Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Sarapan



Sarapan

3  Sesaat sebelum pulang, Tasya memperlihatkan beberapa foto hasil kerajinan tanganku dari handphonenya ke seisi kelas. Sesuai dengan permintaanku, Tasya memperkenalkannya sebagai salah satu karya milik kenalannya.     

  Teman-teman kami semuanya setuju untuk menjual hasil kerajinan tanganku di bazar kelas kami. Kami bahkan sudah menentukan Tasya dan Tina yang akan menjaga stand kami nantinya.    

  Pembagian kerja untuk mendekorasi kelas juga sudah ditentukan. Termasuk dengan desain seperti apa yang akan kami pakai. Kurasa aku bisa bekerja sama dengan teman sekelasku untuk menyelesaikan desain tema pelaut kami nanti.    

  Zen baru saja menawariku pulang bersamanya karena dia mengendarai motor ke sekolah. Entah apakah dia hanya basa-basi, karena dia seharusnya tahu aku pasti mengendarai sepedaku ke sekolah.    

  "Sorry Zen, aku bawa sepeda hari ini." ujarku.    

  Kami baru saja melangkah melewati pintu saat aku terkejut karena menyadari keberadaan Astro. Sepertinya dia sudah menungguku sejak tadi dengan menyandarkan punggungnya di dinding luar kelas tepat di sebelah pintu. Melihat tatapan mata Astro pada Zen, kurasa Astro mendengar ajakan Zen untukku.    

  "Besok kita ga usah bawa sepeda. Aku ada motor kalau kamu mau dijemput pakai motor aja." ujar Astro tiba-tiba, yang mengingatkanku dengan sebuah motor sport yang kulihat di rumahnya kemarin.    

  "Ga perlu. Aku lebih suka bawa sepeda." ujarku sambil melangkah menjauh. Aku berharap Astro mengikutiku untuk menjauh dari sana. Aku mempercepat langkahku karena aku ingin segera sampai di parkiran sepeda.    

  Aku menemukan beberapa perempuan saat masuk ke toilet untuk berganti pakaian, kurasa mereka pengguna sepeda baru hari ini. Mereka tersenyum ramah padaku, yang membuatku tak sampai hati jika tak membalas senyumnya.     

  Aku menggunakan kubikal yang kosong untuk segera berganti pakaian dan keluar dengan memakai topi hijau lumut, lalu membereskan barang-barangku dan keluar dari sana.    

  "Kamu kenapa sih?" Astro bertanya tepat saat aku berniat akan mengabaikannya.    

  "Jangan cari masalah sama Zen dong." ujarku sambil berjalan cepat menuju sepeda kami.    

  Astro mendengus pelan, "Siapa yang cari masalah sama Zen?"     

  Aku memberinya tatapan tajam dan berharap dia berhenti berpura-pura.     

  "Aku serius kok mau jemput kamu pakai motor kalau kamu mau."    

  Aku menggeleng dan mengayuh sepedaku mendahuluinya. Aku berbelok ke rute jalanan menuju rumah Astro saat mengingat dia akan memperlihatkan sesuatu padaku. Astro berusaha mengayuh sepedanya di sisiku walau kami hanya mengayuh dalam diam.    

  Saat kami sampai di rumahnya dia menunjuk sebuah motor yang kemarin kulihat, "Itu punyaku. Kalau kamu mau besok aku jemput pakai motor."    

  Aku menatap motornya dengan tatapan tak percaya. Aku bisa membayangkan betapa tak nyaman duduk di jok penumpang setinggi itu. Aku menatap Astro dan menggeleng sesaat.    

  "Kamu mau nunjukin apa?" aku bertanya untuk berusaha mengalihkan pembicaraan kami sambil membuka pintu seolah rumahnya adalah rumahku sendiri.    

  "Sini." ujar Astro sambil mengajakku masuk melewati ruang tengah, lalu menaiki tangga ke lantai dua.    

  Walaupun sudah tak terhitung berapa kali aku ke rumah ini, aku tak pernah sekalipun naik ke lantai dua. Ini adalah pertama kalinya bagiku.    

  Ada tiga kamar di lantai ini, dengan satu ruangan besar di tengahnya dan jendela kaca lebar yang bisa dibuka menuju balkon. Di ruangan besar itu ada sebuah meja kerja dengan seperangkat komputer dan laptop, tepat di sebelah kamar bertuliskan nama Astro.    

  Di sebelah meja komputer terdapat satu lemari kaca berukuran besar, berisi berbagai action figure. Aku tahu beberapa action figure di antaranya adalah action figure yang beberapa tahun lalu pernah oma berikan pada Astro sebagai rasa terima kasih karena bersedia menemaniku berbelanja.    

  "Tunggu di sini." ujar Astro sambil menunjuk ke sofa tak jauh dari jendela menuju balkon, lalu menghilang ke dalam kamarnya selama beberapa saat. Dia kembali dengan pakaian yang berbeda, kaos berwarna putih dan celana pendek selutut berwarna dongker. "Mau minum apa?"    

  "Apa aja." ujarku sambil berjalan menuju balkon.    

  Astro kembali tak lama kemudian. Dengan sebuah nampan berisi seteko air dingin, dua gelas dan setoples keripik kentang yang segera diletakkan di atas meja.    

  "Mbok Lela lagi masak opor ayam. Temenin aku makan dulu sebelum kamu pulang." ujar Astro sambil beranjak ke meja komputer.    

  Aku mengangguk sambil menghampiri Astro yang sedang berdiri sambil menyalakan komputer di hadapannya. Dia mengetikkan password dengan cepat tanpa menoleh ke keyboard. Aku sama sekali tak bisa mengingat apa yang dia ketikkan sebagai password.    

  Aku duduk di satu-satunya kursi di depan meja itu, tepat di sebelah tempat Astro berdiri. Sesaat kemudian layar komputer mulai aktif dan aku melihat ada banyak aplikasi dan shortcut yang terlihat asing untukku. Aku cukup yakin banyak di antaranya adalah shortcut game online. Astro membuka salah satunya dan membuktikan dugaanku.    

  "Coba main." ujar Astro sambil menggeser tubuhnya. Dia memberiku ruang agar aku bisa memakai keyboard dan mouse dengan leluasa.    

  Game itu cukup sederhana, mirip dengan game Mario Bros versi nintendo milik ayah. Ada rintangan-rintangan tertentu sesuai level pemain yang membuat pemain merasa tertantang untuk bisa naik ke level selanjutnya. Kurasa anak-anak usia sekolah dasar akan mudah kecanduan game ini.    

  "Ada 87 level di sana. Kamu butuh waktu seminggu kalau bisa lancar naik level." ujar Astro sambil tersenyum puas saat melihatku bunu diri di awal level ketiga. "Game itu aku yang bikin."    

  Aku menoleh ke arahnya dengan cepat, "Apa?"    

  "Aku butuh waktu setahun buat bikin game itu dua tahun lalu. Kalau kamu cek di playstore, kamu bisa download game itu di sana."    

  Astro menyalakan laptop di sebelahku, lalu memasukkan password dan membuka halaman youtube. Dia mengetikkan kata kunci di kolom pencarian dan muncul banyak sekali video tutorial game di sana.    

  "Ini channelku. Ada dua ratus tujuh puluh ribuan subscriber di akun ini. Aku punya Silver Play Button dari youtube, aku pajang di kamarku. Semoga aja cepet jadi sejuta biar aku punya Gold Play Button juga." ujarnya.    

  Aku menatap jumlah subscribers yang terpampang di layar dengan iri. Akun youtube milikku saja baru mencapai sekitar tujuh puluh ribu subscribers.     

  "Masih mikir aku buang waktu sama kuota?" Astro bertanya sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya. Dia terlihat puas sekali saat menatapku yang seperti orang bodoh.    

  "Lagi pamer ya?" ujarku dengan kesal.    

  "Iya dong. Aku mau nunjukin ke kamu kalau aku bukan orang yang cuma bisa buang waktu sama kuota." ujar Astro sambil berjalan menuju sofa, lalu meneguk air minum dan mengunyah beberapa lembar keripik kentang. "Ada lima gameku yang lain kalau kamu penasaran mau main."    

  Ekspresi menyebalkannya seperti tak henti-hentinya menungguku untuk mengakui kesalahanku. Membuatku merasa buruk dengan diriku sendiri.    

  "Iya deh, aku minta maaf udah salah ngira." ujarku setengah hati, tapi melihat Astro tertawa justru membuatku semakin kesal karena dikalahkan dengan telak. "Kenapa aku ga pernah tau soal ini?"    

  "Alasan yang sama kayak kamu yang ga pernah nyebut soal website sama proyek craft kamu." Astro menjawabnya dengan santai, tapi meninggalkan rasa bersalah dalam diriku. "Kemarin aku main ke website kamu sebentar, kayaknya tampilannya udah harus diganti. Kapan terakhir kamu ganti tampilan website?"    

  "Emang ga pernah aku ganti dari pertama bikin. Butuh uang lumayan buat bayar orang ngerjain website. Terakhir aku bikin website aja keluar uang tabunganku dua bulan."    

  "Mau aku bantu? Aku pernah ngerjain tiga proyek website di situs freelance pas butuh uang buat beli action figure limited editions."    

  "Seriously?" ujarku sambil menghampirinya dengan tatapan tak percaya, lalu duduk di sebelahnya dan meneliti ekspresinya.    

  "Kalau kamu mau. Bayar pakai sarapan gratis dua bulan, ya?" ujar Astro dengan senyum menggodanya yang biasa.    

  "Okay, deal?" ujarku sambil mengulurkan tangan untuk membut kesepakatan dengannya.    

  "Iya deal. Bayar pake sarapan gratis dua bulan ya. Aku yang pilih menunya, kamu ga boleh protes." alih-alih menyambut tanganku, dia justru menuang air dan menghabiskannya dalam sekali tarikan napas. Aku tahu dia sedang mengabaikanku yang merasa aneh dengan diriku sendiri.    

  =======    

  Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..    

  Kalian bisa add akun FB ku : iamno    

  Atau follow akun IG @nouveliezte    

  Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..    

  Btw, kalian bisa panggil aku -nou-


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.