Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Bahasa



Bahasa

1  "Kita dua orang yang berbeda, Bu. Jadi kayaknya kita juga punya orientasi yang beda juga."    

  "Betul juga. Kamu yakin ga mau ikut Astro ke kelas sains? Masih ada waktu kalau mau berubah pikiran sebelum kita ke kepala sekolah."    

  Aku menganggukkan kepalaku dalam diam.    

  "Bukannya Ibu ga suka kamu jadi salah satu murid Ibu. I know you will be a great student in our class (Ibu tau kamu akan jadi murid yang hebat di kelas kita). Ibu cuma mau memastikan pilihan kamu sebelum kamu bener-bener jadi bagian dari kelas Ibu."    

  "Saya yakin. Mohon bimbingannya, Bu."    

  "Okay, then ... kita ke kepala sekolah dulu." ujar bu Gres sambil merapikan beberapa berkas, lalu mengarahkanku ke sebuah ruangan di sebelah ruang guru.    

  Kami bertemu dengan kepala sekolah yang bernama Sugeng. Seorang pria yang sepertinya sudah berumur 50 tahun atau lebih, namun masih terlihat muda karena ramah dan menyenangkan. Kami berbincang beberapa saat sebelum bu Gres mengajakku ke kelas kami, kelas baruku.    

  Kami naik ke lantai tiga, tepat di ujung lorong yang Astro tunjuk padaku beberapa saat lalu. Tak ada murid yang berkeliaran sekarang karena bel sudah berbunyi tepat saat aku berbincang dengan kepala sekolah. Namun langkah kaki kami mengundang rasa ingin tahu dari beberapa murid yang duduk di samping koridor dekat jendela.    

  Kami berhenti di depan pintu kelas yang tertutup, dengan plang kecil bertuliskan XI Bahasa II. Alih-alih merasa gugup, kurasa aku justru merasa bersemangat dan penasaran di saat yang sama.    

  "Good morning, Class." ujar bu Gres sambil membuka pintu kelas.    

  "Good morning, Miss." gema seluruh suara di ruangan membuat bulu halusku meremang, lalu terdengar bisik-bisik saat mereka melihat ke arahku yang berjalan mengikuti bu Gres di belakang.    

  "As you can see (Seperti yang kalian lihat), Ibu bawa satu orang yang akan jadi teman baru kalian. Bisa perkenalkan diri kamu?"    

  "Pagi, namaku Mafaza Marzia. Kalian bisa panggil aku Faza." aku memperkenalkan diri dengan singkat, lalu menundukkan bahuku sedikit sebagai tanda perkenalan.    

  "Faza udah punya pacar?" tanya seorang laki-laki bersuara lantang.    

  "Kenapa di pikiran kamu cuma pacar sih Zen?" bu Gres bertanya, membuat seluruh kelas riuh dengan gelak tawa.    

  Dari depan kelas ini aku bisa melihat seisi kelas dengan lebih baik. Murid di kelas ini tak lebih dari 25 orang. Dengan meja yang diatur terpisah satu per satu.     

  Aku melihat Tasya dan Donna di ujung belakang dan tersenyum pada mereka. Dalam hatiku aku berterima kasih pada Astro yang sudah memperkenalkan kami lebih dulu.    

  "Any other questions (Ada lagi yang mau nanya)?" bu Gres bertanya.    

  "Sebelumnya sekolah di mana?" tanya salah seorang anak perempuan berkacamata yang duduk di baris depan.    

  "Sebelum ini aku homeschooling. Ini pertama kali aku masuk sekolah formal." ujarku sambil mengedarkan pandanganku ke seisi kelas. Aku melihat dengan jelas ada banyak raut wajah dengan ekspresi yang berbeda, kurasa aku tahu apa saja yang ada di dalam kepala mereka.    

  "Sesi perkenalannya dilanjut nanti kalian bisa ngonrol sendiri ya. Faza bisa duduk di kursi yang kosong di belakang. Kalau butuh bantuan apapun bisa ke Tasya karena dia adalah ketua kelas di sini. Kita mulai pelajaran hari ini." ujar bu Gres sambil menunjuk sebuah kursi di belakang Donna.    

  ***    

  Beberapa saat setelah bel istirahat pertama berbunyi, terbentuk sebuah kerumunan kecil di sekitarku. Ada enam orang mengelilingiku dan bertanya macam-macam hal. Donna dan Tasya ada di antara mereka. Ada seplastik besar keripik singkong rasa keju di tengah-tengah kami karena Zen berbaik hati membaginya.    

  "Kamu yang tadi pagi di kantin bareng Astro bukan sih?" Siska bertanya.    

  "Astro?" Zen bertanya dengan tatapan terkejut padaku. Tatapannya berubah lebih terkejut saat aku menganggukkan kepalaku. Zen mengalihkan tatapannya pada Tasya dan Donna yang justru tersenyum padanya penuh makna.    

  Reno yang berdiri di sebelah Zen tertawa puas sekali, "Berat, Zen!"    

  "Kenal Astro di mana?" Zen bertanya dengan tatapan tak percaya.    

  "Dia temen pertamaku waktu aku pindah ke sini." aku menjawab.    

  "Kamu sama Astro berdua ke sekolah bawa mobil?" Zen bertanya.    

  Aku menggeleng, "Kita bawa sepeda kok."    

  "Ooh, jadi sepeda yang dikerumunin anak-anak tadi itu sepeda kalian?" Fani membuka suara.    

  "Mm ... iya, mungkin?"    

  "Ga heran awal ajaran baru ada parkiran sepeda dadakan. Ternyata ... ga pernah ada yang bawa sepeda sebelum ini, kalian yang pertama. Biasanya anak-anak bawa motor sendiri atau dianter mobil." Reno menjelaskan.    

  "Murid beasiswa kayak aku naik angkot sih." ujar Siska.    

  Aah begitukah? Kurasa aku memiliki banyak pertanyaan untuk Astro saat kami pulang nanti.    

  "Gimana caranya kamu bawa sepeda? Kita pakai rok panjang begini." ujar Fani sambil menatap rok yang dikenakannya.    

  "Aku bawa baju ganti." ujarku sambil melirik sebuah tas yang tergantung di kursiku.    

  "Kalau gitu aku juga besok bawa sepeda deh. Biar sehat kayak di poster mading kita. Mana tau nanti jadi punya badan bagus kayak kamu." ujar Siska.    

  "Badan kamu bagus kok, Sis." ujar Tasya sambil menepuk bahu Siska.    

  "Tapi pipiku chubby gini. Kalau bawa sepeda mungkin nanti jadi tirus kayak eonni korea." ujar Siska sambil mengerucutkan bibirnya hingga pipinya terlihat tirus sesaat.    

  "Kamu sama Astro pacaran?" Donna bertanya.    

  Seketika semua orang menatapku penuh tatapan ingin tahu. Aku menggelengkan kepalaku sesaat dan entah kenapa Zen menghela napas lega.    

  "Berarti kamu single kan?" Zen bertanya.     

  Aku hanya mengangkat bahu, tapi Zen tersenyum lebar sekali. Harus kuakui dia terlihat tampan saat tersenyum.    

  "Kalau aku jadi kamu, aku ga akan macem-macem." ujar Tasya.    

  "But she is single (Tapi dia belum punya pacar)." ujar Zen dengan senyum masih mengembang di bibirnya.     

  "Udah lah, Zen." ujar Reno sambil menggelengkan kepalanya dengan tatapan mengasihani.    

  "Em ... kamu harus hati-hati sama Angel, Za. Kalau bisa, jangan sampai ketemu." ujar Fani tiba-tiba, dan entah kenapa Donna dan Tasya mengangguk setuju.    

  "Siapa Angel?" aku bertanya.    

  "Princess Angelica Kusumohardjo. Kamu bakal tau nanti. Aku ga suka sama dia, arogan." Fani menjawab.    

  "Tenang ... ada Madonna yang cantik dan Tasya sang ketua kelas di sini." ujar Donna dengan senyum bangga, "Astro minta kita jaga kamu bukan tanpa sebab. Siapapun yang berani ganggu, bilang aja."    

  "Kamu bisa minta bantuanku sama Reno juga kalau ada yang ganggu." ujar Zen.    

  =======    

  Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..    

  Kalian bisa add akun FB ku : iamno    

  Atau follow akun IG @nouveliezte    

  Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..    

  Btw, kalian bisa panggil aku -nou-


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.