Buku Sihir
Buku Sihir
Seredon semakin kebingungan dengan keadaan yang sangat menegangkan ini. Dia berlari kesana kemari untuk mencari bantuan, namun tempat itu sangat kosong.
Api biru yang menyelimuti Rader membara, serangannya yang bertubi membuat Wedden terjatuh hingga sebagian tubuhnya terendam pada air yang menggenang di jalanan. Keduanya kini bertarung diluar penginapan.
DUG!
Seredon mendengar suara seperti sesuatu yang terjatuh dari lantai atas. Dengan memberanikan diri, ia akhirnya memutuskan untuk naik dan melihat keadaan diatas.
Sangat mengejutkan, rupanya dilantai atas dipenuhi dengan banyak orang yang berdiri berjejer namun tidak bergerak sedikitpun.
Seredon sangat ketakutan. Dia memperhatikan semuanya yang nampak masih hidup namun hanya dapat berkedip dan melirik ke segala arah. Tubuh mereka terikat oleh sesuatu yang nampak hitam namun bukan tali, melainkan cahaya atau semacamnya.
Seredon memberanikan diri untuk melewati barisan orang-orang itu. Banyak dari mereka yang sudah tua, kebanyakan adalah pria. Ser mencium aroma Bruen serta cerutu yang baru padam.
Ia melangkah pelan, hingga dia berhenti di depan sebuah pintu kamar yang terbuka.
Srk!
Srk!
Ser samar mendengar suara lembaran kertas terbuka dari dalam kamar. Juga ada suara gumaman seseorang yang pelafalannya sangat cepat.
Ser mengintip. Pandangannya pertama menangkap jutaan kilau putih yang berserakan di lantai.
Rupanya, wanita yang mengambil keranjang dari kamar Wedden itu kembali lagi dan membekukan semua orang di tempat itu atas perintah Raja Kegelapan dan mengambil barang lain yang sedang ia butuhkan.
Seredon mengenali serbuk putih berkelip itu, dia hanya mematung untuk sesaat. Tidak berani bergerak dan bahkan bernapas sekalipun.
"Hehh!!"
Seseorang menghembuskan napas kencang hingga mengejutkan Ser yang masih mengintip kegiatan wanita bermata merah.
Ser segera menoleh kearah tiga pria yang berdiri di balakangnya. Mereka adalah Keff, Laver, dan Landa.
Keff melirik kearah kanan, mencoba untuk memberikan isyarat pada Seredon bahwa di sisi kanan mereka ada sebuah kapak juga tombak yang dapat digunakan untuk menyerang wanita itu.
Sayangnya Ser tidak memahami isyarat pertama, hingga ketiga pria itu melirik kearah kanan secara bersamaan.
Ser memandangi kapak dan tombak yang berada cukup jauh dari tempatnya berdiri. Dia harus berjalan melewati pintu yang terbuka untuk mencapainya.
Beruntung wanita berambut bersanggul itu membelakangi pintu, namun Ser sangat khawatir jika dia berbunyi sedikit saja dia akan menjadi korban selanjutnya.
Sempat berpikir sesaat, Keff kembali menghembuskan napas kencang hingga membuat Ser terkesiap dan nyaris mengumpat karena terkejut.
Dengan berkomat-kami, wanita itu fokus sekali dengan sebuah buku tebal dihadapannya. Namun dia sudah nampak frustasi karena sejak beberapa saat yang lalu ia belum berhasil mendapatkan apapun.
"Sialan! Apakah aku salah? Tapi hanya ada buku ini di tempat ini. Ahh kenapa tidak langsung dihancurkan saja," gerutu wanita itu.
Dia mengumpulkan kekuatannya pada ujung jemarinya. Perlahan dia mulai membakar ujung kertas, namun detik berikutnya dia seperti tersadarkan kalau tugasnya bukan untuk menghancurkan benda tersebut.
Sebuah buku berwarna keemasan telah dihadapi oleh wanita itu setelah sebelumnya dia salah membawa barang kembali menghadap Raja Kegelapan.
Buku yang tidak seharusnya ada di tangan yang salah, namun tidak ada seorangpun di tempat itu yang mampu menahannya dari wanita penyihir itu.
Ser perlahan menuju tombak, ia lalu mengambilnya dan bersiap untuk menyerang wanita itu dari arah belakang.
Bertepatan dengan Ser siap menyerang, petir menyambar sangat nyaring diluar. Hal itu membuat wanita penyihir terkesiap karena petir adalah pertanda buruk. Raja Kegelapan sedang sangat murka dan bersiap untuk mengerahkan kekuatan yang berlipat.
Ser memberanikan diri untuk tetap melawan, saat ia melangkah maju.
"Kau ingin main-main denganku?" ucap wanita itu tanpa berbalik, hal itu membuat Ser mematung. Dia tidak menduga kalau pergerakannya akan diketahui oleh wanita itu.
Wanita itu lalu berbalik dan tersenyum saat ia mendapati Ser sedang siap untuk menyerangnya dengan sebuah tombak.
"Aku tidak memiliki urusan denganmu. Minggirlah saja!" sentak wanita itu yang menatap Ser dengan mata merahnya yang berkilau.
Ser gemetar, ia mehelakan napas panjang lalu mencengkeram erat tombak.
"Aku takkan membiarkan kau melakukan apapun di tempat ini," ucap Ser lirih.
Wanita itu menyunggingkan senyumnya dia lalu membuang tombak milik Ser hanya dengan jentikkan jemarinya.
"Kemarilah," ucap wanita itu. Wanita itu berdiri tepat di depan Ser dengan menatap penuh amarah.
"kurasa aku amsih memiliki cukup waktu untuk bermain bersamamu," imbuhnya.
Ser diam. Dia menelan ludah dan tidak dapat berpikir jernih saat ini. Hanya ketakutan, namun dia juga tidak berani untuk kabur.
Perlahan, namun jelas sekali terlihat oleh Ser. Wanita itu merentangkan tangan dan hanya dalam hitungan detik makhluk putih berterbangan mengelilinginya.
Dengan melafalkan kalimat sihirnya, wanita itu terus menatap Ser.
"Argh!" Wanita itu berteriak sangat nyaring seraya menyerang Ser dengan kekuatannya.
Ser yang takut spontan memejamkan mata dan hanya berharap ada keajaiban yang menolongnya.
Wanita itu membiarkan tubuh Ser dikelilingi oleh makhluk putih dan tersengat di banyak sisi.
"Ah menyebalkan sekali kau, Bocah!"
Angina kencang yang terasa panas menerpa tubuh Ser. Saat wanita itu berbalik, Ser mencoba untuk membuka mata.
Dengan sisa keberanian dalam dirinya, Ser sigap mengambil tombak dan menyerang wanita itu dari belakang.
Zrp!
Jelas sekali terdengar olehnya, tombak itu menembus tubuh wanita penyihir hingga membuatnya terdiam lalu mengerang kesakitan.
Ser mendorong tombak itu lebih kuat hingga menembus tubuh wanita penyihir.
"Arrggggghhhhh!!!!!" wanita itu kesakitan, dia mengerang dan mengepalkan kedua tangannya.
Ser hanya berpikir cepat. Dia mengambil buku yang tergeletak di lantai lalu membawanya pergi. Segera saja dia turun untuk menghampiri Wedden yang sedang bertarung di bawah.
Rader sudah tidak lagi nampak seperti manusia, tubuhnya yang diselimuti oleh api biru terus membara dengan diselimuti kabut hitam.
Putra Kimanh mencekik Wedden, namun Wedden berhasil melawan.
Setiap pukulan dari Rader, kilat menyambar disertai dengan petir.
Ser menatap langit, tidak lagi berwarna hitam, namun kini berwarna merah pekat seperti lahar yang siap untuk meluluh lantahnya seluruh wilayah.
Ser kembali bingung. Dia menemukan sebuah pedang dan berusaha untuk membantu Wedden. Namun hanya dengan sekali sabetan kekuatan Rader, bocah itu terpental dan kesulitan untuk terbangun.
Wedden tersengal, dia berhasil menggunakan kekuatannya untuk memunculkan api dan membantunya dalam melawan Rader.
Wajahnya terluka, entah berapa banyak pedang Rader telah mendarat pada wajahnya.
Pandangan Wedden terarah pada sebuah buku besar berwarna keemasan yang tergeletak di dekat tubuh Ser yang barusan diserang Rader. Perhatiannya beralih sepenuhnya ada benda itu.
Segera saja dia menyerang Rader dengan bertubi, lalu saat putra Kimanh lengah dia mengambil buku itu dan membuka lembarannya.
***