Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

OSIS



OSIS

0  "Do you really think I will allow you to do so (Kamu pikir aku bakal ngijinin kamu)? Sampai detik ini aku masih jadi ketua OSIS ya. Aku ga mau ngorbanin piala bertahan robotik kita gara-gara kamu ga fokus." ujar Kak Sendy.    

  Astro tersenyum lebar sekali, yang justru membuatku berpikir dia memang sedang bercanda.    

  "Udah coba pasang poster di mading kalau kita mau buka klub lukis?" aku bertanya.    

  "Ga bisa, Za. Kecuali kalau klubnya udah dapet ijin dari pak Sugeng." murid laki-laki yang tadi menyapa Astro dan membahas klub basket lah yang menjawabku.    

  "Kalau bikin selebaran aja, dibagiin ke murid?" aku bertanya lagi.    

  "Itu juga ga boleh. Sekolah kita punya kebijakan ramah lingkungan. Bikin selebaran bakal buang banyak sumber daya, biasanya anak-anak cuma liat sebentar trus dibuang gitu aja. Fungsi mading sebenernya buat bikin kita jadi ga buang-buang sumber daya gitu." ujar kak Sendy.    

  "Aku coba tanya anak-anak kelasku dulu ya. Mungkin ada yang mau ikut." ujar Zen.    

  "Okay. Nanti kalau ada yang punya temen atau cara apapun buat kita bisa nambahin member, kabarin aku." ujar Kak Sendy sambil menatapku dan Zen bergantian.    

  "Okay, Kak." ujar Zen.    

  "Kalian aku daftarin jadi kandidat pengurus OSIS selanjutnya ya? Pengurus yang lama udah harus fokus buat ujian. Waktunya kalian ambil alih." ujar kak Sendy tiba-tiba.    

  "Kapan pemilihan pengurus barunya, Kak?" Zen bertanya.    

  "Dua minggu lagi kayaknya. Nanti aku pastiin ke pembimbing dulu. Kamu mau daftar?"    

  "Boleh, Kak."    

  "Faza juga ya?"    

  "Mm ... aku kayaknya ga bisa. Banyak kegiatan di luar. Kayaknya ga akan sempet ngurusin OSIS." ujarku.    

  "Kayak Astro aja kamu kalau diajakin kegiatan sekolah susah banget. Bilang ga sempet terus." ujar kak Sendy sambil melirik ke arah Astro.    

  Aku hanya memberinya senyumku yang paling biasa. Aku tak bisa menemukan kalimat yang tepat untuk membalas kalimatnya.    

  "Bener tuh. Such a wasting talent (Sia-sia banget bakatnya). Padahal kamu bisa jadi kapten berikutnya kalau kamu lanjut jadi member klub basket." ujar murid laki-laki yang menyapa Astro tadi sambil melirik Astro dari sudut matanya.    

  "Sorry, ada yang lain yang lebih penting yang harus dikerjain." ujar Astro.    

  "Kan . . sama persis ngomongnya sama Faza. Beda bahasa doang. Oh ya, aku Novan, kapten tim basket sekolah kita. Kita belum kenalan." ujar murid laki-laki yang menyapa Astro sambil mengulurkan tangan padaku, tepat saat bel masuk kami berbunyi.    

  "Udah bel. Kita balik dulu ya." ujar Astro sambil menggeser arah kursiku, membuatku tak bisa menyambut uluran tangan kak Novan.    

  "Mm ... duluan ya, Kak." ujarku sambil menundukkan bahuku ke arah kak Sendy dan kak Novan.    

  Aku sempat mendengar mereka membuat lelucon tentang Astro yang tak ingin aku disentuh orang lain saat kami berjalan menjauh. Aku juga sempat melihat tatapan Zen yang mengikuti langkah kami di belakang.    

  Kami bertiga menyusuri koridor lantai empat dan menuruni tangga dalam diam saat kembali ke kelas kami. Kami baru saja sampai di tangga terakhir saat Astro membuka suara.    

  "Nanti pulangnya hati-hati. Bareng Siska kan?"    

  Aku hanya mengangguk dan dia langsung memisahkan diri menuju kelasnya.    

  "Jadi urusan kamu sebelum naik tadi tuh minta ditemenin Astro?" Zen bertanya, yang entah kenapa sepertinya dia tersinggung.    

  "Ga kok. Aku ketemu Astro waktu mau naik, dia yang nawarin mau nemenin."    

  "Maksud kamu dia biasa muncul di mana-mana kalau ada kamu gitu?" ujar Zen yang sedikit mendengus saat mengatakannya.    

  "Astro emang gitu dari dulu. Tiba-tiba ada." ujarku untuk membenarkan kalimatnya.     

  Zen terlihat tak percaya saat aku mengucapkannya, "Kalian kenal dari kapan?"    

  "Pas kita kelas lima."    

  Zen menatapku dengan tatapan yang tidak kumengerti saat kami sampai di pintu kelas kami. Kami mendapati guru kami sudah bersiap untuk memberikan materi, maka kami tak membahas apapun lagi.    

  ***    

  Beberapa hari setelahnya tak ada sesuatu yang aneh terjadi. Aku meminta Astro untuk menjemputku lebih pagi dan memakan sarapan kami di koridor depan kelasku. Aku ingin memastikan apakah akan ada kejadian kedua dari kotak berisi cacing fosfor, tapi tak ada kejadian apapun lagi.    

  Hal itu membuatku memiliki kesimpulan, sepertinya yang meletakkan cacing datang ke sekolah pagi-pagi. Kebetulan hari itu aku sedang berada di depan kelas Astro dan aku sedang tak memperhatikan gerak siapapun di kelasku walau sepertinya akan terlihat dari sana. Tasya pun sepertinya menjaga hal itu menjadi rahasia kecil kami. Hingga membuatku tak terlalu khawatir.    

  Yang membuatku masih penasaran adalah siapa yang menaruh dan dengan motif apa. Dengan banyaknya kejadian yang terjadi di sekitarku beberapa waktu belakangan ini, sepertinya siapa saja bisa membuat rencana iseng seperti itu.    

  "Duh panas banget! Pak Dan pakai milih olahraga outdoor lagi." ujar Donna yang duduk di sebelahku, sedang mengeluhkan kebijakan guru kami yang mengajak berlari jarak jauh dengan berkeliling keluar gedung sekolah.    

  Aku tak merasa keberatan dengan hal itu, justru merasa terhibur karena bisa melihat situasi lingkungan sekolah kami. Beberapa saat lalu aku sempat bertemu anak-anak kecil yang bermain di sekitar rumah mereka, juga menyapa orang tua yang sudah berumur disela pekerjaan rumah. Bahkan aku sempat memergoki Reno dan beberapa teman sekelas kami sengaja berlari dengan lambat agar bisa membeli beberapa camilan yang tak dijual di kantin sekolah kami.    

  Kami sedang mengistirahatkan kaki kami di bawah pohon rindang di sekitar halaman. Sejuk sekali di sini, dengan angin semilir yang datang beberapa saat sekali.    

  "Ayoo semangat dong! Abis rekreasi kok lemes?" ujar pak Dan yang menyebut berlari keliling sebagai salah satu bentuk rekreasi. "Bangun kalian anak muda!! Ayo ke lapangan olahraga. Kita ada penilaian senam lantai."    

  Beberapa dari kami secara terbuka memberikan protes pada pak Dan karena memberi jadwal penilaian mendadak. Sepertinya dibandingkan dengan guru yang lain, guru yang paling dekat dengan murid adalah guru olahraga kami. Terasa sedang berinteraksi dengan teman sendiri, walau tentu saja kami tetap menghormatinya sebagai seorang guru.    

  Kami semua beranjak dari tempat kami beristirahat, lalu bersama-sama menuju lapangan olahraga kami di gedung olahraga yang terpisah. Kami harus melewati mading untuk sampai ke sana. Di depan mading itu aku mendapati Angel dan Astro sedang memasang sesuatu.    

  "Astro bagus deh bikin desain posternya, pasti banyak yang dateng nonton kita pas lomba. Nanti aku minta daddy buat dateng liat penampilan robot kita. Sekalian aku kenalin daddy ke kamu."    

  Aku mendengar dengan jelas saat Angel mengatakannya. Bahkan kurasa aku sempat melihatnya menatapku, dengan pijar api yang mulai berkobar dan mungkin akan sanggup membakar apapun.    

  =======    

  Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..    

  Kalian bisa add akun FB ku : iamno    

  Atau follow akun IG @nouveliezte    

  Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..    

  Btw, kalian bisa panggil aku -nou-


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.