Rahasia
Rahasia
"SMA Amreta Tisna itu sekolah di bawah naungan yayasan kakekku. Kamu inget dua tahun lalu kakekku meninggal? Naturally, yayasan itu turun ke ibu. Makanya belakangan ini ibu sibuk banget."
"Kamu mau bilang kalau aku masuk SMA itu lewat jalur khusus karena aku kenal keluarga kamu?"
"Kind of (Semacam itu), you know my family loves you (kamu kan tau keluargaku sayang sama kamu)."
"Itu alasannya kenapa ada parkiran sepeda dadakan?"
"Iya, soalnya aku bilang ibu kamu pasti suka bawa sepeda ke sekolah."
Aah begitukah?
"Berarti aku sengaja dimasukin ke kelas yang sama bareng Tasya sama Donna biar mereka bisa jagain aku buat kamu?" aku bertanya.
"Tasya udah jadi temenku dari SMP. Dia sekelas sama kamu kebetulan. Aku cuma minta tolong dia buat bantu kamu dan kebetulan dia deket sama Donna."
"And how about your car (Trus gimana soal mobil kamu)?"
"Ada di garasi. Mobil yang biasa dipakai pak Deri buat anter jemput."
"Trus kenapa Zen bilang seolah kamu bisa bawa mobil ke sekolah?"
"Jadi kamu dapet informasi dari Zen?" Astro bertanya dengan alis mengernyit mengganggu.
Aku tidak menjawabnya.
Astro menghela napas panjang sesaat sebelum bicara, "Minggu lalu aku bawa mobil karena ibu ada meeting mendadak harus ke bandara. Abis nganter ibu aku langsung ke sekolah. Cuma sekali kok."
"Kan kamu belum cukup umur."
Astro mengamit ranselnya, mengeluarkan sebuah dompet dan mengambil tiga lembar kartu. Selembar KTP, selembar SIM A dan selembar SIM C berjejer rapi di hadapanku. Fotonya yang terlihat tampan terasa mengejekku dari kartu-kartu itu.
"Kok bisa? Tujuh belas tahunku tahun depan." ujarku sambil menatap kartu di hadapanku tak percaya.
"Aku kan setahun lebih tua dari kamu. Lupa ya?" ujarnya sambil merapikan kartu-kartunya kembali ke dompetnya.
Aah itu menjelaskan banyak hal, bagaimana aku bisa lupa?
"Kapan kamu belajar nyetir motor sama mobil? Kok aku ga tau?"
"Pas kamu sibuk ngurusin Lavender's Craft kamu."
Aku terkejut mendengarnya. Aku tak mengingat aku pernah memberitahu Astro tentang website garapanku yang menjual aksesoris hasil kerajinan tanganku.
Website itu lahir tak lama setelah aku, Mayang dan Denada mengerjakan buket bunga dan tiara lima tahun lalu. Aku berpikir untuk mengembangkannya dan merahasiakan kepemilikanku, dengan izin Mayang dan Denada tentunya, karena aku secara khusus menggunakan nama Lavender.
"Kamu tau dari mana?" aku bertanya.
"Kamu pikir barang-barang craft kamu tuh ga menarik perhatian?"
"Tapi bukan berarti kamu tau nama websiteku. Aku kan bisa aja ngerjain proyek lain."
Astro terdiam beberapa saat sebelum menjawab, "Aku pernah ga sengaja liat chat kamu sama Mayang."
"Kamu kenal Mayang?"
"Kita pernah sekelas SD dulu, tapi dia lompat kelas jadi aku lulus ga bareng dia."
Bagaimana mungkin aku baru mengetahui hal ini sekarang? Mayang bahkan tak pernah menyebut apapun tentang Astro. Ada berapa banyak lagi yang aku tak tahu?
"I never told you because you never ask (Aku ga pernah bilang karena kamu ga pernah nanya)." ujar Astro, seolah mengerti apa yang kupikirkan.
"Kasih tau aku semuanya kalau gitu."
"Kamu mau tau apa aja?"
"Semuanya ... semua yang orang lain tau tapi aku ga tau."
Aku menatap Astro lama sekali. Aku tahu aku sedikit menuntut kali ini. Aku hanya tak ingin menemukan hal-hal yang tak kuketahui dari orang lain.
Astro mengangkat kedua kakinya dan bersila, lalu mengarahkan tubuhnya ke arahku. Entah kenapa halnini mengingatkanku pada kejadian beberapa tahun lalu di teras belakang rumah opa.
"Kenapa kamu begitu pengen tau?" Astro bertanya.
"Aku ga mau tau hal-hal kayak gitu dari orang lain. Aku ngerasa ga kenal kamu cukup baik, padahal kamu tau semuanya tentang aku."
"Are we a couple now (Emangnya sekarang kita pacar ya)?" Astro bertanya sambil mengeluarkan senyum aneh yang tiba-tiba.
"Apa?" aku bertanya karena kupikir aku baru saja salah mendengar.
"Kamu tau ... couple biasanya nuntut pasangannya cerita semuanya karena ga mau dapet informasi dari orang lain."
Aku menatapnya tak percaya. Bagaimana mungkin aku bisa mengetahui hal semacam itu?
Laki-laki yang dekat denganku dalam hidupku bertahun ini hanya opa dan dirinya. Apakah aku salah jika aku mengharapkan mengetahui banyak hal tentangnya sebanyak dia mengetahui banyak hal tentangku?
"Istirahat tadi kamu makan siang?" Astro bertanya. Entah kenapa tiba-tiba dia membahasnya.
Aku menggeleng dengan bodoh, "Tadinya mau ke kantin sama Donna tapi ga jadi. Zen ngasih dua roti sama susu. Aku ga enak nolaknya."
Saat ini kurasa aku benar-benar bodoh sekali. Kenapa aku mau saja menjawab pertanyaan tak masuk akal semacam itu? Bagaimana dengan pembicaraan kami sebelum ini?
Astro menatapku dengan alis mengernyit mengganggu, "Besok siang kita makan bareng di kantin."
"Okay."
"Kamu udah janji mau bawa sarapan."
"Kamu belum jawab pertanyaanku." ujarku. Kurasa aku harus menuntut jawaban dari Astro dengan keras kepala. Bagaimana bisa dia mengalihkan pembicaraan kami begitu mudah?
Astro menghela napas panjang, "Kamu lagi 'dapet' ya?"
Aku menatapnya tak percaya, tapi kurasa dia mendapatkan jawaban dari keheningan kami yang tiba-tiba.
"Ayo aku anter pulang. Nanti aku beliin coklat." ujar Astro sambil bangkit dari duduknya.
Astro mengambil kedua tas dan topiku. Dia memakaikan topi ke kepalaku dan membawa dua tasku bersamanya menuju garasi. Astro mengangkat sepedaku ke braket sepeda di belakang mobil dan mengencangkannya agar aman dibawa berkendara dan mengajakku masuk.
Kurasa mau tak mau aku harus mengikutinya. Aku duduk di samping kemudi, menatapnya yang sedang menyalakan mobil dan mulai mengendarainya. Dia benar-benar bisa mengendarai mobil sekarang, membuatku terkesima dan sedikit iri.
"Kamu belum jawab pertanyaanku." ujarku sesaat setelah kami keluar dari gerbang perumahannya. Aku mengatakan hal itu hanya untuk menghilangkan rasa penasaran. Aku sudah menyiapkan diri andai Astro akan bersikap pura-pura tak mendengar.
"Kamu bakal tau kalau udah waktunya kamu tau, Nona Mafaza Marzia." ujar Astro dengan lada yang lambat.
Aku memberi Astro tatapan sebal. Aku tahu sekali dia sedang berusaha menggodaku.
"Aku pastiin kamu taunya dari aku."
Aku menatap wajah tersenyum Astro yang begitu tampan di balik kemudi mobilnya. Entah bagaimana, tapi aku berharap dia tak akan menemukan pasangan dengan cepat. Tidak sebelum aku menemukan pasanganku.
Aku bisa membayangkan siapapun pasangannya nanti akan merasa cemburu sekali melihat kedekatan kami seperti ini. Jika memang nanti dia menemukan perempuannya lebih cepat, kurasa aku akan pergi dan menghilang saja. Pulang ke rumah peninggalan ayah sepertinya akan jadi pilihan paling baik yang kumiliki.
Saat aku sedang memikirkan hal-hal tak masuk akal itu, Astro masuk kembali ke mobil. Aku bahkan tak menyadari kapan kami berhenti atau kapan dia keluar sesaat lalu.
Astro menyodorkan satu paper bag padaku. Aku membukanya dan menemukan tujuh bar coklat almond yang sangat aku sukai. Lalu aku mulai membayangkan Astro akan membelikan perempuannya tujuh bar coklat kesukaannya setiap bulan saat dia menstruasi.
Astaga ... ada apa denganku?
=======
Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Btw, kalian bisa panggil aku -nou-