil.
"Hey, Pahlawan. Ingin minum bersamaku?" Wedden memegang tangan Ser yang masih menggigil.
"Apakah aku boleh minum bersama dengan Raja?" ucap Ser lemah dengan mencoba untuk tersenyum.
"Boleh. Kapanpun kau mau, aku akan ada waktu." Wedden menggenggam tangan bocah itu.
Ser mencoba untuk tersenyum, dia memegang erat tangan Wedden.
Sedikit ia melirik Ren yang berdiri di dekat Wedden.
"Kau akan menjadi Raja juga, Pangeran? Ah senanga sekali aku berteman dengan para Raja," ucap Ser.
"Tidak. Aku memilih untuk tetap menjadi pangeran." Sahut Ren.
Ser menatapnya lekat, giginya masih gemertak kedinginan.
"Aku ingin mengangkatmu sebagai ketua pasukan Utara. Aku akan memberitahu Raja Gael," ujar Ren lagi. Dia lalu menyentuh tubuh tubuh bocah itu.
"Pelayan! Berikan ramuan lagi untuk pahlawan ini!" teriak Ren pada pelayan yang masih kesana kemari mengurus pasukan yang cidera.
Wedden memasangkan selimut pada Seredon. Bocah itu tidak memiliki luka terbuka, namun struktur tubuh dalamnya mengalami banyak cidera.
Ser merasakan pening, jelas sekali ia kesakitan karena ia memejamkan mata dan menggigit giginya sendiri. Dia semakin lemah.
Wedden enggan untuk meninggalkan bocah itu. Hatt mengajak Raseel untuk menjenguk Pangeran Raddone, sementara Ren masih menemani Seredon bersama dengan Wedden.
Kaki Raddone telah diperban dan diganti ramuan obatnya beberapa kali. Dia sudah mulai tenang karena sakitnya mulai terasa ringan. Namun napasnya masih tersengal, ia menolak untuk berbaring karena dia ingin mengamari keadaan semua orang yang ada di tempat itu.
Pandangan Raddone tertuju pada Ren. Sejenak ia sadari kalau hanya dia dan Renlah Pangeran yang turut dalam peperangan.
Dipandanginya pasukan dari Timur yang masih berkabung, menyiapkan peristirahatan terakhir untuk ketua pasukan penjaga Hutan.
Sementara pasukan dari kerajaan Timur, nampak sedang berkumpul dan saling membantu untuk mwmberikan perawatan.
"Pertarungan yang luar biasa, Pangeran." Puji Corea yang kali ini didampingi oleh kedua kakak laki-lakinya.
Hatt dan Raseel memberikan baki berisi buah-buahan untuk pangeran dan putri Barwest.
"Kalian tidak cidera?" tanya Raddone mengamati.
Corea menatap kedua kakak laki-lakinya itu. Corea memperlihatkan kakinya yang juga diperban. Sementara Hatt dan Raseel sedikit memiringkan tubuh untuk menunjukkan bekas sabetan pedang di bagian tubuh mereka.
Raddone berdecak. "Aku senang kita memenangkan pertarungan itu. Tapi ini sangat tidak adil. Raja Timur bahkan tidak menginjakkan kakinya keluar kerajaan. Apakah dia juga berhak atas kedamaian negeri ini?" ucap Raddone kesal.
Tiga peri bersaudara sempat diam. "Raja Timur sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.beloau hanya bisa mengirimkan pasukan tambahan sementara beliau harus tetap berada di kerajaan demi kebaikan bersama," sahut Raseel yang sempat mengunjungi dan bertemu secara langsung dengan Raja yang sangat mwncintai mahkotanya.
Raddone kembali berdecak. Dia kesal karena dia selama ini belum pernah memiliki kesempatan untuk bertemu dan bersapa dengan Raja Timur, sehingga dia tidak dapat mengerti bagaimana karakter sesungguhnya dari Raja muda itu.
"Kau merasa tidak adil karena pertarungan ini?" ucap Corea. "Tapi setidaknya kau terimalah ini. Kau harus menjaga adik perempuanmu dengan baik. Wilayah Barat membutuhkan oemimpin terbaik yang memiliki banyak kekuatan." Sambung Corea seraya menyerahkan batu berkilau yang sebelumnya berhasil ia curi dari Hanadriad yang menyembuhkan Putri Leidy.
Putri Leidy sedang pulas di dekat sang kakak. Raddone menyebutkan kalau sang adik memeng selalu dimanja dan diberikan pendidikan khusus untuk mengurus internal kerajaan, sehingga dia perlu maklum kalau ini adalah pertarungan pertama dan membutuhkan energi yang besar.
Corea memperhatikan Raddone untuk beberapa saat, dia masih menunggu kata 'terimakasih' untuk diucqpkan oleh Pangeran Barat itu. Namun rupanya benar jata Ren, mereka tidak tahu cara untuk berterimakasih dengan baik.
Raseel mengetahui tatapan Corea pada Raddone. Segera saja dia mengajak adik perempuannya untuk menuju tempat duduk dan menikmati jamuan dari pelayan Barat.
Dari berbagai sudut, suara tangisan para prajurit saat ditinggal rekannya yang gugur memenuhi ruangan. Termasuk suara tangisan pasukan berjubah hitam yang masih enggan untuk berpisah dengan ketua mereka.
Wedden menarik napas panjang. Dia merasa kalau dirinya adalah orang yang jahat, yang akan diangkat menjadi Raja dengan segala kehormatannya namun dengan mengorbankan banyak nyawa untuk kembali duduk di singgasananya.
"Raja. Terimalah hormatku untukmu. Aku berjanji akan menjadi pemgikutmu selamanya," ucap ser lirih dan terbata.
Wedden tidak memberi respon. Hingga dia harus menerima kalau itu adalah kalimat terakhir yang diucapkan oleh bocah itu sebelum menghembuskan napas terakhir.
***