Hari Pertama
Hari Pertama
Lima tahun berlalu. Banyak yang berubah di pasar ini.
Namun kios sari kedelai itu tetap sama, dengan penjual yang sama dan rasa sari kedelai yang sama. Membuatku penasaran bagaimana dia membuat sari kedelainya memiliki rasa yang konsisten. Dengan kenaikan harga baku selama bertahun-tahun ini, bagaimana dia bisa mengelolanya?
Lima tahun lalu saat aku dan Astro melewati pasar ini, kami hanya sedang berkeliling. Namun hari ini berbeda, ini adalah hari pertamaku masuk sekolah.
Setelah bertahun-tahun aku menjalani kegiatan belajar dengan sistem homeschooling, akhirnya aku memutuskan untuk bersekolah. Seperti yang bisa ditebak, keputusanku membuat opa sangat senang. Opa bahkan berjanji akan mengabulkan satu permintaanku, permintaan apa saja.
Aku melirik jam di lenganku, pukul 06.14. Kurasa kami memiliki cukup banyak waktu untuk mengganti pakaian kami.
"Nervous (Gugup)?" Astro bertanya sambil berusaha mengayuh sepedanya di sisiku. Dengan wajah dan caranya membawa diri, aku tak akan terkejut jika selalu ada perempuan yang tiba-tiba menoleh dan terpesona.
Berbeda dengan dirinya lima tahun lalu saat kami pertama bertemu, saat di wajahnya masih tersisa raut khas anak-anak. Saat ini dia sudah tumbuh tinggi sekali, 178 sentimeter mungkin?
"Sedikit." ujarku singkat.
"Nanti aku kenalin ke temenku, mereka di kelas bahasa juga. They will take a good care of you while I'm not around (Mereka bakal jagain kamu kalau aku ga ada)."
"Thank you."
"Kelasku ga jauh kok. Nanti kamu tau."
Selain opa, Astro lah yang terlihat sangat bersemangat saat tahu aku memutuskan untuk bersekolah. Entah dengan cara apa dia berhasil membujuk opa untuk memasukkanku ke sekolah yang sama dengannya, bahkan sebelum aku sempat mengutarakan niatku untuk bersekolah di kolah yang sama dengan Mayang.
Tak lama, setelah melewati beberapa kantor pemerintahan, kami sampai di depan sekolah dengan plang: SMA AMRETA TISNA, Akreditasi A.
Lima tahun lalu saat kami melewati sekolah ini, Astro berkata akan bersekolah di sini. Saat itu aku berpikir bahwa Astro adalah anak yang visioner sekali. Tapi lihat sekarang, dia benar-benar membuktikan ucapannya.
Mayang memberitahuku beberapa hal, sekolah ini adalah sekolah swasta yang banyak menampung anak orang kaya. Walau ada juga anak-anak yang bisa masuk ke sana dengan jalur beasiswa.
Dengan akreditasi A, tak mengherankan jika sekolah ini menjadi sekolah favorit pilihan banyak orang. Aku bahkan mulai bertanya-tanya bagaimana bisa aku masuk kesini? Apakah karena opa termasuk orang kaya? Kaya menurut standar siapa?
Mayang juga memberiku nasihat untuk sedikit merapikan diri. Aku biasanya hanya akan memakai pakaian apa saja dari dalam lemari dan mengepang rambut dengan asal, atau hanya akan memakai topi saat sedang malas merapikan rambut.
Dengan kondisi baruku yang harus bersekolah, Mayang menyempatkan diri mengajakku ke salon untuk memotong rambutku. Juga menemaniku membeli beberapa pakaian baru dan berbagai perlengkapan yang kubutuhkan di sekolah. Kalimat favoritnya saat kami berbincang adalah "kamu mau masuk SMA AMRETA TISNA, kamu ga boleh keliatan gampang diintimidasi."
Sebetulnya kalimatnya itu membuatku gugup. Aku yang biasanya akan menghindar saja dari kerumunan, kurasa aku tak bisa lagi menghindarkan diri dari sosialisasi mulai sekarang. Aku bahkan sempat merasa bergidik saat Mayang menggunakan kata "intimidasi". Aku hanya akan bersekolah dan bukan bertempur di medan perang, bukan?
Astro yang mengarahkan rute sejak kami memasuki gerbang sekolah ini. Kami berbelok dan sampai di sebuah lahan parkir sepeda dengan deretan tiang besi khusus yang terlihat baru. Kami memarkirkan sepeda kami di sana.
Entah apakah karena kami yang datang terlalu pagi, tapi sepertinya di sekolah ini hanya kami berdua murid yang baru datang.
Astro mengajakku berganti pakaian, tak jauh dari tempat parkir sepeda ada dua pintu toilet yang terpisah laki-laki dan perempuan. Saat aku memasuki toilet bagian perempuan, toilet ini cukup besar menurutku. Ada tiga keran khusus cuci tangan dan empat kubikal toilet. Aku memilih satu kubikal dan mengelap tubuhku yang berkeringat sebelum memakai seragam baruku.
Setelah keluar dari kubikal, aku mencuci wajah, merapikan rambut dan memakai sedikit parfum di pergelangan tanganku. Aku merapikan kaos dan celana yang kupakai untuk bersepeda dan memasukkannya ke dalam tas khusus pakaian gantiku.
Astro menungguku di depan toilet saat aku keluar. Dia sedang bersandar pada dinding dengan tas ransel di bahunya dan satu tas lain di tangan kirinya.
"Kamu cocok pakai seragam." ujarnya sambil memandangku dari atas ke bawah dan kembali lagi.
Kami memakai seragam dengan corak yang sama. Kemeja putih tulang berpadu jingga hangat di kerah dan ujung lengan. Rok panjang dan celana panjang dengan warna jingga hangat yang sama. Sebetulnya ada blazer sekolah berwarna jingga senada, tapi aku menyimpannya di dalam tas, Sepertinya Astro juga malas memakainya.
"Belum ada jam tujuh, kita bisa keliling sebentar. Biasanya anak-anak baru dateng jam setengah delapan." ujarnya.
Astro mengajakku masuk dari pintu utama. Kami menyusuri lorong panjang dan berbelok ke sebuah kantin berukuran besar. Ada banyak deret kursi dan meja, juga deret etalase dengan berbagai penjual yang sedang menyiapkan makanan.
"Tumben dateng pagi, Den?" sapa salah seorang pria di belakang etalase bertuliskan gado-gado.
"Iya, Pak, lagi nemenin anak baru." ujar Astro sambil melirik padaku.
Aku menundukkan bahu dalam diam sebagai tanda perkenalan. Pria itu tersenyum dan mengangguk. Entah kenapa ini terasa canggung bagiku.
Aku mengikuti Astro saat dia duduk di kursi terdekat kami. Dia membuka ranselnya, mengeluarkan dua buah kotak makan dan menyodorkan satu padaku.
"Jam segini belum ada yang jualan. Sarapan dulu."
"Thank you. Kalau gitu besok aku bawa bekal sendiri."
"Bawa dua ya." ujar Astro setelah menelan suapan pertamanya.
Aku hanya mengangguk dan mulai memakan bagianku. Nasi goreng kornet dengan telur dan tumis brokoli sosis itu enak sekali. Kurasa aku menghabiskannya tak lebih dari lima belas menit saja. Aku meminum sari kedelaiku saat ada beberapa murid lain datang. Mereka melirik ke arah kami dan berbisik entah apa.
"Udah?" Astro bertanya sambil merapikan kotak makanan kami.
Aku hanya mengangguk.
"Kita keliling sambil aku anter kamu ke ruang guru. Kamu harus lapor dulu."
Kami beranjak dan meninggalkan tatapan semua orang yang ingin tahu. Kami kembali berbelok dan menyusuri lorong yang tadi kami lewati.
Astro menjelaskan beberapa ruangan dan kegunaannya. Ada ruangan musik, ruangan laboratorium dan aula yang besar sekali yang terpisah dengan bagunan utama. Astro juga menjelaskan ada beberapa lapangan olahraga indoor di sisi lain di belakang gedung utama. Astro akan mengajakku ke sana saat istirahat atau pulang sekolah.
Ada satu dinding yang dipenuhi dengan tempelan berbagai macam ukuran dan bentuk. Yang paling menarik minatku adalah sebuah poster berukuran besar dengan tulisan: Mau hidup sehat? Ayo ke sekolah bawa sepeda.
"Kelas kita ada di lantai tiga. Kelas kamu ada di sana (menunjuk lantai tiga ujung gedung), kelasku ada di deret ini (menunjuk tepat ke atas kami). Kita masih satu lantai. Kelas kamu keliatan dari kelasku kok." Astro menjelaskan.
Kami masuk ke sebuah ruangan besar dengan banyak rak buku berderet dan banyak kumpulan meja dan kursi di berbagai sudut. Ada beberapa murid di ruangan ini, dua perempuan dan satu laki-laki sedang duduk berkerumun di meja yang sama. Kurasa kami sedang menghampiri mereka.
Astro menepuk bahu laki-laki yang terlihat terkejut, dia segera merapikan buku-buku dihadapannya. Aku sempat melihat beberapa buah komik di antara buku-buku itu.
"Sialan, kirain ketauan bu Jun." ujarnya sesaat setelah melihat Astro. Kurasa dia berniat memukul Astro dengan salah satu bukunya, tapi dia membatalkan niatnya saat melihatku.
"Ini Faza." ujar Astro sambil melirik ke arahku. "Itu Tasya (menunjuk ke perempuan dengan rambut kuncir kuda), Donna (menunjuk ke perempuan dengan rambut ikal panjang), yang ini Beni (menunjuk ke laki-laki di depanku)."
"Faza." ujarku sambil menyalami mereka satu per satu. Mereka terlihat ramah sekali, tersenyum padaku dan memperkenalkan diri mereka dengan baik.
"Tasya sama Donna sekelas sama kamu. Beni di kelas sebelah kamu, dia kelas bahasa juga. Lagi ngapain di sini Ben?" Astro bertanya.
"Biasa ... ketemu bebeb bentar." ujar Beni sambil melirik ke arah Donna, yang langsung memutar bola matanya.
"So, is she the one you've been talk so much before (Jadi, dia yang kamu omongin terus belakangan ini)?" Donna bertanya.
Astro hanya mengangguk dalam diam.
"Duduk sini, Za." ujar Tasya sambil menepuk kursi di sebelahnya.
"Sorry, tapi dia harus lapor dulu ke ruang guru." ujar Astro sambil menghalangi langkahku saat aku akan mendekat ke Tasya.
"Nanti kita ketemu lagi di kelas. Aku punya banyak pertanyaan." ujar Donna.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Astro mengajakku keluar dan kami melewati beberapa ruangan sebelum sampai di ruang guru. Dia mengetuk dan memberi salam sebelum masuk, lalu mengajakku ke salah satu meja.
"Pagi, Bu Gres." sapa Astro.
"Pagi, Astro."
"Astro mau nganter anak baru."
"Mafaza?" bu Gres bertanya sambil menatap ke arahku.
Aku mengangguk dan mengulurkan tangan untuk menyalaminya, "Mafaza Marzia, Bu."
"Gresiana Hanindya. Saya home teacher (wali kelas) kamu." ujar bu Gres sambil menyambut uluran tanganku. "Kita lapor ke kepala sekolah dulu ya. Astro bisa kembali ke kelas."
Astro mengangguk dan undur diri. Dia memberi isyarat padaku dengan menunjukkan handphonenya, aku tahu dia memintaku untuk menghubunginya. Aku hanya mengangguk dalam diam.
Bu Gres menatapku dengan tatapan seperti sedang menimbang sesuatu, "Sebelumnya, I have some questions (Ibu punya beberapa pertanyaan). Kenapa milih kelas bahasa? Apalagi semester pertama kelas sebelas udah jalan sekitar sebulan. Kebanyakan anak baru akan ambil kelas sosial buat cari aman."
"Itu karena saya baca satu buku beberapa bulan lalu. Katanya, bahasa adalah sarana utama untuk berpikir dan bernalar. Saya mau belajar lebih banyak tentang itu."
"Begitu, ya? Ibu udah lihat catatan nilai kamu selama kamu homeschooling, nilai eksakta kamu bagus sekali. Kenapa ga ikut Astro ambil kelas sains? Looks like both of you are close enough (Kayaknya kalian berdua deket)."
=======
Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Btw, kalian bisa panggil aku -nou-