Perayaan
Perayaan
Setelah pengumuman stand bazar, pak Sugeng juga mengumumkan dengan resmi bahwa kelas kami memenangkan juara pertama mendekorasi kelas sesuai tema. Namun bukan itu yang membuatku terkejut. Jantungku berdetak sangat kencang saat pak Sugeng mengumumkan lukisan yang kami buat akan di pajang di dinding sebelah mading sekolah, agar murid lain merasa terpacu untuk bisa menghasilkan karya positif lainnya.
Kelas kami ramai sekali setelah kami kembali daei lapangan karena selain memenangkan bazar dan dekorasi kelas, kami juga merayakan kemenangan kami yang lain. Kelas kami menggenggam juara pertama tarik tambang putra, juara kedua basket putra, juara ketiga basket putri, juara tiga catur dan juara kedua lomba menyanyi. Hingga membuat bu Gres secara spesial mentraktir kelas kami lima loyang pizza dan berkata bahwa pakaian yang aku dan Zen pakai saat tampil tadi diberikan khusus untuk kami.
Ruangan kelas kami penuh dengan keceriaan dan perasaan bahagia. Walau ada beberapa lomba yang tidak kami menangkan, rasanya tidak terlalu menyedihkan karena kami memang sudah melakukan yang terbaik. Hari itu diakhiri dengan sesi foto bersama, yang membuatku tak lagi tega mengatakan pada siapapun untuk jangan mengunggah fotoku karena aku tak ingin merusak suasana.
Aku mengecek handphoneku dan mengetik pesan untuk Astro saat satu-persatu dari kami membenamkan diri dengan handphone masing-masing.
Aku : Kamu udah pulang?
Astro : Aku di mobil
Aah berapa lama dia menungguku? Ini sudah hampir gelap.
"Aku pulang ya, sorry ga bisa ikut karaokean." ujarku pada Tasya, Donna, dan Zen serta beberapa anak lainnya yang berencana akan melanjutkan perayaan dengan pergi karaoke.
Awalnya mereka berat melepasku, tapi akhirnya mereka mengerti. Aku memakai ranselku di bahu dan memeluk satu kardus berisi craft yang tak terjual, dengan keuntungan penjualan di dalamnya.
Aku turun ke parkiran dan menemukan Astro di dalam mobilnya sedang bermain game entah apa. Aku membuka pintu tengah untuk menaruh ransel dan kardus di jok tengah sebelum duduk di depan menemani Astro.
"Sorry lama, kelasku rame banget." ujarku yang berusaha memberi alasan.
Astro mematikan handphonenya dan memasukkannya ke saku. Lalu menyandarkan tubuhnya di kemudi, melipat tangan dan menyandarkan pelipisnya di sana. Dia menatapku dalam diam, tak mengatakan apapun.
"Kamu udah makan?" aku mencoba bertanya.
Astro tidak menjawab. Dia hanya menatapku dalam diam. Entah apa yang dipikirkannya sekarang.
"Anything wrong (Ada yang salah)?" aku mencoba mencari tahu. Apakah aku membuat kesalahan yang tak kusadari?
Astro bergeming, sama sekali tak bereaksi. Apakah dia sedang merasa kesal? Dia membuatku bingung, tapi aku memutuskan akan menunggunya saja. Mungkin dia membutuhkan sedikit waktu.
Aku melepas sepatuku, menaikkan kakiku dan duduk bersila menghadapnya. Aku menyandarkan sebelah kepalaku pada bantal kecil yang menempel di punggung kursi.
Aku ikut menatapnya dalam diam dan kami terasa seperti sedang memainkan permainan tatap mata. Lama sekali, hingga membuatku mengantuk.
Aku memejamkam mataku dan terdengar seperti ada seseorang sedang bicara padaku, suara yang sayup kudengar. Lalu hilang, yang ada hanya gelap, tapi menenangkan. Rasa lelahku berganti saat terasa ada yang memberi kehangatan di satu sisi yang tak berwujud.
Tiba-tiba seperti masuk ke alam lain. Aku menyadari diriku masih duduk di mobil Astro, dengan Astro sebagai orang pertama yang kulihat.
Wajahnya terasa dekat sekali denganku. Dia terlihat sedikit pucat dan perlahan menarik tubuhnya menjauh dariku. Dia tak mengatakan apapun, hanya menyilangkan kedua tangannya di dada dengan tatapan mata yang tak bisa kutebak.
"Kamu ngambek?" aku bertanya padanya dan mencoba meyakinkan diriku sendiri. Aku tahu Astro akan selalu mendiamkanku jika suasana hatinya sedang buruk.
"Kenapa ga bilang kalau kamu ikut lomba nyanyi?" alih-alih menjawab pertanyaanku, dia justru bertanya hal yang lain.
"Aku cuma gantiin Tika, dia ga masuk."
"Harus sama Zen?"
"Zen cuma bantu."
Lalu hening.
"Kamu udah makan?" aku bertanya untuk mencoba memecah suasana karena sudah gelap sekali di sekitar kami. Hanya ada lampu dari gedung sekolah yang remang-remang.
"Belum, aku ga laper. Aku pengen nonton." ujar Astro sambil mengalihkan tatapannya dariku dan menyalakan mobilnya.
"Mau nonton apa?" aku bertanya sambil membetulkan posisi dudukku dan memakai kembali sepatuku.
"Film superhero yang baru rilis minggu kemarin."
"Aku udah nonton itu hari minggu bareng Zen, ..."
Tiba-tiba Astro mengerem mobilnya tepat sebelum kami melewati gerbang sekolah, "Kamu nonton sama Zen?"
"Iya minggu lalu. Abis nyelesaiin lukisan kit.."
"Kenapa ga bilang kalau mau nonton? Aku kan bisa nemenin. Aku pikir minggu kemarin kamu mau istirahat jadi aku kasih kamu waktu." ujar Astro yang menyela kalimatku.
"Aku mana tau kamu mau nonton film itu kalau kamu ga bilang?"
Astro terlihat sedang meredam amarahnya. Dia menatapku dengan tatapan aneh sekali, dengan alis yang mengernyit mengganggu dan bibir masam yang mungkin akan sanggup mengumpat kalimat apapun yang terpikir olehnya.
"Minggu kemarin aku ikut jalan karena Tasya yang ngajakin nonton. Kita berempat sama Reno." ujarku mencoba melanjutkan kalimatku yang tertunda.
Seperti baru mendapatkan pemahaman, Astro menatapku dengan tatapan yang terlihat lebih lembut. Namun segera berganti dengan tatapan yang terlihat khawatir.
"Kamu kenapa sih?" aku bertanya karena akhirnya merasa tak tahan lagi. Sikapnya aneh sekali sepanjang hari ini.
Astro mengemudikan mobilnya kembali dan kami mulai menyusuri jalanan yang gelap, "Lain kali kalau mau nonton bilang. Aku kan bisa nemenin."
Entah bagaimana, tapi sepertinya aku menyadari bahwa Astro tak begitu menyukai Zen berada di sekitarku. Aku mengedarkan pandanganku dan menyadari rute jalanan ini bukan arah pulang ke rumah Opa ataupun ke rumahnya.
"Aku laper nunggu kamu dua jam jadi kamu harus nemenin aku makan sebelum kita pulang." ujarnya tiba-tiba.
Kurasa aku akan menyetujuinya saja. Setengah jam hening tanpa seorang pun dari kami yang bicara, kami sampai di sebuah restoran keluarga dengan saung-saung di tengah kolam ikan yang luas.
Sebetulnya aku sudah merasa kenyang karena sudah memakan sepotong pizza, tapi aku akan berusaha menemaninya makan. Aku tak ingin menjadi orang yang bertanggung jawab membuatnya sakit. Seingatku aku sempat melihat wajah Astro sedikit pucat.
Astro memesan seekor ikan gurame asam manis, seporsi kerang bambu, sepiring tahu goreng krispi, kerupuk dan dua gelas es kelapa jeruk. Aku ingat kami pernah ke tempat semacam ini beberapa tahun lalu, bersama dengan kedua orang tuanya, juga Opa dan Oma.
Aku merendam kaki di dalam kolam sambil memberi makan ikan sementara kami menunggu pesanan kami datang. Astro duduk menemani di sebelahku sambil memainkan air dengan kakinya.
"Selamat ya tadi menang lomba basket." ujarku sambil menatap Astro yang terlihat lebih santai. Mungkin dia tak lagi memikirkan tentang apapun yang terjadi antara aku dan Zen.
"Selamat juga buat kemenangan dekor kelas kamu. Aku jadi punya utang bikin sarapan sebulan."
"Ooh iya, aku kok lupa. Mulai senin besok ya?" aku bertanya dengan senyum lebar mengembang di bibirku. Entah kenapa selalu terasa menyenangkan saat bisa mengalahkannya, karena dia biasanya selalu menang dariku.
"Mau sarapan apa?" Astro bertanya.
"Apa aja. Aku ga masalah kok. Kamu kan tau aku ga pernah milih-milih makanan."
"Kalau aku kasih kamu ikan mentah, tetep dimakan ya." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
"Boleh, kamu bikin jadi sashimi. Aku suka kok." ujarku yang tak ingin kalah menggodanya.
"Kalau gitu, kalau aku kasih kamu batu tetep dimakan ya?"
"Mau aja sih asal batunya panas, trus ada steak di atasnya. Nanti aku makan steaknya aja, batunya aku balikin buat kamu." ujarku sambil tertawa.
"Kamu cantik."
Seketika tawaku terhenti. Aku menatapnya lekat dan mencoba meneliti ekspresinya dengan lebih baik, tapi dia terlihat biasa saja. Seperti tak ada sesuatu yang baru saja dia ucapkan padaku.
"Apa?" aku bertanya karena sepertinya aku salah mendengarnya memujiku cantik sesaat lalu.
"Pesanannya udah lengkap ya, Mas." ujar seorang pramusaji yang tiba-tiba muncul di dekat meja makan kami. Dia segera menundukkan bahu dan menarik dirinya menjauh dari kami.
"Yuk makan." ujar Astro sambil beranjak dari sisiku, meninggalkan pertanyaanku tanpa terjawab.
=======
Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Btw, kalian bisa panggil aku -nou-