Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Sentuh



Sentuh

2  Napasnya yang hangat di wajahku membuat jantungku berdetak kencang. Aku bahkan merasa khawatir aku tak akan rela dia melepasku jika dia memelukku seperti ini, terasa nyaman sekali.    

  "Boleh lepas sekarang?" aku bertanya.    

  Astro meraih wajahku dan memintaku menatapnya, "I love you, Faza. Tunggu aku sebentar."    

  Aku hanya mampu mengangguk dan tak mengatakan apapun. Bibirnya terasa dekat sekali, tapi dia tak bertindak lebih dari ini. Aku tahu dia mencoba mengendalikan dirinya dengan baik.    

  Astro perlahan menjauhkanku darinya dariku, terlihat menderita dengan helaan napas berat saat akan melepas tanganku juga. Lalu seketika dia terlihat frustasi, tapi aku justru menganggupnya imut sekali.    

  "Opa bakal bunuh aku kalau tau aku meluk kamu sebelum waktunya."    

  "Kamu baru mikir itu sekarang?"    

  Astro terlihat dilema. Dia mengacak rambutnya dan menghela napas dengan keras.    

  Aku tersenyum sambil mengambil kotak rotan berisi strawberry dan berjalan lebih dekat ke lereng, duduk di atas rumputnya yang hijau. Lalu memberi isyarat pada Astro untuk mengikutiku.    

  Dia mendekat dan duduk di sebelahku. Aku membuka kotak rotan dan menawarinya strawberry yang tadi kupetik di rumah Denada. Dia mengambilnya satu dan menggigitnya.    

  "Sorry, aku bercanda kelewatan kemarin." ujarku sambil menatap Astro yang masih terlihat berantakan. Aku mengangkat tanganku dan berniat akan merapikan rambutnya, tapi dia memberiku isyarat untuk berhenti.    

  "Ga ada lagi kontak fisik mulai sekarang, Faza. Aku bisa gila kalau kamu sering sentuh aku." ujarnya dengan kalimat yang begitu membuatku terharu.    

  Bukankah dia baru saja berkata dia tak akan melanggar janjinya pada opa? Janji apa yang dia buat bersama opa hingga menolak untuk sekadar kusentuh?    

  "Fine. Kalau gitu kamu rapiin rambut kamu sendiri." ujarku sambil mengambil satu strawberry dan menggigit sedikit ujungnya.    

  Astro terlihat kesal sekali sambil merapikan rambut menurut instingnya saja. Rambutnya sekarang masih sedikit berantakan, walau sudah jauh lebih baik.    

  "Aku tidur dulu sebentar. Aku ga bisa tidur tiga hari." ujarnya sambil merebahkan dirinya di tanah dan menutup wajah dengan lengannya. Tak lama, dia sudah tertidur dengan napas yang panjang dan dalam.    

  Aku beranjak menuju mobil dan mengambil selimut yang beberapa waktu lalu kami pilih bersama. Aku membiarkannya terlipat, mengangkat kepalanya perlahan dan menaruh selimut sebagai bantal untuknya. Aku menyentuh rambut di dahinya perlahan sambil terus berharap dia tetap tertidur atau dia akan mulai mengoceh tentang jangan menyentuhnya.    

  Aku kembali ke mobil untuk mengambil buku sketsa dan alat tulis. Aku akan membuat sketsanya yang sedang tertidur sambil menunggunya bangun. Aku ingat Astro pernah berkata dia tak keberatan menjadi model sketsaku.    

  Sebetulnya aku memiliki banyak pertanyaan, mungkin terlalu banyak. Namun aku memutuskan akan menunggunya yang memberitahu lebih dulu jika sudah tiba waktunya untukku mengetahuinya. Mungkin karena dia juga sedang mempersiapkan sesuatu, entah apa, maka dia menerima saja ideku saat aku berkata akan menunggunya siap. Sekarang aku akan percaya saja padanya, seperti ucapan opa.    

  Di lain sisi, aku lega karena dia tak memintaku menjadi kekasihnya. Bukannya aku tak menginginkannya, tapi aku akan membutuhkan waktuku untuk belajar mengelola bisnis. Aku akan membutuhkan banyak sekali waktu untuk itu.    

  Kami sudah bersama selama lima tahun dan semuanya berjalan baik-baik saja. Dia bahkan membantuku mengelola perasaan dan diriku kembali setelah keluargaku meninggal. Kejadian apa yang mungkin lebih buruk dari itu?    

  Lagi pula, kurasa jauh dalam diriku aku memang sudah terbiasa dengannya. Menjalin hubungan apapun dengannya sepertinya akan baik-baik saja.    

  Astro terbangun satu jam kemudian dan menoleh padaku yang masih memindahkan sosoknya di salah satu halaman buku. Dia menatapku lama sekali sebelum memanggil namaku.    

  Aku menatap manik matanya yang berwarna coklat gelap dalam diam. Dia tampan sekali.    

  "Kamu cantik." ujarnya singkat.    

  Kurasa aku tidak salah mendengar kali ini. Dia benar-benar mengatakannya. Menyadari hal itu membuatku merasa malu, tapi juga senang. Terasa seperti ada kupu-kupu terbang di perutku.    

  Astro bangkit dan duduk di hadapanku sambil bersila. Dia mengambil buku sketsaku dan meneliti sosok dirinya sendiri sambil tersenyum lebar sekali, "Apa aku bilang, aku cocok kan jadi model sketsa kamu?"    

  Aku tahu dia mulai bersikap menyebalkan, tapi aku tak akan mengeluhkannya sekarang. Lagi pula, dia memang selalu begitu.    

  "Aku bisa bikin sketsa kamu lagi kapan-kapan."    

  Astro mengangguk dan melirik jam di lengannya, "Kita ke rumahku ya. Aku laper banget."    

  Kurasa dia sudah mendapatkan kembali dirinya yang biasa. Wajahnya terlihat jauh lebih baik dibanding sebelum tertidur selama satu jam ini. Walau matanya masih terlihat sedikit lelah dan luka di tangannya masih belum sembuh.    

  Astro mengajakku kembali ke mobil sambil membawa selimut. Aku mengikuti langkahnya sambil menenteng kotak rotan yang berisi strawberry. Dia segera menyalakan mobilnya sesaat setelah kami nyaman dengan diri kami masing-masing dan aku tahu ini adalah rute kami pulang ke rumahnya.    

  Aku melirik jam di lenganku, 13.25. Etah kenapa hari ini terasa panjang sekali.    

  Kami sampai di rumahnya sekitar satu setengah jam kemudian. Aku mengikutinya masuk ke rumahnya. Aku meninggalkan semua barangku di mobil dan hanya membawa handphoneku.     

  Aah entah kenapa aku rindu sekali rumah ini....    

  "Den, mbak Faza mau minum apa? Biar saya siapin." ujar mbok Lela yang segera turun dari kursi yang menopangnya saat mengelap kitchen set.    

  "Ga usah, Mbok, kita bisa ambil sendiri." ujarku sambil mengamit dua gelas dan membuka kulkas.     

  Aku mengambil sebotol air dingin dan membawanya ke meja makan, lalu menuang air ke dua gelas. Aku menyodorkan satu ke sisi meja yang dekat dengan Astro yang masih berkutat di depan kulkas.    

  "Mau makan apa? Biar saya masakin dulu. Saya pikir Den Astro pulangnya malem, jadi saya belum masak." mbok Lela bertanya sambil mencuci tangannya di wastafel.    

  "Mbok istirahat aja, biar Astro masak sendiri." ujar Astro sambil mengangkut bahan-bahan hasil temuannya dari kulkas ke dekat wastafel.    

  "Kalau gitu saya beresin gudang dulu, Den. Kalau butuh apa aja bisa panggil saya ya." ujar mbok Lela yang segera berlalu. Sepertinya mbok Lela mengerti jika Astro sudah memutuskan sesuatu, dia tak akan bersusah payah untuk mendebatnya.    

  "Aku bikin capcay sama tempura udang ya. Ga ada bahan lain lagi di kulkas." ujar Astro sambil menoleh padaku dengan tangan terus berkutat untuk membersihkan udang.    

  "I'll help (Aku bantu)." ujarku yang segera beranjak dan menghampirinya.    

  Kurasa aku akan memastikan satu hal dulu. Aku menggeser tanganku untuk menyentuh tangannya, tapi Astro menarik tangannya menjauh dengan cepat dan memberiku tatapan tajam.    

  "Sorry, aku cuma mau mastiin." ujarku sambil menarik tanganku kembali. Kurasa aku tak bisa menyembunyikan senyum di bibirku. Aku tahu dia bersungguh-sungguh kali ini. Ekspresinya kesalnya lucu sekali.    

  =======    

  Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..    

  Kalian bisa add akun FB ku : iamno    

  Atau follow akun IG @nouveliezte    

  Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..    

  Btw, kalian bisa panggil aku -nou-


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.