BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Wedden Vs Rader



Wedden Vs Rader

3Kedua mata Rader menyala biru dengan tudung api yang menyala membara.     

Hanya dalam hitungan detik, Rader mencekik Wedden dengan erat membuat Seredon ketakutan dan perlahan mundur hingga menempel pada dinding.     

"Aku sudah memperingatkanmu untuk jangan terlalu dekat denganku! Tapi kau mengabaikannya! Kau harus mengandalkan dirimu sendiri, kenapa kau selalu membutuhkan bantuanku!!" Rader menguatkan cengkeramannya hingga Wedden kesulitan untuk bernapas.     

Seredon yang panik, segera saja menyiram Rader dengan air pada ember yang menampung air bocor.     

Hanya memadamkan api Rader untuk sesaat, namun api yang menyelimuti anak Kimanh itu kembali menyala dan menjadi semakin besar.     

"Kau harus mati!" Api pelindung Rader semakin membara. Wedden bahkan seperti dibakar secara sadar karena cengkeraman tangan Rader yang menyala api.     

Wedden tidak dapat bergerak, dia bahkan tidak dapat lagi berkata-kata.     

"Eks-teca-fo-ti-me." Wedden melafalkannya dengan terbata.     

Mendengar hal itu bara di mata Rader nampak redup sejenak, lalu kembali menyala saat Wedden mengerang kesakitan.     

"Eks-teca-fo-ti-me."     

"Eks-teca-fo-ti-me."     

"Eks-teca-fo-ti-me."     

Tepat tiga kali Wedden berhasil mengucapkan kata itu.     

Tanda diduga, Rader segera melepaskan cengkeramanya dan menjadi seperti polos untuk beberapa saat.     

Wedden belum mengerti sepenuhnya tentang arti kalimat yang ia ucapkan, hanya saja dia merasa kalau itu adalah mantra yang bagus.     

Wedden bersiap dengan pedangnya, begitupun Seredon yang juga siap untuk memberikan bantuan.     

"Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya ingin mengalahkan kekuatan Kimanh dan mengembalikan kedamaian seluruh negeri. Aku juga akan menghilangkan kegelapan dalam dirimu," kata Wedden dengan tatapan lekat pada Rader.     

Putra Kimanh rupanya tidak lagi dapat mengendalikan dirinya sendiri. Kegelapan dalam tubuhnya dikendalikan sepenuhnya oleh sang Raja Sihir Kegelapan sehingga membuatnya semakin membenci Wedden.     

"Sampai kapanpun, kegelapan adalah penguasanya." Suara Rader menggelegar dan menggetarkan jantung siapapun yang mendengarnya.     

"Eks-teca-fo-ti-me." Ucap Wedden lagi saat ia siap untuk menyerang.     

Rader mengibaskan jubah besarnya. Ia bahkan dapat memunculkan pedang apinya dan segera menebaskannya kearah Wedden dan Seredon beberapa kali.     

Pertandingan yang nampak imbang, namun kekuatan Rader sangat mendominasi sehingga membuat Seredon sangat khawatir.     

Denting antar pedang terdengar nyaring menjadi suara baru diantara rintik hujan dan hembusan angina yang cukup kencang.     

Seredon semakin kebingungan dengan keadaan yang sangat menegangkan ini. Dia berlari kesana kemari untuk mencari bantuan, namun tempat itu sangat kosong.     

Api biru yang menyelimuti Rader membara, serangannya yang bertubi membuat Wedden terjatuh hingga sebagian tubuhnya terendam pada air yang menggenang di jalanan. Keduanya kini bertarung diluar penginapan.     

Rader sudah tidak lagi nampak seperti manusia, tubuhnya yang diselimuti oleh api biru terus membara dengan diselimuti kabut hitam.     

Putra Kimanh mencekik Wedden, namun Wedden berhasil melawan.     

Setiap pukulan dari Rader, kilat menyambar disertai dengan petir.     

Ser menatap langit, tidak lagi berwarna hitam, namun kini berwarna merah pekat seperti lahar yang siap untuk meluluh lantahnya seluruh wilayah.     

Ser kembali bingung. Dia menemukan sebuah pedang dan berusaha untuk membantu Wedden. Namun hanya dengan sekali sabetan kekuatan Rader, bocah itu terpental dan kesulitan untuk terbangun.     

Wedden tersengal, dia berhasil menggunakan kekuatannya untuk memunculkan api dan membantunya dalam melawan Rader.     

Wajahnya terluka, entah berapa banyak pedang Rader telah mendarat pada wajahnya.     

Pandangan Wedden terarah pada sebuah buku besar berwarna keemasan yang tergeletak di dekat tubuh Ser yang barusan diserang Rader. Perhatiannya beralih sepenuhnya ada benda itu.     

Segera saja dia menyerang Rader dengan bertubi, lalu saat putra Kimanh lengah dia mengambil buku itu dan membuka lembarannya.     

"Kosong?" gumam Wedden. Dia semakin tidak paham dengan situasinya.     

"Dibelakangmu!" ucap Seredon lirih.     

Beruntung Wedden mendengarnya sehingga dia dapat menghindari serangan dari Rader. Namun pedang api Putra Kimanh itu mengenai buku keemasan itu tepat di bagian tengahnya.     

Mata Ser membulat, dia sangat terkejut karena buku yang susah payah ia dapatkan harus terbakar dengan mudahnya oleh kekuatan Putra Kimanh.     

"Ah!" Wedden tersentak, kedua matanya berbinar saat melihat buku yang masih ia pegang itu terbakar.     

Api yang menyala seolah mempresentasikan emosi Wedden. Semakin menyala maka semakin membara pula emosi pria keriting itu.     

Dengan menarik napas panjang. Wedden meremas sisa buku itu bersama dengan apinya hingga hancur menjadi abu.     

Dia dapat merasakan tubuhnya memanas, kembali ia mencoba menggunakan kekuatannya untuk menyerang Rader.     

Dengan pengendalian fokus dan mengatur pernapasannya. Wedden kembali berhasil memunculkan api dari kedua tangannya.     

Hal itu membuat Rader cukup terkejut, begitupula dengan Ser yang semakin gemetar.     

"Kau tau. Akulah rajanya! Kau, tidak akan lagi dapat berkuasa diatas tanahku!" kedua mata Wedden nampak menyala dengan warna kelabu.     

Ser tidak lagi melihat sosok pria desa yang lemah, Wedden sungguh berubah.     

Wedden mampu mengendalikan kekuatannya, kali ini adalah pertarungan antara pemilik api biru (Rader) dengan pemilik api merah (Wedden).     

Bukan hanya api. Wedden juga mulai dapat mengendalikan air persis saat ia meminta bantuan untuk menyerang makhluk sihir saat di sungai wilayah Timur.     

Air hujan yang masih turun deras dapat ia perintah untuk hanya mengarah pada Rader hingga Putra Kimanh kesulitan untuk mengendalikan kekuatan apinya.     

Serangan bertubi dari Wedden.     

Saat Rader kelelahan dengan serangan api, Wedden lalu menghentikan air itu dan menyerangnya dengan api. Begitu seterusnya hingga Rader Nampak kehabisan kekuatan. Sekali lagi, Wedden mengumpulkan energinya untuk menyatukan semua elemen.     

Wedden siap untuk menghunuskan pedangnya pada Putra Kimanh, namun sosok pria di hadapannya terlihat kembali seperti Rader yang ia kenal sebelumnya.     

"Bunuh aku! Kimanh akan menyerangmu lagi setelah ini. Jika aku mati, kau akan kehilangan satu musuh." Suara Rader terdengar jelas namun sedikit terbata.     

Wedden menggeleng. "Kita akan menjadi tim," ujarnya.     

"Bawa aku ke Selatan, biarkan aku bertemu dan melawan Raja Kegelapan," imbuh Wedden percaya diri.     

Samar, Rader menyunggingkan senyum tanda setuju dengan permintaan Wedden.     

Walau masih sangat abu dengan jati diri dan kekuatan yang ada pada dirinya, Wedden sudah berani untuk berhadapan langsung dengan Raja Kegelapan.     

Ia lalu membantu Ser untuk bangun. Sebelum ia bersama dengan Rader pergi menuju Selatan, ia memeriksa kembali bagian dalam penginapan terlebih setelah Ser menceritakan secara singkat mengenai hal yang ia alami.     

"Ah sialan! Aku belum menemukan kekuatan untuk mengembalikan keadaan mereka semua," gumam Wedden yang mendapati barisan warga desa yang mematung di lantai atas bersama dengan Keff.     

"Keff, kau baik-baik saja? Bertahanlah sebentar lagi, aku akan menyelamatkanmu. Menyelamatkan kalian semua. Percayalah." Wedden menghampiri Keff yang hanya bisa mengedipkan kedua matanya.     

Pandangan Wedden tertuju pada butiran putih gemerlip yang memenuhi kamarnya. Baru sebentar ia mengamati sekitar, petir kembali menyambar dan menyadarkannya agar segera kembali pada pertarungan utama.     

Seredon masih mengikuti Wedden, ia memberanikan diri untuk ikut andil dalam peperangan. Ia mengetahui kalau Wedden masih membawa belatinya, seolah siap untuk menyerang orang di dekatnya.     

Rader berkenan untuk membantu. Pria itu seperti memiliki dua kepribadian dalam satu raganya.     

Wedden, Ser dan Rader berkumpul di suatu titik. Dengan kekuatan sihir Rader, mereka bertiga pergi ke Selatan hanya dalam sakejap.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.