Kekuatan dari Hati
Kekuatan dari Hati
Keduanya tidak mempedulikan apapun di sekitar mereka. Angina kencang dan kabut yang menyapapun tidak mengurangi tekad mereka.
Wedden terus menggumamkan beberapa kalimat sihir yang ia ciptakan sendiri. Ia menginginkan segera tiba di Utara dan benar-benar dapat mengalahkan kegelapan seperti yang orang-orang harapkan pada dirinya selama ini.
Mereka berdua berencana untuk mengambil jalan pintas agar lebih dekat, tanpa mengetahui telah berapa lama mereka berkuda, mereka perlahan mulai dapat melihat dengan jelas.
Kabut hitam tidak lagi tebal, mereka mulai dapat melihat pepohonan ataupun batu besar di sekitar mereka.
Namun saat mereka hendak menarik napas lega, mereka dikejutkan dengan suara hentakan kaki bebsar yang membuat kedua kuda berhenti berlari dan menggidik kearah depan.
Wedden dan Ser siap dengan pedang masing-masing. Hanya saling pandang untuk sesaat, lalu keduanya kembali memerintahkan kuda untuk berjalan dengan tenang.
DUMM!!
Suara tumbukkan keras terdengar sangat nyaring.
DUMM!!
Wedden merasakan nyeri pada bagian kepalanya setiap kali mendengar suara itu.
"Ekstecafotime …." Suara samar terdengar di dekat telinga Wedden. Suara besar serak, dan jelas suara pria.
"Ekstecafotime."
"Ekstecafotime."
"Ekstecafotime."
"Ekstecafotime."
Wedden memiringkan kepalanya, masih dengan memerintah kuda untuk berjalan. Semakin lama, kepalanya semakin berat hingga akhirnya dia terjatuh dan tidak sadarkan diri.
Melihat hal itu, Seredon menjadi panic dan segera menghentikan kuda untuk mengecek keadaan Wedden.
Pria yang masih mengenakan pakaian serta tertutup itu tidak memberikan respon saat Ser mengguncang tubuhnya perlahan.
Seredon memandang sekitar, ini bukan tempat yang tepat untuk berhenti dan istirahat. Suara dentuman masih terdengar dan membuat jantungnya bergetar. Bocah itu segera saja mengangkat tubuh Wedden semampunya.
Beruntung kuda yang ia tunggangi mudah memahami perintah seseorang, sehingga Seredon dapat menaikkan tubuh Wedden ke atas punggung kuda itu.
Napas Seredon tersengal, dia tidak tahu apa lagi yang harus dia lakukan. Kuda yang sebelumnya ditunggangi oleh Wedden terus meringkik dan semakin tidak terkendali.
Angina kencang masih bertiup dengan membawa banyak debu. Seredon menepuk kuda milik Wedden, ia memintanya untuk tetap berlari mengirinya yang membawa tubuh Wedden. Semula kuda itu nurut, namun baru melangkah beberapa meter, suara lengkingan kusing sihir membuat kuda itu ketakutan dan segera berlari tanpa arah.
Kuda yang Ser naiki juga ketakutan namun Ser berhasil menenangkan dan dia mencoba untuk terus bicara dengan kuda itu kalau mereka harus tetap berlari menuju Utara.
Seredon terus memerintahkan kuda untuk berlari kencang dan semakin kencang. Suara lengkingan makhluk sihir menjadi semakin dekat, ia bahkan mulai merasakan hangat karena makhluk itu juga menyemburkan api ke segala arah.
Suara langkah kaki kuda terdengar jelas oleh makhluk itu, tentu saja bukan hal sulit untuk menemukan Seredon.
Jantung Seredon sama kencangnya dengan langkah kaki kuda yang ia tunggangi.
BYUR!!
"Ah sial!" umpat Seredon saat kudanya mulai melangkah di aliran sungai yang membentang lebar.
"Apakah alam tidak akan memberikan pertolongan pada Pewaris Raja Elf?" gumamnya mulai resah.
Kudanya mulai melambat saat aliran sungai mulai deras dan dalam. Seredon lalu menepuk seolah memerintahkan untuk melambat dan tetap berhati-hati.
Saat lengkingan makhluk sihir terdengar semakin dekat, tiba-tiba saja air sungai beriak dan berombak besar. Seredon segera memerintahkan kuda untuk berlari semakin kencang.
Seredon sempat kebingungan karena dia merasa kalau kudanya tidak lagi menjajak bebatuan di dasar sungai, seolah kuda itu melayang untuk beberapa saat hingga akhirnya menepi di seberang sungai.
Seredon menyempatkan diri untuk menoleh kebelakang. Dia dikejutkan dengan air yang 'hidup' dan menyerang sekelompok makhluk sihir yang menyemburkan api.
Terjadi pertarungan yang menarik, antara kucing sihir dan monster air. Seredon harus terpana dengan hal itu, namun dia juga tidak boleh berlama-lama karena tidak memiliki banyak waktu.
Selama diperjalanan, Seredon mengecek keadaan Wedden yang masih belum sadarkan diri. Detak jantung pria kriting itu terasa normal, hanya saja tubuhnya sangat dingin.
Seredon tidak tahu arah, dia hanya berharap kalau dia akan segera tiba di suatu tempat yang dapat memberinya sebuah pertolongan.
.
.
.
Sementara itu.
Setelah mendengar suara dentuman nyaring yang memekakan telinga juga suara aneh yang mengucapkan kata asing, Wedden merasa tubuhnya menjadi sangat ringan namun tidak dapat bergerak sedikitpun.
Wedden membuka matanya, dia mendapati kalau dirinya sedang berada di suatu tempat yang sangat rindang dan berangin tenang. Hanya seorang diri, dia menoleh ke kanan dan kiri mencari sosok teman yang mungkin ada, namun rupanya dia sungguh sendirian.
"Ekstecafotime."
"Ekstecafotime."
"Ekstecafotime."
"Ekstecafotime."
Wedden memekakan pendengarannya. Dia sangat ingin mencari sumber suara itu, namun tubuhnya terjerat oleh sesuatu yang tidak terlihat sehingga membuatnya hanya mampu berdiam di tempatnya.
"Halo," ucap Wedden lirih. Dia dapat mendengar suaranya.
"Halo apakah ada seseorang disini? Bisakah kau bebaskan aku dan membiarkanku kembali melanjutkan perjalanan menuju Utara?" ujarnya lagi.
"Halo, Rapher Elfkinn. Akhirnya aku bisa bertemu denganmu."
Suara seorang pria yang berat terdengar jelas di telinga Wedden.
"Bukan aku. Aku hanya … orang biasa. Namaku Wedden Arragegs," ujar Wedden menanggapi.
Seketika ia mendengar suara gelak tawa yang menggelegar.
Sempat hening. Lalu terdengar suara gemeresak dari kejauhan. Wedden siaga, walau dia tidak dapat melakukan apapun.
Perlahan namun pasti, ia mulai melihat penampakkan sosok naga besar bersisik merah yang berkilau. Matanya sangat besar, Wedden bahkand apat melihat dirinya sendiri dengan jelas pada mata makhluk itu.
"Kenapa kau memanggilku?" ucap naga itu dengan suara yang menggelegar.
Wedden masih diam, dia belum bisa menerima kenyataan kalau makhluk itu dapat berbicara.
"Sudah lama sekali. Kenapa kau nampak muda?" naga itu memandangi Wedden dari ujung kaki hingga ujung kepala, lalu mengelilingi tubuh pria keriting itu.
"Maafkan aku, tapi aku sungguh tidak memanggilmu. Kaulah yang membawaku kemari. Jadi, bisakah kau kembalikan diriku karena aku masih ada perjalanan yang harus diselesaikan," ucap Wedden.
"Kau … bukan Rapher Elfkinn. Siapa kau …"
Wedden menarik napas panjang. Dia merasa bingung dengan apa yang akan dia katakan.
Naga itu lalu berhenti mengamati Wedden. Ia lalu menatap si pria peri lekat.
"Sentuh kepalaku dengan tangan kirimu. Maka kau akan mendapatkan jawaban atas segalanya," perintah naga itu.
Wedden semula menolak, namun naga itu memejamkan mata sebagai perintah untuk menyentuhnya sekarang.
Wedden menyentuhnya dengan sangat hati-hati. Seketika tubuhnya terasa keram keseluruhan, ia lalu diperlihatkan sebagian bayangan mengenai kehidupan Raja Elf semasa hidupnya. Benar-benar sosok raja yang mensejahterakan rakyat dan membawa perdamaian.
Pria bertubuh tinggi besar dengan rambut keriting, telinga sedikit runcing dan mata pucat.
"Ah!" Wedden seperti tersengat sesuatu hingga dia melepaskan tangannya.
Saat ia sadar, dia telah sendirian di tempat rindang itu tanpa siapapun. Napasnya mendadak menjadi sesak dan perlahan dia mengatur napasnya hingga akhirnya dia merasakan kalau tubuhnya berayun-ayun berada di punggung kuda yang sedang berlari kencang.
***