BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Sang Pewaris yanag Hilang



Sang Pewaris yanag Hilang

0Cahaya matahari semakin tinggi dengan udara yang sangat sejuk, sungguh tidak biasa bagi warga negeri Persei yang selama ini selalu diselimuti oleh kegelapan.     

Keadaan diluar kerajaan Barat menjadi sangat ramai dipadati oleh pasukan perang dari seluruh penjuru yang siap untuk membantu penyerangan.     

Pasukan peri hutan yang dipimpin oleh Cane telah tiba, mereka brjumlah sangat banyak dan berpenampilan seperti saat mereka bertemu dengan pasukan Wedden di hutan perbatasan luat Barat beberapa waktu lalu.     

Saat tiga bersaudara peri lembah sedang berbincang dengan Ren, Cane melintas masih dengan pakaian yang menutup semua wajahnya.     

Hatt merasa familiar dengan sosok wanita itu, namun dia segera mengalihkan pandangannya dan kembali fokus pada percapan mereka bersama Pangeran Soutra.     

"Hey, apa kalian mengenali pasukan itu? Kurasa mereka adalah wanita, tapi aku merasakan energy yang sangat kuat dan tidak biasa," bisik Hatt masih tentang pasukan peri hutan.     

"Kurasa juga begitu. Mereka pasti pasukan wanita hebat," sahut Raseel seadanya.     

Ren yang mencoba untuk mengingat segera menatap Corea, peri wanita itu menggeleng pelan isyarat agar pangeran cantik tidak mengatakan apapun, terlebih mengenai sosok Cne yang sempat dikisahkan oleh Corea.     

Dari sisi yang lain kembali datang pasukan perbatasan terluar Utara yang Ren bahkan tidak mengenali mereka. Ren hanya tahu kalau bagian terluar dari wilayahnya itu dijaga oleh pasukan wanita, namun dia belum pernah bertemu secara langsung dengan mereka.     

"Hey, Nig!" teriak seorang wanita yang berpakaian seperti pasukan perang pada umumnya. Bedanya, dia tidak memlihara rambutnya hingga panjang, dia memilih untuk memotongnya pendek namun masih menutupi batas lehernya.     

Nig yang terkejut segera berbalik dan mendapati seorang teman yang segera memeluknya dengan antusias.     

"Diya!" Nig tidak dapat menghindari tubuh wanita yang segera mendekapnya erat.     

"Kita bertemu tidak sebagai musuh, jadi aku akan memelukmu lama," uajr wanita itu dengan tawanya.     

Nig merasa tidak enak, dia hanya diam dan segera mengalihkan pandangan saat Ren menoleh padanya.     

Melihat lencana yang dikenakan oleh wanita yang memeluk Nig beserta pasukannya, Ren sedikit memiringkan kepalanya. Dia hanya harus memastikan kalau itu benar lencana milik wilayah Utara.     

"Ah hentikan, Diya. Apa kau tidak malu diperhatikan oleh pangeran Utara?" ujar Nig mendorong tubuh wanita itu.     

"Pangeran? Haha kau bercanda. Kudengar dia cantik dan sangat mementingkan penampilan sehingga sangat tidak mungkin untuk ikut berperang," celetuknya nyaring. Dia tertawa.     

Nig melirik Ren, nyaris saja dia ikut tertawa namun nampaknya teman lamanya ini tidak mengenal Pangerannya sendiri.     

Ren mengerutkan dahi kesal. Namun dia mengabaikan dan berpura tidak mendengar, hanya kembali mendengarkan percakapan Hatt dan Raseel.     

"Kau belum pernah bertemu dengan pangeran Utara?" tanya Nig.     

Diya menggeleng. Dia lalu mengambil buah yang dibawa oleh pelayan kerajaan barat untuk menjamu seluruh tamunya.     

"Dia sombong sekali. Selama aku menjadi pasukan perbatasan, aku tidak pernah bertemu dengannya sekalipun. Dia benar-benar tidak pernah turun dari kereta kerajaan, kurasa."     

Nig senang sekali mendengar hal ini, dia kembali melirik Ren.     

"Kurasa kau harus bertemu dengannya agar dapat mengenal sikap aslinya." Nig segera menarik tubuh Diya yang masih mengunyah anggur dan membawanya pada Ren yang berdiri tidak jauh dari mereka.     

"Pangeran Ren. Perkenalkan ini temanku, Diya, ketua dari penjaga perbatasan terluar wilayah Utara. Dia ingin bertemu dan menyampaikan rasa hormatnya padamu." Nig menyunggingkan senyum pada Ren.     

"Diya! Tundukkan sedikit kepalamu!" paksanya dengan menekan kepala Diya yang sedang mengunyah.     

Ren tidak begitu minat, dia hanya menarik napas panjang dan membuang pandangan.     

"Sialan! Apa yang kau lakukan, Nig. Jangan bercanda!" Diya menepis tangan Nig dan memukul keras bagian rusuk pria berbadan besar itu.     

"Dia memang cantik seperti yang pernah kudengar, tapi sudah kubilang tidak mungkin." Diya berbalik namun Nig masih menahannya.     

"Kau tidak sopan sekali!" bisik Nig.     

Diya kesal, namun dia mendapati Nig menatapnya lekat dan tidak nampak sedang bercanda.     

Diya mengerjapkan kedua matanya beberapa kali, dia lalu menatap Ren.     

Pria cantik dengan rambut merah muda itu telah pergi setelah sebelumnya menepuk bahu Nig.     

"Ah seru sekali. Harusnya aku lebih mempermalukanmu tadi," celetuk Nig dengan tawanya.     

"Ah sialan kau!" Diya menendang betis Nig sangat keras. Dia merasa malu, namun juga masih bingung karena sosok yang baru dia temui sungguh diluar dari sosok yang selama ini ada dipikirannya.     

Ren membantu Corea berjalan untuk menuruni tangga. Wanita itu hendak menemui pasukan peri lembah yang sebelumnya kehilangan dirinya karena terhipnotis suara pohon putih.     

Corea menolak dibantu, namun keadaan kakinya sungguh belum dapat dipaksakan.     

Ren dan Corea bertemu dengan Raddone dan Leidy yang juga sedang bercengkerama dengan pasukan Barat lainnya. Raddone hanya melirik Corea sebentar, setelahnya kembali fokus pada pasukannya.     

Sementara itu Leidy sama sekali tidak mempedulikan Ren dan Corea.     

Corea mehela napas panjang. Dia kesal namun harus tetap menjaga sikapnya.     

"Tenanglah. Kebaikanmu pasti akan berbalik padamu. Mereka hanya belum belajar cara berterimakasih," ujar Ren.     

Corea mengangguk. "AKu tidak apa."     

"Terimakasih. Kau tidak hanya membantu putri itu, kau membantu kita semua. Raja Audore tidak ingin memberikan bantuan jika anaknya masih sakit, tapi kau membantu putri sehingga sang Raja mau untuk membantu dan tidak mengubah rencana awal. Kau hebat, Corea."     

"Ah kau memujiku? Rasanya aneh sekali mendengar seorang pangeran berhati dingin sepertimu memuji orang lain," ujar Corea tertawa lirih.     

"Kurasa kaulah yang paling berperan dalam peralanan panjang ini. Kau berhasil meyakinkan Wedden untuk memulai semuanya dan sebentar lagi kita akan berada pada tujuan akhir peperangan. Aku juga berterimakasih padamu, Pangeran Soutra." Corea tersenyum.     

Ini pertama kalinya Ren menatap senyum peri wanita itu dengan jarak yang sangat dekat. Segera saja dia mengalihkan pandangan karena dia merasakan wajahnya mulai panas.     

Dari jarak cukup jauh, rupanya Diya masih penasaran dengan sosok cantik yang dipanggil 'Pangeran' oleh Nig.     

Diya memperhatikan penampilan Ren dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dia menemukan lencana yang sama pada ikat pinggang Ren.     

"Ah apa sungguh dia? Kenapa dia mencolok sekali, tapi dia dapat bertarung? Cantik sekali," gumamnya.     

Ditengah suasana yang tenang, tiba-tiba saja Ley kesana kemari seperti orang bingung. Dia menghampiri semua orang dan menghitung.     

"Pangeran Ren!" teriaknya membuat Ren berhenti berjalan.     

"Kau melihat Wedden? Aku mencarinya namun belum ketemu. Bocah itu juga tidak ada," ujar Ley.     

"Dia mungkin sedang makan buah bersama bocah itu. Mereka sangat kompak satu sama lain," jawab Ren santai.     

"Tidak ada. Aku dan Tao telah berpencar."     

Ren mengerutkan dahinya. "Tidak mungkin seperti yang ada dipikiranku sekarang, 'kan?" ujarnya.     

"Pangeran Raddone! Dimana kau mengikat kuda terbaikmu?"     

Raddone terkejut dengan pertanyaan Ren. Ley bergegas menuju tempat yang ditunjuk oleh Raddone, di area kandang belakang kastil kerajaan.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.