Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Calon



Calon

1  Kami sampai di area ruko di sebuah pusat perbelanjaan di Anjungan sekitar jam setengah dua siang. Aku sengaja meminta Astro memarkir mobil di depan sebuah kantor ekspedisi untuk mengirimkan pesanan pelangganku, lalu kami berjalan kaki menuju ruko toko kain yang hanya berjarak dua blok.    

  Ruko itu di desain minimalis sesuai saran dariku, dengan jendela dan pintu kaca berbingkai baja berwarna hijau tua untuk memberi kesan nyaman. Dekorasi toko dibuat minimalis dengan deretan rak baja sebagai tempat menyimpan sampel kain, sedangkan stok kain diletakkan di gudang di lantai dua.    

  Ada dua karyawan di lantai satu, Yeni dan Ira. Juga ada tiga orang di lantai dua, Deka, Sani, dan Tono.    

  Yeni dan Ira menundukkan bahu saat melihatku dan Astro masuk sebagai bentuk menyapa. Mereka tidak menyapa secara verbal karena mereka sedang melayani pelanggan kami.    

  Aku tersenyum pada keduanya dan berjalan lurus menuju meja kasir yang di belakangnya terdapat cermin besar yang memantulkan bayangan kami. Dari kasir, kami berbelok masuk ke lorong. Ada pintu khusus menuju ruanganku yang hanya aku yang memegang kuncinya.    

  Aku menyalakan lampu dan duduk dibalik meja. Dari sini kami bisa melihat situasi toko tanpa terlihat dari luar. Cermin yang berada di belakang kasir itu adalah kaca film satu arah. Orang dari luar tak akan bisa melihat ke dalam, tapi kami bisa leluasa memperhatikan gerak gerik siapapun di luar sana.    

  Aku melirik jam di lenganku, pukul 13.11. Masih ada waktu sekitar dua jam lagi sampai Mayang tiba.     

  Aku membuka kulkas kecil yang berada di sebelahku, masih ada beberapa kaleng minuman isotonik. Aku mengambil satu dan menyodorkannya pada Astro yang duduk di seberang mejaku.    

  "Kamu tunggu di sini ya." ujarku sambil berlalu.    

  Aku meminta Ira menyiapkan catatan penjualan dua minggu terakhir, lalu naik ke lantai dua untuk mengecek daftar ketersediaan stok berbagai jenis kain pada Sani. Aku kembali ke ruangan dengan dua file besar yang akan aku pelajari.    

  Astro sedang membenamkan diri dan bermain game di handphonenya saat aku tiba. Kurasa aku tak akan mengganggunya dan mulai bekerja.    

  Berkas penjualan dua minggu terakhir terlihat bagus untukku, ada peningkatan 6,4% dari penjualan bulan lalu. Ketersediaan stok kain juga baik-baik saja. Kurasa aku tahu harus berterima kasih pada siapa.    

  "Karyawan ayah kamu selalu tepat waktu ngirim barang ke sini. Aku mau ngasih gift buat mereka kapan-kapan." ujarku.    

  Astro hanya menggumam mengiyakan. Dia menyelesaikan gamenya dan meminum minuman isotonik yang mulai berembun.    

  "Website kamu baru aku kerjain semalem. Kayaknya seminggu lagi selesai. Nanti aku kasih liat dulu ke kamu, suka atau ga."    

  "Thank you."    

  "Tadi kamu ngirim paket ke luar negeri, kan?"    

  "Iya, ada tiga. Dua ke Singapore, satu ke Taiwan. Kenapa?"    

  "Barang-barang itu kena pajak?"    

  "Di ekspedisi tadi ga kena, tapi di ekspedisi lain kena. Aku ga ngerti gimana bisa gitu. Aku pakai yang tadi karena ga kena pajak, jadi biaya pengirimannya lebih murah."    

  "Kalau gitu kamu bisa buka pasar keluar. Nanti aku tambahin fitur bahasa Inggris di website kamu."    

  "Bayarannya ga nambah kan?"    

  "Nambah dong."    

  "Mau nambah apa?"    

  "Nanti aku pikirin dulu."    

  "Mbak, kain yang tadi kutelepon, udah ada?" ujar seorang perempuan di depan meja kasir dengan seorang teman di sebelahnya menarik perhatianku.    

  "Atas nama siapa ya, Kak?" Yeni bertanya untuk memastikan pesanannya.     

  "Angelica Kusumohardjo."    

  Aku tahu itu dia. Tasya memberitahuku saat lomba dance akan dimulai kemarin. Aku melirik Astro yang terlihat biasa saja walau kami sama-sama sedang memperhatikan apa yang terjadi di depan sana.     

  "Sebentar ya, Kak, aku cek dulu. Silahkan duduk." ujar Yeni sambil mempersilakan Angel dan temannya duduk di deretan sofa tak jauh dari kasir. Sofa yang sengaja kuletakkan di sana agar orang yang menunggu tetap merasa nyaman.    

  "Kamu beneran mau nungguin mobilnya sampai dia dateng? Jauh tau dari sini, beda dua blok." teman Angel bertanya.    

  "Iya dong. Kapan lagi dapet kesempatan nebeng bareng? Nanti mobilku kamu bawa pulang aja kalau aku ketemu sama dia."    

  "Yakin banget itu mobil dia?"    

  "Yakin banget, masa mobil calon sendiri ga tau."    

  "Iya deh, yang calon pacar kan beda."    

  Angel terlihat bangga pada dirinya sendiri sesaat setelah kalimat dari temannya terlontar.    

  "Kamu mau biarin aja anak baru itu nempel-nempel dia?" teman Angel bertanya.    

  "Diemin aja dulu, nanti juga dia bosen. Anaknya juga ga cantik amat kok."    

  "Tapi suaranya bagus loh. Kemarin aku denger dia nyanyi. Anak-anak langsung pada heboh."    

  "Dia keliatan bagus soalnya ada Zen."    

  "Banyak yang bilang kayaknya Zen suka sama dia. Aku denger mereka ngelukis bareng yang katanya mau dipajang di samping mading itu."    

  "Paling dia numpang nama aja. Zen kan emang lukisannya bagus. Dia selalu jadi bahan pujian guru kesenian dari SMP dulu."    

  "Kak, pesanannya dicek dulu ya." ujar Yeni sambil mengeluarkan sebuah paper bag besar berisi beberapa motif kain yang berbeda. "Organza polkadot warna hitam 2 meter, katun motif garis merah 2 meter, twistcone warna gold 3 meter. Betul?"    

  "Jadi berapa?"    

  "Jadi Rp 590.000, Kak. Mau cash atau pakai card?"    

  Angel tidak menjawab, dia hanya membuka dompetnya dan mengeluarkan sebuah kartu. Yeni menggesek kartu itu di mesin EDC, meminta PIN dan memberi struk sebagai tanda bukti.    

  "Makasih ya, Kak." ujar Yeni yang mengakhiri transaksinya.    

  Angel segera pergi tanpa mengucapkan apapun pada Yeni yang sudah melayaninya dengan baik. Dia melanjutkan pembicaraannya dengan temannya, tapi tak terdengar lagi olehku.    

  Aku menatap Astro dan mencoba menggodanya sebentar, "Dia cantik."    

  Astro menatapku, "Ada yang lebih dari sekadar cantik."    

  "Apa?"    

  Astro menatapku dengan tatapan tajam lama sekali, tapi tak mengatakan apapun. Alih-alih menjawabku, dia meneguk habis isi kaleng minuman isotoniknya dalam sekali tarikan napas.    

  "Aku ga jadi ke toko action figure. Cari aku di atas kalau ada apa-apa." ujar Astro sambil berlalu. Dia membuang kaleng bekas minumannya di tempat sampah di samping pintu.     

  Dari sini aku memperhatikannya berjalan melewati Yeni dan bergegas menaiki tangga. Entah ada apa denganya, tapi dia terlihat kesal.    

  Aah laki-laki ini membuatku bingung....    

  =======    

  Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..    

  Kalian bisa add akun FB ku : iamno    

  Atau follow akun IG @nouveliezte    

  Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..    

  Btw, kalian bisa panggil aku -nou-


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.