BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Putri Barat yang Sakit



Putri Barat yang Sakit

2Corea bersama dengan Ren dan Wedden ikut menjenguk keadaan Putri Leidy di ruangannya. Hatt dan Raseel tidak begitu berminat, mereka hanya mengikuti hingga depan pintu.     

Diatas tempat tidur yang sederhana namun tetaplah mewah jika dibanding tempat tidur Wedden di penginapan yang sesak. Leidy duduk bersandar di tempat tidurnya dengan lemah, seluruh tubuhnya nampak pucat dengan sorot mata yang sangat sayu.     

Raddone sedang menyuapinya bubur untuk mengembalikan energy, namun sepertinya itu tidak begitu berpengaruh karena putri Leidy hanya membuka kedua bibir sekenanya bahkan sendok buburpun tidak bisa dipaksakan untuk masuk oleh sang kakak.     

"Apa aku boleh menyentuhnya?" ijin Corea dengan lembut.     

Raddone segera beranjak dan membiarkan peri wanita itu memeriksa keadaan sang adik.     

Corea memeriksa nadi, lalu dia mencoba untuk mengenali energy lain yang ada di tubuh Putri Leidy. Karena, sesama penghuni hutan, seharusnya dirinya dan Hamadriad itu dapat saling mendeteksi.     

"Bangsa kalian berbeda. Dia jelas lebih kuat darimu, tentu saja energinya tidak dapat kau deteksi," celetuk Ren.     

Corea tidak merespon. Dia hanya sedang mencoba untuk mendapat perhatian dari Leidy yang sedari tadi meantapnya.     

"Kali ini, aku yang akan membantumu untuk sembuh. Percayalah," ucap Corea diiringi dengan senyum manisnya.     

Leidy mengangguk, "Aku tahu kau orang baik, Peri."     

Pelayan membawa kabar kalau semua persiapan untuk ritual telah selesai. Corea dengan dibantu oleh seorang pelayan wanita lainnya membantu Leidy untuk bangun.     

Para pria mengikuti langkah mereka dari belakang.     

Nig yang sangat peka terhadap keadaan sekitar merasa kalau suasana dluar tidak sedamai yang mereka pikirkan. Dia dan semua pasukannya memutuskan untuk tetap berjaga kalau-kalau ada serangan kedua dari Raja Kegelapan.     

Ley dan Tao ikut dengan pasukan Nig, mereka menjadi berteman setelah saling bercerita mengenai riwayat keluarga yang ternyata sama-sama asli warga Timur.     

Ser menjadi pendamping setia Wedden. Walau dia enggan untuk berinteraksi dengan Ren, namun dia masih berkenan untuk membantu dan mendampingi Pewaris Terakhir Raja Elf.     

Semua orang menuju sebuah tempat semacam pendopo yang berada di bagian paling belakang bangunan kerajaan yang berjarak cukup jauh dari tempat mereka semula.     

Corea masih mendampingi Leidy, Putri Barat itu mampu berjalan walau begitu lemah. Raddone berdiri tepat dibelakang sang adik, dia adalah orang pertama yang sigap saat Putri Leidy lelah.     

Cahaya matahari tidak begitu menghangatkan. Redup dengan angin yang bertiup sangat tidak bersahabat.     

Semua pandangan para pengelana tertuju pada meja ritual yang menghadap ke sebuah batu besar yang menurut kepercayaan bangsa Barat, itu adalah representasi dari wujud Hamadriad di mata para manusia biasa.     

Dua buah baki yang berisi embun daun berry jingga dan beberapa perlengkapan ritual yang terlihat seperti batu biasa bagi para tamu. Ada juga umbi dan hasil kebun lain, namun jumlahnya tidak begitu banyak.     

Wedden, Ren, dan Ser memperhatikan ritual itu sejak awal dimulai hingga berakhir. Corea dan Putri Leidy harus meminum sedikit dari embun daun berry jingga sebagai 'ijin' untuk memasuki wilayah kekuasaan Penjaga Hutan.     

Raja nampak biasa, tidak terlihat panic atau khawatir berlebih seperti sang Pangeran Raddone.     

"Hati-hati. Kuharap setelah ini kau tidak lagi berurusan dengan mereka. Apa kau mengerti betapa khawatirnya aku jika harus selalu mengantarmu menemui makhluk wanita itu?" ujar Raddone yang menatap lekat Leidy.     

Tuan Putri berparas cantik itu tersenyum. "Aku membantumu. Kau tidak ingin berterimakasih?" ucapnya.     

Raddone berdecak kesal. Dia lalu menepuk pelan bahu sang adik sebelum memeluk dan mengangguk pelan memberikan ijin untuk perjalanannya bersama Corea.     

"Kami percaya padamu, Peri. Lakukanlah yang terbaik tanpa mencelakai adikku. Kau mengerti?" ujar Raddone. Kali ini tatapan mataya sangat tajam pada peri wanita yang pemberani itu.     

Corea mengangguk meyakinkan seraya tersenyum. Dia juga sempat menoleh pada dua saudaranya yang tengah memasang ekspresi datar. Tidak mungkin melarang, mereka hanya mengangguk untuk memberikan ijin pada adik perempuan mereka.     

Dua wanita itu pergi memasuki hutan dengan membawa satu baki yang belum tersentuh. Menurut informasi yang disampaikan sebelumnya, mereka harus memberikan baki itu pada Hamadriad di rumah makhluk itu.     

Corea gugup, jantungnya berdetak tidak keruan, namun tidak dengan putri Leidy yang sepertinya sudah terbiasa dengan suasana semacam ini.     

Langkah mereka semakin jauh, udara di sekitar semakin lembab namun pepohonan masih bergoyang seolah tertiup oleh angina sejuk.     

"Jangan menoleh kebelakang!" ucap Leidy dengan pandangan lurus kedepan.     

"Kita harus yakin dan meluruskan niat untuk kemari. Jika tidak, Hamadriad itu akan menyerangmu dan menjadikanmu salahs atu dari budaknya."     

Corea terdiam. Dia menatap tuan Putri yang masih dibantunya berjalan itu, terlalu anggun walau berjalan di tengah hutan yang sangat sepi.     

Sesekali Leidy tersandung sesuatu, hal itu membuat Corea semakin khawatir. Beruntung dia memiliki reflek yang bagus sehingga tidak membuat Leidy terluka.     

"Apa ini masih jauh?" tanya Corea yang untuk memecah keheningan.     

"Emm. Kita bahkan belum bertemu dengan penjaganya," sahut Leidy.     

"Penjaganya? Maksudmu, Penjaga Hutan itu juga memiliki penjaga yang lain?" Corea antusias.     

"Pohon putih. Tapi jika kita beruntung maka itu akan berwujud manusia normal."     

"Oh begitu," Corea kembali diam. "Tapi … kenapa mereka menyerap energimu?" tanyanya penasaran.     

"Aku terlahir dengan kekuatan alam. Kata ayah, waktu ibuku mengandungku, beliau sudah sangat kehabisan tenaga karena memang kondisi kesehatan beliau sedang kurang baik. Saat itu ayah meminta bantuan pada alam untuk menyelamatkan kami. Hamadriad muncul dengan menawarkan bantuan, dia hanya bisa memilih salah satu untuk hidup. Ibuku memilih untuk menyelamatkanku, sehingga aku terlahir dan beliau meninggal. Karena hal itu juga aku memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pepohonan, namun semakin berjalannya waktu aku baru memahami kalau kekuatanku itu ternyata bentuk penyerapan energy oleh alam dari dalam diriku."     

Corea menyimak.     

"Dia menjadikanmu alat untuk mendapatkan energy?" tanya Corea.     

"Aku tidak berpikir begitu. Kurasa ini adalah bentuk dariku untuk berterimakasih atas semua bantuan dan kekuatan yang dia berikan padaku. Aku hanya perlu mengendalikan diri dalam pemanfaatan kekuatan."     

Corea kembali diam.     

"Kita harus menghentikan ini," ucapnya lirih.     

"Tidak perlu. Aku hanya tidak perlu menggunakan kekuatanku, maka aku akan baik-baik saja."     

Corea menatap Leidy. Wajah cantiknya semakin terlihat pucat dengan lengkung dibawah mata yang terlihat menghitam.     

Corea masih menggandeng tuan Putri, dia kembali dikejutkan dengan keadaan tubuh Leidy yang sangat dingin.     

"Kita akan segera tiba," ucap Leidy.     

Seketika Corea merasakan seluruh tubuhnya merinding. Dia menyadari kalau dia telah berada di tempat yang berbeda dari sebelumnya.     

Jelas pula dia melihat banyak penjaga dengan wujud yang sulit untuk dijelaskan begitu saja. berwujud pohon namun mereka memiliki kaki, tangan dan kepala layaknya prajurit manusia.     

Semua makhluk itu menatap Leidy dan Corea yang memasuki wilayah mereka. Belum juga mereka menemukan sebuah rumah, Leidy terjatuh pingsan dan membuat Corea kesulitan menjaga keseimbangan baki yang ia bawa.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.