Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Aroma



Aroma

3  Aku berhasil menenangkan diriku di depan wastafel, lalu membasuh wajah sekali lagi dan membiarkannya basah. Kurasa aku membutuhkan sensasi dingin dari air untuk mendinginkan kepalaku. Mungkin jika aku sedang di rumah, aku akan memilih untuk mandi saja.    

  Aku mengumpulkan keberanianku saat menaiki tangga. Aku akan mengabaikan Astro andai nanti dia membahas hal itu lagi.    

  Astro masih duduk di lantai di atas karpet, dengan laptop di meja di hadapannya. Dia menyodorkan handuk yang tersampir di bahunya padaku saat aku sampai di sisinya.    

  Aku menerimanya dan mengeringkan wajahku dengan handuk itu, ada aroma khas sampo green tea menguar dari sana. Aku tahu aroma itu karena dia sering meminjamkan topinya padaku sejak bertahun lalu. Sebetulnya aku ingin bertanya apakah handuk itu benar miliknya hanya untuk memastikan dugaanku, tapi aku membatalkannya. Mengingat kejadian yang baru saja terjadi, akan memalukan untukku jika dia mengakuinya.    

  Aah kurasa aku harus lebih berhati-hati....    

  Bagaimanapun dia adalah laki-laki. Entah bagaimana tiba-tiba saja aku bisa membayangkan wajah masam ayahku andai ayah tahu aku begitu dekat dengan laki-laki seperti ini.    

  "Thank you." ujarku sambil mengembalikan handuknya.     

  Astro menerimanya dan menaruh handuknya di meja lalu menepuk karpet di sisinya untuk memintaku duduk di sana. "Sini, liat tampilan website kamu yang baru."    

  Sepertinya aku harus mengambil jarak. Aku memutuskan duduk di sofa saja. Lagi pula jarak dari sofa ke laptop tak terlalu jauh, aku masih bisa melihat laptopnya dengan jelas.    

  "Gimana?" aku bertanya untuk mengalihkan pikiranku. Memikirkan aromanya membuat kepalaku berdenyut.    

  Astro menatapku dengan alis yang mengernyit mengganggu, tapi aku mengabaikannya. Aku memfokuskan diriku ke laptop di depannya, yang sudah menampilkan tampilan sebuah website.    

  Tampilan layar belakangnya adalah perpaduan antara ungu lembut dan hijau. Dengan ilustrasi sebuah buket bunga lavender di tengahnya. Ikon menu, font dan tata letak hurufnya sama sekali berbeda dengan websiteku yang sudah ada, dengan tambahan menu berbahasa Inggris bagi orang luar negeri yang tertarik ingin memesan.    

  Aku sama sekali tak tahu bagaimana Astro membuatnya, tapi tampilan website itu terlihat cantik sekali. Aku sangat menyukainya.    

  "Kamu bikin desainnya sendiri?" aku bertanya. Aku memang tak bisa membuat sebuah website, tapi aku bisa menebak desain website seperti ini tak akan ada di template website manapun.    

  Astro menggumam mengiyakan, "Kamu suka?"    

  "Aku suka. Ini bagus banget!"    

  "Iya dong. Kan aku yang bikin." ujar Astro yang sedang membanggakan dirinya sendiri. "Gimana kalau aku minta ganti pembayaran?"    

  "Maksud kamu?"    

  "Dari pada kamu bikinin aku sarapan dua bulan, gimana kalau kamu nemenin aku ke resort minggu depan?"    

  "Buat apa aku nemenin kamu ke resort?" aku bertanya karena aku mulai mengingat kunjungan kami terakhir kali saat aku merasa kami sedang berkencan. Perasaan ini membuatku sedikit gugup.    

  "Kamu ga mau?"    

  "Maksudku ... kamu ke resort pasti punya urusan. Urusan kamu kan aku ga ngerti. Kita ke sana bukan buat dinner lagi, kan?" ujarku yang sedang mencoba mencari alasan untuk menghindar.    

  "Aku mau minta tolong sama kamu buat ngasih saran desain resort yang baru. Aku baru aja mikir mau ganti suasana."    

  "Kamu kan bisa sewa arsitek profesional buat itu."    

  "Iya aku bisa, tapi aku mau bikin jadi sesuai selera kamu."    

  Aku berpikir lama sekali sebelum bicara karena aku sama sekali tak mengerti, "Kenapa harus sesuai seleraku?"    

  "Kamu punya selera yang bagus. Aku suka sama selera kamu."    

  Astro membuatku tak bisa membalas kalimatnya. Selera manusia adalah sebuah kecenderungan. Aku tak bisa menyalahkannya atau memaksanya menyukai selera yang bukan kecenderungannya.    

  "Bukannya kamu masih ada persiapan lomba robotik?" aku bertanya untuk mencoba peruntunganku, mungkin dia akan berubah pikiran.    

  "Aku bisa ijin sehari."    

  Bodohnya aku. Hal itu sangat mungkin terjadi. Dengan kalimat persuasifnya yang biasa, kurasa pembimbingnya akan memberikan izin kalaupun dia meminta tak akan menghadiri pertemuan selama seminggu.    

  Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kurasa aku akan menyerah kali ini. Menang dari Astro adalah hal yang langka.    

  "Sehari aja kan?"    

  "Aku bisa nambah jadi dua hari kalau kamu mau." ujarnya sambil memberiku senyum menggodanya yang biasa.    

  Aah laki-laki ini benar-benar menyebalkan....    

  ***    

  Aku membuka mataku pagi itu dengan perasaan yang aneh. Saat aku menyadari diriku akan terbangun beberapa waktu lalu, aku merasa sedang menghirup aroma sampo Astro selama beberapa saat. Aroma segar green tea, yang entah kenapa, aku menyukai aroma itu.    

  Astaga ... apa yang baru saja kupikirkan?    

  Aku memeluk bantal untuk menutupi wajahku dan berharap aroma itu pergi, tapi memaksa diriku bangkit sedetik kemudian. Terbaring di tempat tidur sepertinya membuatku memikirkan hal-hal yang aneh. Kurasa aku harus berusaha mencari kegiatan apapun yang bisa kulakukan untuk mengalihkan pikiran.    

  Aku mengedarkan pandanganku dan mulai mengelap deretan foto di dinding di atas tempat tidurku. Berbagai foto tertempel di sana. Fotoku bersama ayah, bunda, Fara, dan Danar bertahun yang lalu di depan rumah kami di Bogor. Juga ada fotoku bersama Mayang dan Denada. Yang paling banyak tertempel di sana adalah foto pemandangan dan sembarang objek yang terlihat artistik yang diambil Astro dengan kamera DSLR-nya selama perjalanan kami saat liburan tiba.    

  Entah kenapa foto itu mengingatkanku pada aroma green tea yang menempel di hidungku pagi ini. Kurasa aku benar-benar harus melakukan aktivitas lain.    

  Aku menghela napas dan duduk di depan meja komputerku. Aku mengecek handphone dan mendapat pesan masuk dari grup dekorasi kelas yang terbentuk beberapa waktu lalu.    

  Reno : Ini grup dibubarin aja kalau emang ga aktif    

  Siska : Jangan dong. Bikin seru-seruan apa gitu    

  Tasya : Mau jalan? Kita belum rayain kemenangan kita dengan semestinya kan? Karaoke yang waktu itu kan batal    

  Reno : Mau ke mana?    

  Zen : Ke Dino Park yang baru buka mau ga?    

  Toro : Sorry, hari ini ga bisa ikut. Lagi nemenin bapak mancing    

  Fani : Aku ikut dong    

  Zen : Kirim alamat kalian. Nanti aku jemput dari yang paling deket sama aku    

  Fani : Jemput pakai apa Zen?    

  Reno : Kalian ga tau Zen punya mobil?    

  Zen : Aku tungguin nih alamatnya. Biar cepet jalan    

  Aku : Aku ikut deh    

  Tasya : Beneran, Za?    

  Aku : Iya    

  Aku meletakkan handphoneku setelah memberikan alamat pada Zen dan segera mempersiapkan diri. Aku mengepak ransel berisi topi, pakaian ganti, satu scarf panjang, beberapa camilan dan sebotol air minum.    

  Sepertinya aku perlu suasana baru untuk mengalihkan pikiranku. Mengingat-ingat aroma sampo Astro membuat kepalaku berdenyut mengganggu. Walau aku akan tetap mengakui aku menyukai aroma itu.    

  =======    

  Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..    

  Kalian bisa add akun FB ku : iamno    

  Atau follow akun IG @nouveliezte    

  Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..    

  Btw, kalian bisa panggil aku -nou-


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.