BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Wedden dalam Kabut Hitam



Wedden dalam Kabut Hitam

2Di tengah kabut hitam yang menyelimuti bagian luar wilayah Barat, dua ekor kuda terbaik masih lengkap dengan pelana juga lencana pada bagian leher, berlari kencang menerabas batas pelindung sihir yang telah dipasang oleh raja Audore Barwest.     

Mereka ditunggangi oleh dua pria yang sama kurus dengan mengenakan jubah lengkap pula dengan penutup kepala hingga ke wajah keduanya.     

Tanpa menoleh kebelakang, keduanya menunggangi kuda dan memerintahkannya terus berlari seolah mereka adalah pasukan berkuda yang ahli.     

Kabut hitam beserta angina cukup mengganggu, kedua kuda itu meringkik sesekali karena terkejut dan kesulitan untuk memandang kedepan, namun kedua pria itu tetap memaksa untuk melanjutkan perjalanan yang entah seberapa jauh itu.     

Wedden terus memacu kuda dengan sesekali menoleh Seredon yang berada di belakangnya. Bocah itu memerlukan tenaga lebih untuk memacu kuda karena tubuhnya yang lebih kecil dan masih sangat muda.     

Tanpa mengucapkan apapun, Wedden mengisyaratkan pada Seredon untuk tetap fokus dan memacu tanpa takut.     

Entah mendapat keberanian darimana, Wedden begitu percaya diri dan berani dengan apa yang bahkan dia tidak ketahui di depan sana.     

Perjalanan jauh, pasti. Sulit, tentu saja. Perjalanan tiga bulan ingin dia tempuh hanya dalam sehari.     

Kabut hitam beserta angin masih terus mengiringi langkah mereka hingga padang rumput luas yang menjadi batas akhir antara wilayah Barat dan Timur.     

Tidak hanya itu, debu berpasir juga menyapa mereka dan benar-benar mengganggu. Tidak jarang pula keduanya mendengar suara lengkingan Kucing Sihir yang membuat kuda mereka terganggu dan berhenti mendadak.     

Wedden menarik napas panjang, dia tidak dapat mengendalikan keadaan yang sepertinya memang tidak mendukung perjalannya untuk kembali.     

"Apa kau yakin akan melanjutkan ini?" teriak Seredon yang mulai kesulitan untuk bernapas.     

"Sudah sejauh ini? Apa kau ingin kembali?" ujar Wedden bertanya balik.     

Seredon menoleh kebelakang, lalu dia kembali menatap Wedden yang dari sorot matanya terlihat sangat yakin.     

"Aku ikut denganmu," ujar Seredon mengangguk yakin.     

Wedden mengangguk. Keduanya mulai memacu kuda, namun kali ini sedikit lambat karena mereka was was dengan keberadaan makhluk sihir yang akan tiba-tiba menyerang.     

Wedden mengelus pelan kuda yang ia tunggangi, ia membisikkan kalimat penyemangat. Dia kembali teringat mengenai kalimat Rader yang mengatakan kalau kekuatan ada di dalam dirinya sendiri.     

Wedden semakin yakin. Dia menarik napas panjang dan memfokuskan pikirannya kedepan.     

"Satu hari saja, kumohon. Aku akan mengalahkan kegelapan ini dan mengembalikan kedamaian di seluruh negeri," ucapnya nyaring seraya memacu kudanya hingga berlari kencang.     

Lengkingan suara kucing sihir seolah berbalas dengan ringkik kuda yang terus berlari.     

.     

.     

Tidak seperti yang diharapkan oleh Wedden. Suasana di luar wilayah Barat justru semakin buruk dari sebelumnya. Sebagian wilayah diselimuti oleh kabut gelap, sebagian lagi gerimis, dan sebagian pula diguyur oleh hujan deras berangin.     

Udara pengap sangat mengganggu, jalanan yang tidak terlihat dengan jelas membuat mereka harus siap menabrak dedaunan ataupun dahan pohon yang mereka lalui.     

Wedden menggunakan kekuatan satu-satunya miliknya untuk memberikan cahaya sebagai alat bantu penerangan. Namun itu tidak begitu membantu karena kekuatannya masih lemah disbanding dengan kabut sihir milik Kimanh.     

Wedden masih menyimpan kekesalan terhadap semua rekannya yang sama sekali tidak memberikan bantuan.     

Ren, yang sebelumnya ia percaya justru selalu menyalahkan dan bersikap kasar pada dirinya. Ley hendak membantu, namun Wedden tidak begitu yakin karena pria berambut maroon itu merupakan tim inti dari perencanaan perang yang akan dilakukan lusa.     

.     

.     

Sementara itu, di wilayah Utara, wilayah yang hendak didatangi kembali oleh Wedden kini sedang mengalami hujan deras berangin sejak matahahari mulai tinggi.     

Banyak penduduk yang salah duga dengan cuaca, karena mereka memperkirakan cuaca bagus karena pagi yang hangat, kini mereka harus kembali merenungi nasib perkebunan mereka.     

Keff dan Laver baru saja memasuki penginapan dalam keadaan basah dan kotor. Hanya membawa sedikit kayu, itupun dalam keadaan basah. Keduanya hanya mehela napas panjang dan segera meletakkan kayu itu di dekat perapian agar menjadi kering.     

"Sialan. Kenapa hujan ini selalu mengganggu," umpat Keff yang masih berdiri di dekat jendela.     

Ia memandangi jalanan yang kembali basah dan lembab. Suasana yang sama seperti saat awal Wedden berpamitan untuk pergi.     

Suasana yang nyaris sama pula dengan kejadian saat Kimanh menyerang wilayah Utara dan menyebabkan kematian kedua orang tua Wedden.     

Keff merinding, dia seolah dapat merasakan peristiwa-peristiwa itu lagi sekarang.     

Laver memberikan segelas Bruen untuk menghangatkan tubuh pada Keff, pria berambut agak panjang itu sempat terkejut karena dia tengah melamun.     

"Sedang mengutuki Raja kegelapan dalam hati?" tanya Laver yang segera duduk di dekat rekannya.     

Keff menyeringai, tebakan Laver memang benar.     

Keduanya lalu kembali diam untuk beberapa saat. Masih memandangi keadaan luar yang menjadi sangat gelap walau masih siang.     

"Keff, apa menurutmu keranjang di bawah tempat tidur itu benda penting?" ujar Laver tiba-tiba.     

"Keranjang? Apa itu untuk mengangkat Bruen?"     

"Entah. Tapi kurasa bukan karena berukuran kecil dan ditutup kain selimut."     

Keff diam, dia mencoba untuk mengingat benda yang dimaksud oleh Laver. "Memangnya kenapa?" tanyanya.     

"Aku menemukan sebuah buku aneh. Berukuran besar tebal, namun saat dibuka hanya berisi beberapa lembar kosong. Kertasnya sudah berbau lawas. Apa menurutmu itu buku penting?" ujar Laver dengan santainya.     

"Kau menyentuhnya?" Keff menatap rekannya itu lekat.     

"Aku merapikan seluruh kamar. Tentu saja aku menyentuhnya. Kenapa? Apa itu benda penting?" Laver membalas tatapan Keff.     

Keff segera menyerahkan segelas Bruennya pada Laver, dia bergegas menuju kamar Wedden, tempat mereka tidur sebelumnya.     

Laver mengikuti langkah Keff yang terburu, begitu juga dengan Landa yang segera panic dengan sikap kedua pria itu.     

KLEK!!     

Keff membuka pintu kamar dengan sangat keras.     

"Aww! Kalian mengejutkanku!"     

Seorang wanita berpakaian gaun putih dengan rambut di gelung dan mata merahnya yang berkilau segera berbalik dan menatap kearah tiga pria yang baru saja membuka pintu.     

"Tidak bisakah kalian mengetuk pintu terlebihdulu? Beruntung aku belum melepas pakaian," uajrnya lagi dengan nada kemayu yang menggoda.     

Keff mengerutkan dahinya.     

"Apa yang kau lakukan disini! Ini bukan kamar tamu!" suara Keff meninggi.     

"Aku sedang mencari sesuatu. Kalian jangan menggangguku," ujar wanita itu lagi dengan senyumannya.     

Mata merahnya Nampak semakin berbinar setelah pandangannya tertuju pada sebuah keranjang yang ditutup rapi oleh kain selimut.     

"Sesuatu yang kubutuhkan, tapi tidak penting untuk kalian." Wanita itu menyentuh keranjang dengan senyum lebarnya.     

"Apa maksudmu, kau adalah orangtua asli dari Wedden?" celetuk Landa yang segera mendapat pukulan kecil dari Laver.     

"Hahahaha! Aku suka keluguanmu, Nak." Wanita itu tertawa nyaring dan nampak sangat bahagia.     

Saat Keff hendak melawan dengan menendang sebuah balok yang tergeletak di lantai, wanita itu segera menggunakan kekuatannya untuk membekukan tubuh ketiga pria yang mengganggunya.     

"Ahahaha terimakasih, Tampan. Aku akan menjadi sangat bahagia setelah ini!"     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.