Peristiwa di Barat
Peristiwa di Barat
Samar ia mulai tersenyum karena ia dapat merasakan hangat dan melihat percikan api dari gesekan yang dihasilkan.
Tao dan Ser memperhatikan Wedden. Kedua bocah itu saling pandang untuk beberapa saat lalu keduanya kembali memperhatikan Wedden yang terlihat sibuk.
"Jadi … apa kau sudah menemukan cara untuk mengalahkan Kimanh? Hey, Pewaris Raja Elf?" ujar Raddone yang ikut memperhatikan Wedden.
Pria kriting itu menatap Raddone, detik berikutnya dia melihat ke sekitar yang rupanya semua orang telah memperhatikan dirinya sejak beberapa saat.
"Emm kurasa aku tahu," sahut Wedden percaya diri. "Aku akan mengasah kekuatanku lalu menemukan buku sihir itu segera dan membacanya," imbuhnya.
Wedden segera melirik Ren, dia adalah teman petualangannya yang pertama sehingga dia merasa kalau Ren dapat memberinya bantuan dan dukungan. Namun rupanya Ren kembali mengalihkan pandangannya, sama sekali tidak mempedulikan Wedden.
"Kau memiliki penglihatan mengenai keberadaan Buku Sihir itu?" tanya Raddone lagi.
"Di sekitarku, di dekatku. Karena perjalanan kita ini bukan tentang bagaimana kita mencari, namun tentang bagaimana kita menemukan. Aku yakin, jika aku dapat menemukan kekuatan dalam diriku, maka aku akan mudah untuk menemukan Buku itu."
"Wedden … kurasa kau melupakan sedikit amanah dari Rader. Dia memintamu untuk melihat pada dirimu sendiri. Konteks ini sepertinya mengarah pada dirimu yang seharusnya mengenali dirimu sendiri …," Ley tiba-tiba menyelah waktu bicara, namun dia menggantung kalimatnya.
"Aku menjadi lebih mengenali diriku sejak melakukan perjalanan ini, Ley. Aku tidak pernah mengabaikan amanah dari siapapun. Aku hanya ... butuh waktu," sahut Wedden.
Ren nampak menunduk, dia lalu mengalihkan pandangan ke semua rekannya yang masih dirawat oleh pelayan atas lukanya.
"Aku sudah menemukan kekuatanku. Percayalah, ini tidak akan lama. Aku akan berhasil mengalahkan kegelapan segera," imbuh Wedden.
"Kekuatan apa yang telah kau temukan, Nak?" tanya sang raja yang sedari tadi memperhatikan percakanan putranya bersama pewaris raja elf.
"Aku bisa menyalakan api, tubuhku seperti mengeluarkan zat panas yang juga dapat memercikkan cahaya saat kugesekkan."
"Begitukah? Coba kau tunjukkan pada kami semua. Kita juga bisa beradu kekuatan jika kau mau," Raja Audore tersenyum lebar. Dia yang juga merupakan keturunan penyihir merasa tertantang jika kini memiliki lawan dengan kekuatan sihir pula.
Hal ini menarik untuk Ren. Segera dia menatap pria keriting itu dan mengharapkan sebuah pertunjukkan.
"Baginda Raja!" teriak Dipa yang bergegas menghampiri raja Audore. "Tuan Putri telah sadar," ucapnya seraya mengatur pernapasan.
"Baguslah. Tapi kenapa kau menjadi panic begini? Apakah terjadi sesuatu padanya?" sahut Raddone yang sangat sensitive dengan semua hal yang berhubungan dengan sang adik.
"E … dia …," Dipa terbata.
Semua orang ditempat itu bertanya-tanya dan merasakan atmosfer yang tidak nyaman.
Pangeran Raddone mendengkus kasar dan segera mendorong tubuh Dipa untuk tidak menghalangi jalannya menuju ruangan tempat Leidy dirawat.
Raja Audorepun Nampak mehela napas panjang. "Persiapkan perlengkapan upacara Ridithan, sekarang." Perintah sang raja pada para pelayan yang ada di sekitar.
Ada lebih dari lima pelayan segera mengiyakan permintaan sang Raja dan undur diri.
Para tamu semakin bingung dibuatnya, mereka saling pandang namun tidak berani bertanya.
"Maafkan aku, hal tidak terduga kembali terjadi. Kurasa kalian tidak akan mendapat banyak bantuan dari kami," ujar sang Raja pada pasukan Wedden.
"Sebenarnya apa yang terjadi, Tuan? Apakah tuan Putri baik-baik saja?" tanya Raseel mewakili semua tamu.
"Dia selalu seperti ini saat energinya terkuras habis. Tidak begitu buruk, hanya perlu sedikit pengobatan. Ahh kalian silahkan kembali menikmati hidangan." Raja masih berusaha untuk bersikap ramah.
"Apa ini ada hubungannya dengan pepohonan yang 'hidup' itu?" ucap Wedden lirih. "Mereka meminta imbalan kah?" tanyanya lagi.
"Kau mengetahui tentang hal ini?" tanya Raja.
"Hanya menduga," sahut Wedden. "Tuan Putri jatuh pingsan setelah pepohonan itu membantu menyerang pasukan kegelapan. Kurasa penjaga hutan ingin mengambil keuntungan dengan mencurangi tuan Putri. Jika benar begitu, seharusnya tidak hanya dengan pengobatan, namun juga mengalahkan dan mencegah agar hal ini tidak lagi terjadi."
Hening sejenak.
"Apa kalian pernah mencoba untuk mengalahkan penjaga hutan itu?" tanya Wedden lagi.
"Mereka hanya meminta kelengkapan ritual dan embun dari daun Berry Jingga yang digunakan untuk menutup kebocoran energy di tubuh putriku."
"Apa penjaga hutan memiliki sesuatu yang sangat berharga untuknya dan tidak boleh untuk disentuh siapapun?" sahut Ren.
"Kurasa itu bola Kristal, namun aku tidak begitu yakin. Aku hanya bertemu sekali dengannya dan tongkatnya tidak begitu jelas kuperhatikan," jawab sang Raja.
"Apa kita harus mencurinya?" tanya Nig.
"Itu akan membuat penjaga hutan melemah dan kita jadikan senjata agar mereka tunduk pada perintah Raja dan tidak lagi mencelakai tuan Putri. Bukan begitu, Wedden Rapherson?" Ren menatap Wedden yang duduk agak jauh darinya.
Wedden merasa sedikit aneh dengan kalimat pangeran Ren yang menyebutnya 'Wedden Rapherson'. Namun dia merasa senang karena dia dapat merasakan kalau pangeran cantik itu kembali mendukungnya.
"Emm benar. Aku hanya memikirkan tentang itu. Kurasa kita semua berpengalaman untuk melakukan pencurian …," ucap Wedden kembali menatap seluruh rekannya.
Ser segera mengalihkan pandangannya, dia tidak ingin kembali terlibat dengan hal menyebalkan hanya karena dia adalah seorang pencuri handal.
"Aku setuju, namun sayangnya tempat itu tidak boleh dimasuki oleh pria. Kecuali Raja dengan perjanjian dengan Hamadriad itu terlebih dahulu," kata Raja Audore.
"Ah begitukah? Jadi selama ini tuan Putri ditemani pelayan?" gumam Wedden.
"Aku akan melakukannya!" ujar Corea nyaring mengejutkan para pria.
"Aku memiliki keahlian untuk mencuri, aku juga jago bertarung. Kurasa aku akan menyelesaikan tugas itu dengan baik. Apakah boleh, Yang Mulia?" ucapnya sangat bersemangat.
Semua mata masih tertuju pada peri wanita itu. Ren menatapnya tajam, lalu dia segera mengalihkan pandangan saat Raseel mendapati pangeran cantik itu sedang memperhatikan adik perempuannya.
"Apa kau sungguh bisa? Kakimu bahkan masih cidera!" sahut Hatt segera. Dia tidak menyetujui pernyataan sang adik.
"Ah ini hanya luka ringan. Aku masih bisa menggunakan kedua tanganku untuk menyerang dengan pedang, juga kakiku yang lain untuk melakukan tendangan." Corea Nampak bersemangat.
Kakinya yang cidera masih dikompres dengan ramuan dari pelayan kerajaan.
Hatt menatap Raseel, dia sedang meminta pendapat dari saudara tertua mengenai hal ini.
"Jika Yang Mulia Raja mengijinkan, kurasa kita patut memberinya kepercayaan jika memang ini pula cara terbaik," sahut Raseel.
"Kau … argh! Tidak adakah wanita lain? Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu?" gumam Hatt kesal, namun tidak dipedulikan oleh Corea.
***