Jodoh
Jodoh
"May ..." aku menyapa Mayang sambil memeluknya, lalu mengajaknya duduk di sofa di dekat kasir. "Kok cemberut sih?"
"Kangen pengen main bareng lagi, tapi aku lagi sibuk nyiapin kelulusan, Za. Kepalaku pusing."
"Ini baru bulan agustus, May. Masih bisa santai sedikit kok." ujarku yang mencoba menghiburnya.
"Ga bisa Faza. Aku harus bisa masuk ITB. Ga bisa santai-santai gitu."
Aku tersenyum mendengarnya mengeluh. Aku tahu dia akan mampu masuk kampus manapun yang dia inginkan. Mayang adalah perempuan yang cerdas sekali.
"Ini juga sebenernya aku ga bisa lama-lama. Aku ada kursus jam empat. Jadi cuma bisa ketemu kamu sama Denada sebentar aja."
"Hai ..." suara khas Denada menyapa sesaat setelah pintu terbuka, panjang umur sekali.
"Katanya jam setengah empat?" Mayang bertanya, tapi ada senyum mengembang di bibirnya.
"Sekali-sekali ga ngikutin jadwal ga pa-pa, May. Jadi aku bolos aja mumpung kalian ada waktu ketemu bareng." ujar Denada sambil memeluk kami berdua. "Kamu sih susah banget diketemuin, jadwal kursus ada di mana-mana."
"Kan aku prepare buat masuk ITB." ujar Mayang.
"Kamu udah pinter dari sananya tau. Ga perlu banyak-banyak ikut kursus juga bisa deh masuk ITB. Aku aja santai-santai gini kok, kan kita ujiannya bareng nanti. Eeh ... aku bawa pizza favorit kalian." ujar Denada sambil mengangkat tangannya, ada dua kardus loyang pizza di sana.
"Mm ... yang satu boleh aku kasih ke atas?" aku bertanya pada Denada. "Ada Astro."
Denada dan Mayang memberi tatapan memaklumi dan tersenyum. Entah kenapa, sikap mereka berdua terlihat seperti teman-teman sekelasku saat melihatku dan Astro sedang bersama.
"Boleh." ujar Denada.
"Sebentar ya." ujarku sambil mengambil satu kardus loyang pizza dan membawanya ke atas. Aku mendapati Astro sedang duduk di salah satu kursi dekat dengan meja yang kusiapkan untuk karyawanku beristirahat.
"Mereka udah dateng?" Astro bertanya.
"Udah. Ini Denada yang bawa." ujarku sambil menaruh pizza di meja di hadapannya.
"Bilangin makasih ya."
Aku hanya menggumam mengiyakan dan menawari tiga karyawanku untuk makan bersama Astro, lalu kembali bawah untuk menemui sahabat-sahabatku. Yeni dan Ira sudah bergabung bersama Mayang dan Denada saat aku sampai. Mereka sedang berkerumun dan menggigit potongan pizza di tangan masing-masing.
Aku memang tak pernah merasa bahwa karyawanku harus memperlakukanku berbeda. Aku selalu menganggap mereka sebagai partner kerja, maka aku tak menganggap hal itu sebagai sebuah masalah.
Aku duduk di antara mereka dan mengambil sepotong pizza untukku sendiri, "Astro bilang makasih."
"Kalian berdua jadian sekarang?" Denada bertanya sambil tersenyum lebar sekali. Aku hanya menggeleng, yang disambut dengan suara lenguhan kecewa Denada.
"Kenapa semua orang nanya itu?" aku bertanya karena aku benar-benar tak mengerti.
"Both of you hanging around together for about five years, Za (Kalian kemana-mana berdua lima tahun ini, Za). Harusnya itu bukan pertanyaan yang bikin kamu kaget."
"Aku ga pernah mikir begitu."
Denada tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kalau gitu, pasti ada yang lain."
"Apanya yang lain?"
"Ada cowok yang deketin kamu?" Denada bertanya, yang seketika mengingatkanku pada Zen.
Aku hanya menaikkan bahuku sesaat karena enggan menjawab. Zen memang baik sekali, walau pertanyaan pertamanya untukku memang tidak lazim. Bagaimana mungkin dia bisa begitu saja bertanya apakah aku sudah memiliki kekasih atau belum?
"Udah deh, ga usah pacaran. Buang waktu tau. Mending belajar yang rajin demi masa depan dan cita-cita." ujar Mayang. Solusinya terdengar bagus untukku.
"Tapi Mbak Faza emang cocok sama mas Astro." entah dari mana, tiba-tiba Ira memberikan pendapatnya. "Kita seneng liatnya."
"Iya, kayak keliatan jodoh gitu." Yeni menimpali.
"Jodoh ya?" aku bertanya. Mereka mengangguk antusias. "Aku ketemu kalian juga jodoh. Punya sahabat dan karyawan yang baik, yang bisa ngerti aku, bisa melengkapi kekuranganku."
"Bener tuh, jodoh tuh bukan cuma soal pacar tau. Lagian pacaran bisa putus, kan? Kalau udah putus nanti malu bilang jodoh lagi." ujar Mayang yang menjelaskan dengan cerdas.
"Iya deh. Prinsip jomblo emang beda." ujar Denada.
"Bukan jomblo, tapi single. Pacaran atau ga kan pilihan." ujar Mayang membela diri.
"Aku setuju." ujarku untuk memberikan dukungan pada Mayang.
"Baiklah para wanita single, kapan kita main bareng lagi? Nginep di rumahku yuk, nanti aku minta nanny Aster bikinin kita gyoza. Aku punya kebun hidroponik di atap loh, nanti kalian bisa bantu aku panen." ujar Denada.
Lalu percakapan kami melantur ke sana kemari. Kami memutuskan akan menginap di rumah Denada tiga minggu lagi sebelum Mayang berpamitan untuk pergi ke tempat kursusnya. Denada memutuskan pergi bersamanya dengan alasan tak ingin menggangguku dan Astro.
Aku membereskan sisa-sisa kunjungan sahabatku sesaat setelahnya, tepat saat Astro berjalan menuruni tangga. Ada senyum di bibirnya yang membuat beberapa pelanggan kami menatap terpesona.
"Ka, bisa bawa mobil, kan?" Astro bertanya pada Deka yang baru saja melangkah masuk.
"Bisa, Mas."
"Tolong ambilin mobilku di blok B di depan kantor ekspedisi. Kalau kamu liat ada dua perempuan yang keliatan aneh, panggilin aja satpam." ujar Astro sambil memberikan kunci pada Deka. Deka hanya mengangguk dan segera berlalu.
Aku kembali berjalan masuk ke ruanganku, diikuti Astro yang masih memasang senyum lebar di wajahnya. Dia menatapku lama sekali, membuatku merasa canggung dengan diriku sendiri.
"Kamu kenapa?" aku bertanya.
"Aku denger semua obrolan kalian."
"Trus?"
"Aku seneng."
"Bagian mana dari obrolan anak perempuan yang bikin kamu seneng?" aku bertanya sambil menatapnya dengan tatapan tak percaya.
"Mau dinner? Kita bisa makan steak. Aku yang traktir." ujar Astro. Dia tak menjawab pertanyaanku, tapi justru bertanya kembali dengan mata berbinar.
Aku masih terheran-heran dengan sikapnya hingga tak tahu harus menjawab bagaimana.
"Aku anggep diem kamu sebagai jawaban iya."
"Beneran mau ... dinner?" aku bertanya sambil membereskan mejaku. Entah kenapa aku merasa aneh menggunakan kata itu.
"Iya, kita dinner. Berdua. Aku yang traktir."
"Do you have any idea how it sounds like (Kamu tau ga kamu kedengeran kayak ngomong apa)?"
"How (Gimana)?"
"Kayak kamu lagi ngajakin aku kencan atau semacamnya."
"Kamu ga mau kencan sama aku?"
"I didn't say that (Aku ga bilang begitu)."
"Trus masalahnya apa?" Astro bertanya, tapi pertanyaan darinya membuatku merasa bodoh dengan diri sendiri.
Bagaimana pula aku harus menjelaskannya?
"Mas, mobilnya udah di depan ya." ujar Deka sambil berdiri di depan pintu ruanganku yang terbuka, pasti Astro lupa menutupnya. "Ini kuncinya."
"Thank you." ujar Astro pada Deka, yang segera berlalu.
Entah bagaimana, mungkin sikap bodohku yang tiba-tiba muncul itu berhasil dimanfaatkan olehnya. Dia menggiringku keluar dari ruangan, lalu menguncinya. Tiba-tiba saja kami sudah berkendara di dalam mobil dan aku sama sekali tak tahu akan dibawa ke mana.
=======
Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Btw, kalian bisa panggil aku -nou-