Ruang baca
Ruang baca
Aku sedang membuat desain rantai dengan teknik memutar dan melilit untuk kupakai sebagai kalung. Aku mencoba meniru teknik yang sama dengan teknik yang dipakai Astro di cincin buatannya agar terlihat serasi jika aku menaruh cincin itu di kalung nantinya. Aku tak ingin cincin itu hilang lagi dan membuatnya marah karenanya.
Selama tanganku berkutat dengan kawat, aku mengingat kejadian semalam. Aku benar-benar bodoh sekali jika tak memahami apa yang terjadi.
Entah karena hormonku sebagai remaja yang masih sering membuat suasana hatiku berubah-ubah atau apakah ada hubungannya karena aku adalah perempuan, tapi mengelus kepala Astro akan tetap terlihat seperti aku menyukainya. Kalimatku setelahnya saat meminta Astro memberitahu sampo yang dia pakai bukankah terdengar seperti aku sedang mengikuti seleranya?
Bagaimana pun, kurasa kedua hal itu memang benar. Aku menyukainya dan aku sedang mengikuti seleranya, tapi entah bagaimana tetap terasa seperti aku sedang melakukan kesalahan.
Yang mengherankan, kenapa dia diam saja saat aku mengelus kepalanya yang sesaat kemudian bilang dia suka, tapi aku tak boleh melakukannya? Seharusnya dia menolak jika memang dia merasa aku tak boleh melakukannya dan bukannya justru tertawa.
Kurasa kepalaku sekarang dipenuhi pertanyaan tak masuk akal yang kuciptakan sendiri. Mungkin besok aku harus meminta maaf karena sudah bersikap berlebihan.
Bu Asih menepuk lenganku perlahan tepat saat kalungku selesai, "Mbak Faza, ditunggu opa di ruang baca."
"Iya, sebentar lagi Faza ke sana."
Aku memasang cincin buatan Astro di kalungku dan memakainya sebelum beranjak bangkit. Lalu menyembunyikannya dibalik pakaianku agar tak terlihat oleh siapapun.
Aku jarang sekali ke ruang baca. Terlebih karena ruang baca itu milik opa. Walaupun aku suka membaca, biasanya aku akan meminta izin pada opa untuk mengambil beberapa buku yang kubutuhkan dan mempelajarinya di kamarku.
Aku mengetuk pintu ruang baca beberapa kali sebelum membukanya. Opa sedang duduk di kursi bacanya yang biasa, dengan raut wajah tenang khas orang tua.
"Opa cari Faza?" aku bertanya.
Opa mengangguk perlahan dan menunjuk kursi di hadapannya. Aku menuruti isyarat opa untuk duduk di sana dan menunggu opa memulai pembicaraan kami.
"Mafaza sudah berbaikan sama Astro?"
Semalam saat Astro dan ayahnya pamit pulang, suasana hatinya terlihat jauh lebih baik. Bukankah itu berarti aku dan Astro baik-baik saja?
"Udah, Opa."
"Bagus." ujar opa sambil meletakkan buku yang dibacanya ke atas meja. "Mafaza ..."
"Ya, Opa?"
"Mafaza tahu kan Mafaza harus menjaga diri dengan baik?"
Seketika semua kelebatan kejadian kemarin muncul di depan mataku, "Faza tau, Opa."
"Kalian masih muda, Opa mengerti kalian masih sama-sama egois. Nanti kalau usia kalian lebih matang, kalian akan lebih bisa mengendalikan diri kalian."
Aku menganggukkan kepalaku dalam diam dan menunggu kalimat opa yang selanjutnya.
"Opa memperbolehkan Mafaza main sama siapa saja. Tapi kalau Mafaza punya teman laki-laki yang dekat dengan Mafaza, Mafaza bisa kenalin ke Opa. Opa senang kalau Mafaza punya banyak teman."
"Iya, Opa."
"Ada yang mau Mafaza tanya?"
Aku baru saja akan bertanya tentang kakek Arya, tapi kurasa aku membatalkannya. Maka aku menggelengkan kepalaku.
"Kalau begitu kita sarapan ya. Setelah itu Mafaza ikut Opa ke toko." ujar Opa untuk mengakhiri pembicaraan kami.
***
Astro menyodorkan sebuah paper bag padaku sesaat sebelum kami berangkat ke sekolah. Aku membukanya, ada sebotol sampo dan sebotol kondisioner dengan tulisan Green Tea Hair Purifying yang masih baru. Entah kenapa, melihat kedua benda itu membuatku merasa canggung.
"Buat kamu." ujar Astro dengan tatapan matanya yang biasa, seperti tak terjadi apa-apa.
"Mm ... thank you. Aku taruh dulu ya." ujarku sambil bergegas kembali ke kamarku, lalu kembali menemui Astro dan kami berangkat bersama.
Selama perjalanan kami lalui dalam diam. Baik aku maupun Astro tak ada yang membuka suara untuk membahas apapun. Situasi ini terasa canggung untukku, tapi karena aku pun tak bisa menemukan alasan untuk mulai bicara, maka aku memilih diam saja. Saat kami sampai di sekolah, kami langsung memarkir sepeda kami lalu dan pakaian.
"Mau sarapan di mana?" Astro bertanya saat aku melirik jam di lenganku, pukul 06.45.
"Terserah kamu."
"Di lorong kelasku, mau? Biasanya anak-anak belum pada dateng jam segini."
Aku menyanggupinya. Kami naik ke lantai tiga dan berjalan lurus ke ujung lorong di depan kelasnya. Kami duduk di lantai dan memakan sarapan kami dalam diam.
Aku membantu Astro membereskan kotak makanan kami saat kami selesai, lalu melirik jam di lenganku, pukul 07.12. Masih sepi di sini dan terlihat hanya ada beberapa orang di halaman di bawah sana.
"Aku ..." entah bagaimana, kami mengatakannya bersamaan dan membuatku merasa canggung.
"Kamu duluan." ujarnya.
"Mm ... aku ... minta maaf kalau kemarin sikapku kelewatan." ujarku. Aku mengatakannya dengan tulus sambil menatapnya yang kembali menatap mataku.
"Aku juga minta maaf kemarin aku ga sopan sama kamu."
Kurasa aku mengerti apa yang dia maksud. Aku juga ingin meminta maaf karena membelai rambutnya sembarangan, tapi akan terasa memalukan jika aku membahasnya kembali.
"Boleh aku minta sesuatu?"
Aku tidak menjawabnya. Kurasa aku akan menunggunya mengatakan permintaannya lebih dulu.
"Tolong jangan dandan terlalu cantik. Aku repot kalau banyak yang suka sama kamu."
Astaga ... permintaan macam apa itu? Aku jarang sekali berdandan. Dandanan harianku hanyalah mengoles CC cream dan menggunakan seoles lipbalm.
Kecuali hari sabtu kemarin. Aku memang memakai sedikit liptint hanya untuk mendapatkan perasaan yang berbeda saat menghabiskan waktu bersama teman-temanku. Bagaimana pula aku harus menjawab permintaannya?
"Aku udah minta ijin sama pembimbing ga ikut pertemuan hari minggu. Kita ke resort ya. Kamu udah janji mau bantu aku."
"Okay." ujarku karena lega Astro mengalihkan pembicaraan kami.
Tak lama setelah hening diantara kami, ada beberapa murid perempuan melirik dan berbisik-bisik sebelum memasuki kelas. Aku memutuskan akan mengabaikannya dan beranjak ke kelasku. Aku harus bersiap untuk upacara bendera hari ini.
=======
Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Btw, kalian bisa panggil aku -nou-