BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Keadaan Penginapan Utara



Keadaan Penginapan Utara

2Di daerah Utara Negeri Persei.     

Penginapan tua di ujung lorong desa yang gelap itu dipadati oleh warga desa yang berkumpul untuk saling bercengkerama dan melepas lelah setelah bekerja seharian. Atap dan dinding-dinding penginapan yang terbuat dari kayu yang mulai rapuh berderak-derak pelan di belai angina malam yang bertiup cukup kencang.     

Udara lembab menyelimuti seluruh wilayah sejak beberapa waktu terakhir. Hujan sihir tidak lagi turun, namun cuaca di wilayah Utara masih sangat tidak stabil dan tidak sejuk untuk dinikmati oleh indra penciuman.     

Keff, pria berambut agak panjang yang selalu diikatnya tinggi dengan matanya yang agak sipit, tengah sibuk melayani para pelanggan yang datang. Dengan dibantu oleh dua orang pelayan pria serta seorang pelayan wanita, mereka kesana kemari membawa baki berisi minuman atau makanan pesanan.     

Tidak jarang pula mereka mendapat permintaan khusus dari pelanggan yang menginap, meminta menu untuk makan malam di kamar mereka.     

Seorang pria tua dengan seluruh rambutnya yang telah memutih tengah duduk di dekat perapian, tempat kesukaannya. Kali ini dia sendirian, hanya memegangi sebotol bruen dan menatap bara api dengan tatapan kosong.     

"Apa aku boleh menemani kakek disini?" ujar Keff yang menghampiri pria tua itu.     

Kakek Salem, begitu nama panggilan yang diketahui oleh Keff selama ini. Beliau segera mempersilahkan Keff dengan menarik mundur kursi agar Keff nyaman. Beliau juga segera membagi minumannya dengan Keff.     

"Ah sudah sangat lama aku tidak minum sambil berbincang. Ini menyenangkan," ujar kakek Salem saat ia dan Keff mulai menemukan topic pembicaraan.     

"Teman-temanku … aku membenci mereka. Aku selalu berharap kalau akulah yang akan meninggal terlebihdulu, tapi kenapa mereka yang mendahuluiku. Aku membenci kesendirian, tapi kenapa mereka tega meninggalkanku." Gumaman kakek tua itu membuat Keff tergelitik, namun ia juga merasa miris sekaligus sedih.     

Keff menyimak tanpa menyelah pembicaraan apapun.     

"Bagaimana dengan temanmu? Apakah dia juga meninggalkanmu untuk selamanya?" tanya kakek Salem menatap Keff.     

"Wedden? Ah kurasa dia akan segera kembali. Dia hanya sedang ada urusan," jawab Keff.     

Hening sejenak. Kakek Salem kembali menenggak Bruen.     

Pandangan Keff tertuju pada seluruh pengunjung penginanapan. Ramai, bahkan ada beberapa yang memesan kamar, dan yang paling utama adalah mereka semua membayar. Ini adalah sebuah kemajuan dari penginapan yang selama ini dikelola dengan sebagian besar sikap kemanusiaan.     

Keff kembali memperhatikan tiga pelayan yang sedang bercengkerama sembari melayani tamu. Samar ia tersenyum, namun di dalam hatinya dia merasa sedih.     

Ini semua adalah harapan Wedden, hasil kerja keras pria kriting itu, namun saat cuaca membaik serta perekonomian membaik, pria itu justru tidak kembali dan membiarkan Keff keteteran mengurus semuanya sendiri.     

"Kau seharusnya berada disini, Kawan. Aku tidak tahu apakah kau akan senang karena banyak pengunjung dan banyak pemasukan, apakah kau akan marah karena banyak pengeluaran untuk membayar tiga pelayan." Keff mehela napas panjang.     

Keff lalu membiarkan ketiga pelayan untuk mengurus semuanya, sudah tidak ada pesanan hanya beberapa pengunjung yang perlu membayar ketika mereka akan pergi atau hal kecil lain yang dapat ketiga pelayan itu lakukan tanpa pendampingan Keff.     

Dia pergi ke kamar Wedden. Dia harus menemukan kunci gudang Bruen yang selama ini memang disimpan oleh si pemilik penginapan.     

Sudah berbulan-bulan lamanya Wedden meninggalkan wilayah Utara, selama itu pula Keff tidak pernah masuk ke kamar sahabatnya itu. Keff selalu merasa kalau itu adalah hal tidak sopan mengingat Wedden merupakan atasannya.     

Stok Bruen di gudang depan sudah menipis sehingga ia perlu mengambil Bruen dari gudang belakang. Ia telah memiliki cadangan lain, namun itu tidak begitu diminati oleh pengunjung. Banyak dari mereka yang meminta Bruen kualitas istimewa yang disimpan lama di gudang bawah tanah.     

Keff membuka pintu kamar Wedden perlahan, kayunya berderak. Susunan kamarnya masih sangat rapi, masih sama seperti dahulu saat Wedden masih sering membersihkan tempat itu.     

Keff mencari-cari dimna kiranya kunci itu disimpan. Dia pernah diberitahu oleh Wedden kalau kunci itu diletakkan di sebuah kotak di dalam lemari kayu dan itu tergabung dengan beberapa kunci lainnya.     

Ruang kamar yang tidak begitu luas, seharusnya tidak menyulitkan Keff. Namun pada kenyataannya pria berambut agak panjang itu tidak kunjung menemukan kotak yang dimaksud setelah membuka semua lemari bahkan hingga ke kolong tempat tidur.     

Di bawah kolong tempat tidur, Keff menemukan sebuah keranjang berukuran cukup besar yang masih terbungkus rapi oleh kain lama. Elas sekali itu adalah benda yang sangat lama namun masih sering dibersihkan sebelumnya oleh Wedden.     

Keff tidak berani menyentuhnya, dia hanya mengabaikan dan kembali mencari kunci yang pada akhirnya dia temukan di lemari yang paling bawah.     

Segera saja Keff mengambil kunci itu dan keluar, ia kembali menutup pintu kamar Wedden.     

Baru juga ia turun untuk menemui pelayannya, dia dikejutkan dengan kunjungan dari seorang wanita rupawan dengan sorot mata merahnya yang Nampak menyala memantulkan cahaya lampu.     

Wanita itu nampak sangat mencolok dari pengunjung lainnya, padahal jika dari pakaian diapun mengenakan pakaian wanita desa pada umumnya. Namun sosoknya, wajahnya, tatapannya, serta senyumnya mampu membuat Keff berhenti untuk bergerak sesaat.     

"Keff, nona itu ingin menginap namun kamar tamu yang layak huni sudah penuh. Ada dua kamar lain namun masih perlu renovasi karena bocor. Kami telah memberikan penjelasan namun dia tetap ingin menginap karena dia mengatakan tidak memiliki saudara di desa ini dan baru akan kembali ke desa Begun besok hari." Pelayan wanita di penginapan menghampiri Keff yang masih berada di dekat tangga.     

"Emm berikan dia jamuan terlebihdulu, biar aku yang bicara dengannya," ujar Keff. Dia lalu menyimpan kunci pada sakunya.     

"Permisi, Nona. Kau berasal dari desa Begun, benar 'kan?" sapanya ramah pada wanita yang sedari tadi telah menatap Keff dari kejauhan.     

"Ah kukira kau sudah mengetahui banyak dari pelayanmu tadi," ujar wanita itu. Suaranya terdengar sangat lembut. "Aku membutuhkan tempat untuk menginap. Tidak adalah satu kamar yang bisa kutempati? Mungkin kamarmu? Kurasa sebagai pemilik, kau akan bersedia untuk mengalah." Wanita itu tersenyum dengan genitnya.     

Keff masih menatap tanpa ekspresi. Dia seketika terpikir kamar Wedden yang telah lama ditinggal, tentu itu tidak akan masalah jika disewakan hanya satu malam.     

"Aku tahu kalian memiliki satu kamar yang kosong. Kau akan memberikannya untukku mala mini, 'kan?" pinta wanita itu lagi.     

Keff tersenyum samar, dia hendak mengangguk namun pandangannya tiba-tiba saja terarah pada bagian leher wanita itu yang nampak seperti luka sayatan yang lebar. Semula dia masih berfikir kalau itu mungkin aksesoris atau semacamnya.     

Namun saat wanita itu mengambil gelas minuman yang disuguhkan oleh pelayan, Keff kembali menangkap bekas luka sayatan yang sama di kedua tangan wanita cantik itu.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.