Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Lavender



Lavender

3  Mayang : Aku lulus, yeay!    

  Denada : (Mengirimkan emoji berkaca-kaca sedih)    

  Mayang : Kamu juga kan?    

  Denada : (Mengirimkan emoji menangis)    

  Mayang : Yang bener dong, lulus kan?    

  Denada : Aku sebel    

  Mayang : Kenapa?    

  Denada : Rata-rata nilaiku cuma 8,7 padahal targetku 9,2     

  Mayang : Iih bikin kaget aja. Kita lulus Denada    

  Denada : Tapi aku sebel!     

  Mayang : (Mengirimkan emoji berpelukan)    

  Mayang : Nilai rata-rata 8,7 itu bagus tau    

  Denada : Aku maunya 9,2    

  Mayang : Udah, yang penting lulus    

  Denada : Aah sebel! Nilai rata-rata kamu berapa?    

  Mayang : 9,4 sih    

  Denada : Apa??    

  Sederetan pesan di grup Lavender kami baru saja selesai kubaca saat aku kembali ke kamar. Aku tersenyum lebar karena mendapat kabar dua orang yang beberapa bulan ini menjadi sahabatku lulus dengan nilai yang bagus sekali.    

  Denada memang perfeksionis. Dia selalu menginginkan hal terjadi sesuai dengan targetnya. Aku bisa mengerti bahwa Denada sekarang menjadi sangat kesal, walau kurasa nilai rata-rata 8.7 adalah nilai yang cukup tinggi.    

  Sebetulnya selama beberapa hari ini aku sudah mempersiapkan hadiah spesial untuk mereka karena aku tahu mereka pasti akan lulus. Aku sudah berencana mengajak mereka menginap dan memberikan hadiah spesial buatanku saat mereka sampai di rumah.    

  Aku membuat dua buket bunga dan dua tiara berukuran kecil dengan melihat tutorial di youtube. Barang kerajinan itu sudah berjejer rapi di rak gantung di atas tempat tidurku.     

  Aku memilih buket bunga lavender berwarna violet dan tiara berwarna pink lembut untuk Denada. Juga buket bunga lavender berwarna biru tua dan tiara berwarna putih tulang untuk Mayang.    

  Aku : Selamat ya, nilai kalian bagus banget    

  Denada : Kurang, Za    

  Aku : Kalau mau ngulang bisa ikut ujian paket A kok    

  Mayang : (Mengirimkan emoji tertawa terbahak-bahak)     

  Denada : Kamu jahat, May    

  Mayang : Faza bener kok. Ikut ujian paket A aja coba    

  Denada : Ga mau    

  Mayang : (Mengirimkan emoji tertawa terbahak-bahak)    

  Aku : Aku punya hadiah spesial buat kalian. Kalian nginep ya. Mau malam ini atau besok?    

  Denada : Asik! Aku mau mandi dulu trus ke sana sekarang    

  Mayang : Beneran mau malam ini nginepnya?    

  Denada : Iya, kalau kamu ga mau ga pa-pa. Aku aja    

  Mayang : Iih kok ngambek? Iya deh aku juga berangkat    

  Aku : Aku tunggu ya    

  Aku meletakkan handphone di sebelah komputer dan beranjak keluar kamar. Aku memberi tahu oma bahwa Denada dan Mayang akan menginap untuk merayakan kelulusan mereka. Oma terlihat senang, mungkin karena tak lagi khawatir aku akan sendirian dan tak memiliki teman sepanjang hidupku.    

  Karena sudah terlalu siang untuk menyiapkan makanan apapun, jadi kami memutuskan akan memesan makanan apapun yang dipilih Mayang dan Denada jika mereka sampai nanti. Aku segera berkutat untuk membuat fruit pastry dengan strawberry, jeruk dan anggur. Aku juga menyiapkan vanilla sauce untuk dituang di atas cake.     

  Aku membuatnya karena pastry ini adalah satu-satunya resep bunda yang kuingat. Kebetulan ada bahan-bahan membuat pastry di lemari persediaan bahan milik oma.    

  Aku menyiapkan ekstra potongan buah dan vanilla sauce di mangkuk terpisah karena ini adalah perayaan. Siapapun yang menginginkan buah dan sauce lebih banyak, bisa menambahkannya sendiri.    

  Satu jam kemudian mereka sampai. Sepertinya Denada menjemput Mayang dan mereka berangkat bersama. Supir Denada yang mengantar mereka segera pergi sesaat setelahnya.    

  Kami memesan satu loyang pizza daging dengan ekstra keju, sayap ayam, sosis panggang, dan potato wedges (kentang panggang yang dibumbui) melalui aplikasi pesan antar. Lalu kami berbincang di teras belakang dan membahas bagaimana rasanya ujian.     

  Mayang dan Denada sedang membicarakan SMP pilihan mereka saat pastryku matang dan aroma manis menguar hingga ke teras belakang. Kami berpindah tempat dan duduk di meja makan untuk mengelilingi pastry yang berwarna kecoklatan dengan banyak buah di atasnya.    

  "Oma, aku boleh minta resep kue ini?" ujar Denada pada oma yang membantuku mengeluarkan pastry dengan sarung tangan anti panas.    

  "Oma ga tau resepnya. Coba tanya Faza."    

  "Kamu yang bikin kuenya?" pertanyaan Denada beralih padaku.    

  Aku mengangguk, "Mau aku tulis atau aku kirim lewat chat?"    

  "Ga usah kalau gitu, aku mau beli aja. Kalau aku pengen makan, kamu harus bikinin buatku."    

  "Emangnya kamu suka? Nyobain aja belum."    

  "Aku juga mau beli kalau kamu yang jual. Aku sama Denada pernah coba bikin cake pisang, tapi gagal. Pertama gosong, kedua bantat, trus kita bikin lagi tapi kuenya meledak di dalam oven. Semua nanny Denada panik dikira ada bom di dapurnya." ujar Mayang sambil tertawa.    

  "Uugh aku kapok ga mau lagi bikin-bikin kue, tapi aku bakal bayar kalau kamu yang bikin." ujar Denada.    

  "Nanti aku bikinin kapanpun kalian mau, atau kita bisa bikin bareng." ujarku.     

  "Uugh aku ga yakin mau bikin kue lagi, tapi aku ga keberatan nontonin kamu bikin kue." ujar Denada.    

  "Ini udah bisa dimakan belum? Wangi banget bikin laper." ujar Mayang sambil menghirup aroma di sekitarnya. Seolah dengan menghirupnya akan membuatnya merasa kenyang.    

  "Tunggu dingin dulu sebentar. Oh iya, aku punya hadiah buat kalian. Aku ambil dulu ya." ujarku sambil beranjak ke kamar untuk mengambil dua buket bunga dan dua tiara buatanku.    

  Saat aku kembali ke dapur dengan tangan yang penuh, Mayang dan Denada memekik dan segera menghampiriku. Aku menyodorkan buket bunga lavender berwarna ungu dan memasangkan tiara pink di rambut Denada dan menyodorkan buket bunga lavender berwarna biru dan memasangkan tiara berwarna putih di rambut Mayang.    

  "Ternyata aku bikin ukurannya pas. Cantik banget kalian yang pakai." ujarku sambil menatap mereka dengan perasaan bangga karena hadiah buatanku terlihat sempurna.    

  Mayang dan Denada saling memandang satu sama lain. Lalu mengucapkan terima kasih dan kami saling berpelukan.     

  Kurasa aku bisa bersahabat dengan mereka sampai kami tua. Aku berjanji akan membuka diri untuk mereka karena mereka adalah sahabat yang baik sekali.    

  "Semua ini kamu juga yang bikin?" Mayang bertanya sambil mengamati buket bunga lavender artifisialnya dan mengamit tiara dari kepalanya. Dia mengamati setiap ujungnya dengan seksama.     

  Aku duduk dan mengangguk. Aku senang sekali melihat ekspresi mereka.    

  "Tadinya aku mau kasih bunga asli, tapi nanti pasti layu. Jadi aku bikin yang mirip biar kalian bisa simpen." ujarku.    

  "Aku terharu banget. Makasih ya, Faza. Ga heran deh kalau ... oma sayang banget sama kamu." ujar Denada.    

  Entah kenapa kurasa bukan itu yang ingin Denada ucapkan, tapi kurasa aku tak akan bertanya. Aku sudah cukup senang melihatnya menghargai benda buatanku.    

  "Aku suka banget tiara ini. Aku jadi keliatan cantik." ujar Mayang yang sedang mematut diri di depan kamera handphonenya. "Eeh kita harus foto bareng."    

  "Aku ... ga begitu suka difoto. Biar aku aja yang fotoin kalian." ujarku sambil mengambil handphone Mayang.    

  "Ayo dong, Za. Sekali aja foto bareng. Aku mau pamer kalau aku punya sahabat yang ngasih hadiah buket bunga sama tiara bikinan sendiri." ujar Denada dengan tatapan memohon.    

  "Iya, Za. Aku juga mau punya foto bareng kamu. Aku mau pajang di kamarku." ujar Mayang.    

  "Mm ... tapi janji ga upload di sosmed ya." ujarku.    

  Walau sepertinya Denada dan Mayang merasa berat hati , tapi mereka mengangguk setuju. Dari hanya satu foto, beralih ke foto dengan gaya yang lain dan selanjutnya terasa seperti tak ada habisnya. Kurasa aku akan memegang kata-kata mereka untuk tak mengunggah satu pun fotoku di sosial media mereka yang manapun.    

  Saat makanan pesanan kami datang, kami menatanya di meja makan. Pastry buatanku sudah cukup dingin untuk dihidangkan sebagai pencuci mulut. Kami makan bersama oma dan opa dengan banyak bercerita di sela-sela aktivitas makan kami.    

  Sempat ada pembahasan agar aku melanjutkan SMP di sekolah yang sama dengan Mayang dan Denada. Namun aku hanya berkata aku akan memikirkannya terlebih dulu.     

  Mayang dan Denada terlihat antusias sekali. Mereka menjelaskan padaku jika nanti kami berada disatu sekolah, kami akan bisa bermain bersama lebih sering.     

  Walau kami pasti berbeda kelas nantinya, tapi kurasa mereka tak akan begitu peduli. Bahkan aku bisa membayangkan mereka yang akan mencariku untuk mereka ajak berkeliling.    

  Saat senja tiba, kami bertiga memindahkan barang-barang bawaan mereka ke kamarku. Kami mandi bergantian dan melanjutkan perbincangan kami yang terasa seperti tak akan berhenti sampai pagi kembali menjelang.    

  =======    

  NOVEL INI EKSKLUSIF DAN HANYA TAMAT DI APLIKASI WEBNOVEL. BANTU NOU LAPORKAN APLIKASI PEMBAJAK NOVEL : IREADING


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.