Sebuah Penyambutan
Sebuah Penyambutan
Wedden, Ser, Nig, dan Ren juga mengikuti.
Beberapa saat selanjutnya, Corea dan pasukan Nig juga bergegas ikut serta setelah selesai bertarung.
Para pohon ajaib sungguh sangat membantu. Kekuatan mereka tidak dapat diremehkan karena rupanya gnome hutan mudah sekali dilenyapkan oleh mereka.
Setelah selesai dengan tugasnya, para pohon ajaib kembali ke tempat mereka masing-masing meninggalkan tempat bertarung yang dipenuhi darah juga puluhan prajurit yang tewas.
Terasa aman, namun belum sepenuhnya begitu. Pasukan Raddone masih belum selesai bertarung, mereka bahkan hingga kelelahan karena jumlah kucing sihir lebih banyak dibanding dengan jumlah yang menyerang pasukan Leidy.
Si kecil Tao beberapa kali terjatuh karena lelah dan merasa haus. Dia bahkan tersandar di sebuah kuali air hanya untuk dapat meminumnya segera.
Segera saja dia menggidik, rasa aneh yang lengket memenuhi tenggorokannya.
"Ah sialan! Tidak bisakah aku mendapat satu pertolongan saja kali ini ...," Tao kesal.
Rupanya Raddone memperhatikan bocah berambut merah marun itu. Sehera saja sang pangeran meraba pakaiannya, dia masih memiliki satu kantong minum.
"Hey bocah! Minum ini!" Raddone melemparkan kantong air tepat pada tangkapan Tao.
Tao hanya menatap pangeran tak bermahkota itu beberapa saat sebelum ia meneguk air yang abru saja ia dapatkan.
Saat para prajurit dan penduduk Barat sudah sangat kelelahan, rupanya alam sedang brpihak kepada mereka kali ini.
Langit yang semula panas dengan kabut yang terbawa oleh para pasukan kegelapan, mulai berangsur mendung dan kali ini para prajurit serta pengelana dari Selatan dapat mencium segarnya aroma air bersih, bukan air sihir hitam.
Semua orang menengadah, walau udara dingin itu menandakan suatu hal baik, namun gelapnya mendung itu membuat mereka masih waspada.
Hanya dalam hitungan detik, hujan deras mengguyur seluruh wilayah Barat dengan derasnya, membuat para kucing sihir berhamburan dan kehilangan kemampuannya untuk menyemburkan api.
Kesempatan baik tidak akan disia-siakan oleh semua orang. Segera saja mereka menyerang tanpa ampun pada semua makhluk kegelapan yang kehilangan arah. Para gagakpun seolah kehilangan keseimbangan, mereka berjatuhan dan hanya menepi di tempat yang dapat melindungi mereka dari hujan.
Melihat gagak-gagak yang tidak berdaya, Tao tertarik dan mengambilnya satu untuk dipelihara.
"Semua orang segera ke kerajaan dan berlindung!" teriak Raddone mengomando pasukannya.
Hatt dan Raseel yang juga mendengarnya segera menghampiri Ley dan Tao dan bergegas untuk bergabung pada pasukan yang pergi kearah kerajaan.
Tao menyembunyikan gagak di balik bajunya, tanpa diketahui oleh siapapun.
Cukup lama berlari, semua pasukan Barat beserta tamu yang belum disambut kehadirannya akhirnya tiba di depan gerbang kerajaan Barat yang sangat megah. Tidak lebih megah dari kerajaan Timur, namun bangunannya masih nampak sangat kokoh dengan bangunan yang terlihat tua.
Masing-masing dari prajurit dan warga mendapatkan handuk untuk mengeringkan tubuh yang diberikan oleh pelayan kerajaan. Rupanya kedatangan mereka bersamaan dengan kedatangan pasukan kuda yang membawa Putri Leidy yang tidak sadarkan diri.
"Ada apa dengannya?" Raddone segera menghampiri Jana.
Kedua pengawal putri segera memberikan penjelasan mengenai keadaan perempuan terhormat itu.
Raddone sempat terlihat mengerutkan dahi namun dia segera memerintahkan semua pelayan untuk mengurus adiknya.
Sementara sang Putri dirawat, Pangeran Raddone menghampiri sang ayah yang rupanya baru saja memasang pelindung sihir untuk kerajaan mereka.
Masih hening untuk beberapa saat. Namun sang Raja, Audore Barwest tiba-tiba menghampiri Tao yang masih duduk sedikit berjongkok di dekat perapian.
"Kau kedinginan, Nak?" Tanya Raja dengan suaranya yang terdengar sangat berat.
Tao yang terkejut menoleh seketika dan hanya menatapnya dengan beberapa kali mengedipkan mata.
Raja Barwest ikut berjongkok disamping Tao, beliau lalu menghangatkan kedua tangannya ke dekat perapian. "Kau seharusnya melakukan ini agar seluruh tubuhmu segera hangat," ujarnya.
Tao masih menutup kedua tangannya, lebih tepatnya, ia menyembunyikan kedua tangannya. Ia bahkan hanya menggeleng sebagai bentuk respon pada sang Raja.
"Kau takut?" tanya Raja. "Aku tidak akan memarahimu karena kau tidak menuruti permintaanku. Tapi aku butuh alasan."
Tao hanya mehela napas panjang, pandangannya masih tertuju lurus pada perapian.
"Apa kau tahu, Nak. Hal buruk, jika disimpan maka itu akan tetap buruk kecuali kau mengubahnya, mengubah fungsinya. Maka itu akan baik."
Tao masih diam.
"Kusarankan kau untuk tidak memelihara gagak itu. Itu akan membawa kesialan untuk semua orang," imbuh Raja.
Ley yang mendengar ucapan sang Raja pada adiknya merasa bingung. Dia sempat melangkah hendak menghampiri mereka, namun Hatt menahannya. Hatt memberikan isyarat pada Ley untuk membiarkan saja.
Tao masih tidak menghiraukan ucapan Raja. Dia lalu menjulurkan kedua tangannya ke perapian untuk menghangatkan diri, dengan sedikit bergumam sebuah lagu desa.
Seperti acara penyambutan yang seadanya, Raddone dan sang ayah mempersilahkan Hatt, Raseel, Ley dan Tao untuk duduk melingkar di ruangan bawah tanah yang cukup penuh dengan penduduk yang berlindung.
Tidak lama berselang, pasukan Wedden tiba. Mereka juga basah, segera saja semuanya saling bertegur sapa.
"Kenapa kalian baru tiba? Kalian sengaja tidak mengawal tuan Putri?!" suara Raddone sangat mengejutkan. Nyaring dan menggema.
"Kami tersesat," jawab Ren.
"Ah rupanya kau adalah Pangeran Utara. Ren Soutra, benar?" tanya Raddone ragu.
Ren mengangguk seraya memberikan hormat pada Pangeran juga Raja Barat.
"Lama sekali tidak bersua, kau terlihat semakin cantik."
Ren mengerutkan dahinya, dia tidak suka.
Raddone segera mengalihkan pandangannya. Mereka kembali membahas tentang acara 'selamat datang' yang sama sekali tidak direncanakan.
Raja Audore meminta maaf karena kedatangan Pewaris Terakhir Raja Rapher harus disambut dengan pertarungan berdarah. Namun mereka juga berterimakasih atas bantuan pasukan tamu dalam mengamankan negeri Barat.
Tidak sedikit dari pasukan tamu yang terluka. Corea bahkan pincang karena kakinya mendapatkan tumbukan dari gnome hutan. Dia juga harus dibantu oleh Witt saat berjalan.
Disaat semua orang sedang berbincang mengenai perang dan perjalanan mereka menuju Barat. Wedden sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia mencoba untuk kembali membuat api dengan kedua telapak tangannya.
Samar ia mulai tersenyum karena ia dapat merasakan hangat dan melihat percikan api dari gesekan yang dihasilkan.
Tao dan Ser memperhatikan Wedden. Kedua bocah itu saling pandang untuk beberapa saat lalu keduanya kembali memperhatikan Wedden yang terlihat sibuk.
"Jadi … apa kau sudah menemukan cara untuk mengalahkan Kimanh? Hey, Pewaris Raja Elf?" ujar Raddone yang ikut memperhatikan Wedden.
Pria kriting itu menatap Raddone, detik berikutnya dia melihat ke sekitar yang rupanya semua orang telah memperhatikan dirinya sejak beberapa saat.
"Emm kurasa aku tahu," sahut Wedden percaya diri. "Aku akan mengasah kekuatanku lalu menemukan buku sihir itu segera dan membacanya," imbuhnya.
Wedden segera melirik Ren, dia adalah teman petualangannya yang pertama sehingga dia merasa kalau Ren dapat memberinya bantuan dan dukungan. Namun rupanya Ren kembali mengalihkan pandangannya, sama sekali tidak mempedulikan Wedden.
"Kau memiliki penglihatan mengenai keberadaan Buku Sihir itu?" tanya Raddone lagi.
"Di sekitarku, di dekatku. Karena perjalanan kita ini bukan tentang bagaimana kita mencari, namun tentang bagaimana kita menemukan. Aku yakin, jika aku dapat menemukan kekuatan dalam diriku, maka aku akan mudah untuk menemukan Buku itu."
***