Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Rapat



Rapat

3  "Attention, Guys!!" Tasya berteriak dari depan kelas sesaat setelah bel istirahat pertama berbunyi. "Kita rapat dulu sebentar. Tolong jangan ada yang keluar."    

  Kurasa aku harus memberi tahu Astro bahwa di kelasku sedang ada rapat mendadak. Aku tak ingin dia merasa kesal padaku lagi seperti kemarin.    

  Aku : Kelasku ada rapat. Nanti aku kabarin kalau selesai    

  Astro : Okay    

  "Take your sit, please (Duduk dulu)." Tasya melanjutkan.     

  Teman-teman kelas kami kembali ke kursi mereka masing-masing, beberapa kembali dengan enggan. Tasya menutup pintu kelas, lalu menulis beberapa daftar nama di papan tulis.    

  "Seperti biasa di sekolah kita setiap tahunnya bakal ada lomba perayaan hari ulang tahun kemerdekaan. Aku butuh kalian berpartisipasi. Dengerin baik-baik kategori lombanya!    

  "Lomba cabang olahraga dibagi lima : futsal putra lima orang, basket putra/putri masing-masing lima orang, badminton putra-putri satu orang, sama catur putra/putri satu orang.    

  "Fun game : tarik tambang putra/putri masing-masing tiga orang, dance bebas boleh grup atau solo, menyanyi bebas boleh grup atau solo, sama menghias kelas sesuai tema.    

  "Yang terakhir, ini spesial. Tahun ini ada hadiah buat kelas yang berpartisipasi di bazar. Khusus kelas yang buka stand dan dapet stiker love paling banyak, bisa bebas milih destinasi study tour di akhir semester pertama. Kalau dapet stiker spesial dari guru penilai, kita bisa dapet tambahan yang setara 55 stiker biasa. Nanti semuanya di akumulasi, diitung sorenya buat nentuin pemenang."    

  Seisi kelas tiba-tiba ramai setelah Tasya menyelesaikan kalimatnya.    

  "Pilih lomba yang kalian mau. Pahami kapasitas diri sendiri karena kita sekelas cuma 23 orang, jadi harus ada pembagian jumlah yang adil. Kita mulai dari lomba cabang olahraga, siapa yang mau ikut?"    

  Papan di depan kelas kami mulai terisi dengan daftar nama tak lama setelahnya. Reno dan empat orang lain ikut berpartisipasi lomba futsal. Zen dan empat orang lain berpartisipasi dalam lomba basket putra. Donna segera mengajak empat orang lain berpartisipasi dalam lomba basket putri. Fani dan Toro memilih badminton. Siska dan Ron memilih catur.    

  "Siapa mau ikut fun game? Menghias kelas sesuai tema wajib ya, yang lain ga wajib."    

  Tina, anak perempuan berkacamata yang memberi pertanyaan padaku di hari pertamaku memilih menyanyi. Donna memaksaku dan Tasya memilih tarik tambang putri. Zen mengajak Reno dan Toro memilih tarik tambang putra. Tak ada yang memilih dance di kelas kami.    

  "Okay, kita mau pakai tema apa buat menghias kelas?"    

  "Gimana kalo pakai tema pelaut?" Zen memberi ide.    

  "Nenek moyangku seorang pelaut ..." Reno menimpali ide Zen dengan bernyanyi diikuti beberapa anak laki-laki dan melanjutkan liriknya sampai habis, membuat Tasya menggeleng dengan heran.    

  "Boleh tuh, kayaknya keren." Siska menimpali. "Tapi kita harus bikin desain pelautnya gimana?"    

  "Aku bisa bantu desain buat dekorasi kelas. Kalau emang mau pilih tema pelaut nanti kita samain persepsi desainnya, trus kita bisa mulai cari bahan." ujarku untuk mencoba menawarkan diri.     

  Seisi kelas menatapku. Kenapa suasana kelas ini tiba-tiba membuatku menjadi gugup?    

  "Kamu yakin?" Tina bertanya.     

  Aku melihat semua orang menatapku ragu-ragu. Sebagai anak yang bertahun-tahun homeschooling mungkin aku terlihat seperti tak tahu bagaimana caranya mendekorasi atau mendesain.    

  Aku menganggukkan kepalaku. Karena aku bagian dari kelas ini, maka aku akan membuat diriku sendiri berguna.    

  "Okay gini aja, siapa yang mau ikut desain kelas bisa ke mejaku, tapi kita semua harus berpastisipasi di semua pembagian tugasnya. Termasuk beli peralatan dan lain-lain." ujar Tasya berusaha memberi solusi yang sepertinya disetujui semua orang. "Yang terakhir, kita mau ikut bazar? Kalau mau ikut kita bisa sharing apa yang mau kita jual. Stand disiapin sama sekolah gratis. Kita tinggal jualan aja. Desain stand juga terserah kita mau dihias kayak gimana."    

  Banyak ide bermunculan dalam sesaat. Mulai dari menjual es krim, dorayaki, bubble tea, seblak, bakso hingga menjual buku bekas. Namun tak ada ide yang cukup memuaskan seisi kelas hingga bel berbunyi kembali menandakan jam belajar kami akan segera dimulai.    

  "Keputusan terakhir nanti pulang sekolah ya. Kalau ada yang punya ide bisa langsung ke mejaku." ujar Tasya untuk mengakhiri rapat dan meninggalkan rasa lapar di perut kami karena tak sempat mengisinya dengan apapun.    

  Selentingan pikiran untuk mengambil bazar sebagai sarana menjual kerajinan tanganku tiba-tiba muncul, tapi kurasa aku harus menunggu hingga jam istirahat kedua kami dimulai.    

  ***    

  Satu jam pelajaran terakhir sebelum istirahat kedua adalah milik bu Gres, wali kelas kami. Beliau membebaskan kelas dari materi belajar agar kami bisa berdiskusi lebih matang tentang hasil rapat kami yang tertunda tadi.     

  Saat Tasya terlihat menyerah dengan segala pilihan bazar yang ada dan murid lain sepertinya tak sabar untuk makan siang, aku menarik kursiku mendekatinya.     

  "Tasya, gimana kalau kita jual craft gini di bazar?" aku berbisik sambil memperlihatkan beberapa foto hasil kerajinan tangan buatanku.    

  "Ini bagus banget, tapi gimana caranya dapetin ini? Kalau kita beli pasti mahal kan? Aku ga yakin murid kelas kita bisa bikin ginian. Pasti makan waktu banyak banget. Sekarang kita cuma punya waktu seminggu."    

  "Aku kenal sama yang bikin itu. Aku bisa minta dia buat jadi stockist kita tanpa harus beli dulu." ujarku tanpa menyebut siapa pemilik semua kerajinan tangan itu. Aku berencana membuat paper bag khusus jika Tasya setuju dengan ideku.    

  "Yang bener?"    

  Aku menganggukkan kepalaku dengan penuh percaya diri, "Tapi tolong bilang aja itu kenalan kamu."    

  "Gampang kalau itu, tapi kita harus minta pendapat anak-anak dulu." ujar Tasya saat tiba-tiba bel istirahat berbunyi. "Mau ke kantin?"    

  "Kamu duluan aja."    

  Kurasa aku tak perlu memberi tahu Tasya bahwa aku sedang menunggu Astro. Dia mengangguk dan beranjak pergi.    

  Aku menarik kembali kursiku ke tempat semula, lalu mengambil buku sketsa dan alat tulis. Aku memasang ear phone dan menyalakan list lagu di handphoneku sambil berjalan menuju ujung lorong depan kelasku.    

  Aku duduk di lantai sambil memperhatikan murid yang lalu lalang di bawah sana. Angin semilir di sini terasa menyenangkan saat aku mulai menggores buku sketsaku, memindahkan segala yang terlihat di mataku ke dalam lembaran kertas.    

  Kurasa aku baru saja sampai di lagu kelima saat menyadari Astro duduk di sebelahku. Dia menyodorkan sebuah kotak berisi empat buah sandwich.    

  "Sorry lama. Kelasku abis rapat. Ke kantinnya ga jadi ya." ujarnya sambil mengamit sebuah sandwich untuk dirinya sendiri. Kurasa aku tahu rapat apa yang dia maksud.     

  "Kamu ikut lomba apa?" aku bertanya sambil mengamit satu sandwich dan menggigitnya.    

  "Basket sama tarik tambang. Kamu?"    

  "Aku ikut tarik tambang soalnya dipaksa Donna. Aku mau pilih dekor kelas aja sebenernya."    

  "Aah sial...." ujar Astro yang menatapku dengan tatapan nanar. Sepertinya dia baru saja menyadari sesuatu.    

  "Siap-siap kalah ya. Kalau aku menang, kamu bikinin aku sarapan sebulan." ujarku sambil menatapnya dengan senyum kemenangan.    

  =======    

  Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..    

  Kalian bisa add akun FB ku : iamno    

  Atau follow akun IG @nouveliezte    

  Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..    

  Btw, kalian bisa panggil aku -nou-


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.