ExtraPart [39]
ExtraPart [39]
Aku memeluk lengannya untuk mengajaknya masuk, "Nyonya Kyle ga boleh ngambek. Nanti aku laporin ke Ky ...."
Denada mencubit hidungku walau segera melepasnya. Dia terlihat sangat kesal walau sepertinya berusaha menahan diri dengan susah payah, "Bisa-bisanya bohong sama aku? Kenapa chat-ku ga dibales? Hamil juga ga cerita? Kamu gila ya ambil risiko ke Jerman lagi hamil gini?"
Aku melepas pelukanku dari lengannya untuk menutup pintu, "Aku ga mau ditinggal Astro."
Denada menatapku tak percaya, "Kalau Astro tau kamu hamil sebelum berangkat ke sini kan dia bisa aja nunda kuliah."
Aku tersenyum karena tahu hal itu mungkin saja terjadi. Aku hanya tak ingin membuat usaha Astro untuk melanjutkan pendidikan di sini menjadi sia-sia. Terlebih, aku merasa lebih aman saat tak ada yang memperhatikan gerak-gerikku di negara asal.
"Oma ... kenapa sih cucunya nyebelin banget?" Denada bertanya saat Oma datang menghampiri kami. Namun segera menyalami dan mencium tangan Oma.
Oma mengelus bahu Denada, "Udah ga usah dibahas. Yang penting Faza baik-baik aja. Makan yuk. Oma bikin fettucini carbonara sama salad. Ada ayam panggang juga."
Denada menatapku kesal, "Awas ya kalau lain kali bohong lagi."
"Ga mungkin aku bohong lagi. Kamu kan nempelin Kyle terus mulai sekarang."
"Ugh, aku masih kesel!"
Ibu tertawa sambil mengamit lengan Denada dan mendudukkannya di kursi makan, "Udah jangan marah-marah sama ibu hamil. Nanti kan Denada juga hamil. Makan aja yuk."
Denada menyalami dan mencium tangan Ibu walau masih menatapku kesal. Namun sepertinya dia akan berhenti mengomel karena tak ada yang berada di pihaknya untuk membantu mengomel padaku.
Aku meletakkan paper bag di atas meja makan dan duduk di sebelah Denada. Kemudian mengamit mangkuk dan mengisinya dengan fettucini dalam porsi besar, "Kamu ambil makan sendiri. Di sini kamu bukan tuan putri."
Denada mengepalkan tangan gemas, "Nyebelin!"
Aku tersenyum sambil menyuap fettucini ke mulut. Aku akan mengabaikan ocehannya karena dia tak memiliki pilihan lain selain pasrah pada keputusanku. Lagi pula Kyle adalah pengawal pribadiku yang juga pamanku. Aku akan meminta Kyle membuat Denada berhenti mengeluh tentang hal ini bagaimana pun caranya.
"Kamu harus cerita ke Mayang kalau kamu hamil." ujar Denada sambil mengambil mangkuk. "Kamu bisa dipecat jadi sahabatnya kalau dia tau kamu bohong lagi."
Aku menggumam mengiyakan sambil mengunyah. Aku memang sudah berniat akan memberi tahu Mayang tentang kehamilanku dan meminta maaf karena menyembunyikannya selama beberapa bulan. Kuharap Mayang mengerti dengan alasanku karena dia adalah sahabat yang sangat pengertian.
"Tante mau di sini sampai Faza lahiran?"
"Rencananya sih gitu. Sampai Faza biasa ngurus anak sendiri, tapi mau ngerayu om biar bisa nemenin sampai Faza sama Astro pulang." ujar Ibu sambil memotong ayam panggang.
"Oma juga mau di sini terus sampai Faza pulang?"
Oma mengangguk sambil tersenyum lembut, "Oma kan udah tua. Oma mau nemenin Faza sambil jaga cicit. Denada bisa nginep bareng Oma kalau mau. Masih ada kamar di apartemen depan."
Denada menggeleng, "Ga deh, Oma. Kyle kan banyak kerjaan juga. Aku mau nemenin."
"Dasar bucin." ujarku untuk menggodanya.
Denada menatapku sebal, "Kayak kamu ga aja?"
Aku tersenyum lebar, "Jagain bodyguard-ku baik-baik. Dia kalau kerja suka lupa waktu. Jangan making love ter ...."
Denada menutup bibirku dengan tangan dan menatapku tajam, "Diem, Faza!"
Aku tersenyum, "Gimana malam pertamanya? Sukses kan?"
Denada menarik tangan dan berdecak kesal, "Bener-bener ya? Ini bawaan hamil bikin kamu triple nyebelin. Jangan-jangan nanti anaknya nyebelin banget lebih dari Astro."
Aku dan Ibu tertawa bersamaan. Oma hanya menggeleng pelan sambil menyuap salad seolah kami hanyalah sekumpulan wanita muda yang sedang bergosip di pesta minum teh atau semacamnya. Namun aku bisa menangkap kebahagiaan di tatapan mata Oma.
Denada menatap kami bergantian dengan canggung, walau menyuap fettucini pada akhirnya. Aku cukup yakin dia akan bercerita pada Kyle jika pulang ke apartemennya nanti.
Aku tersenyum lebar sambil menaruh sepotong ayam panggang di mangkuknya, "Pengantin baru jangan ngomel terus. Aku ada hadiah buat kamu. Nanti aku ambil di kamar kalau udah selesai makan."
Denada mengangguk walau raut kesal di wajahnya masih tersisa, "Harusnya ga perlu repot-repot. Itu aku bawain jenang ketan. Kyle bilang kamu lagi doyan makan jenang ketan. Mama sama nanny Aster nitip cookies sama selai. Katanya kalau kurang nanti mau dikirimin lagi."
"Thank you."
Denada melirik ke arah perutku yang mulai terlihat sedikit bulat, "Kamu katanya ga mau hamil dulu malah kebobolan."
Aku menaikkan bahu sambil mengunyah dan baru bicara setelah menelan makanan, "Mau gimana lagi? Astro sama Oma udah pengen banget nimang bayi. Mungkin ini doa Astro sama Oma yang dikabulkan."
Denada menatapku sendu walau tak mengatakan apapun lagi. Dia justru sibuk dengan makanannya dan menambahkan porsi salad hingga dua kali.
"Kamu hati-hati kalau mulai makan banyak. Bisa jadi kamu lagi hamil." ujarku setelah menyelesaikan makananku dan mengamit paper bag untuk melihat apa isinya.
Denada menggeleng, "Ga mungkin. Aku udah siap-siap biar ga kebobolan. Ini aku makan banyak karena kangen masakan Oma."
"Denada boleh ke sini depan kapan aja. Mau makan apa nanti telpon Oma dulu." ujar Oma sambil menuang berbagai vitamin di mangkuk kecil dan menyodorkannya padaku.
"Pengen pecel sih, tapi ga mungkin kan, Oma?"
"Pulang aja sana minta Nanny yang bikinin kalau mau pecel. Ga hamil aja ngidamnya macem-macem. Aku yang hamil aja ga minta aneh-aneh." ujarku setelah menghabiskan vitamin.
Denada menatapku gemas sambil menghela napas pelan, "Sabar, Denada. Ga boleh ngomel-ngomel sama ibu hamil. Harus sabar."
Aku tertawa. Sepertinya aku harus sedikit menahan diri untuk membuatnya tak lagi merasa kesal padaku. Aku mengelus perutku perlahan, "Udah, Nak. Jangan iseng sama Tante nanti suaminya marah."
Ibu menggeleng pelan, "Padahal dulu waktu Ibu hamil Astro, Astro anteng loh. Cuma ngidam makanan aja. Ga iseng gitu."
"Mungkin dia ngikutin Faza, Bu. Faza baca di diary Bunda katanya waktu hamil Faza, Bunda pecicilan gitu." ujarku sambil tersenyum dan menyandarkan punggung pada punggung kursi. Namun terdiam saat melihat ekspresi Oma yang terlihat sedih walau samar. Andai Oma tahu Bunda masih hidup dan memperkenalkan diri padanya dengan nama Auriana Gayatri. Mungkin Oma tak akan sesedih ini.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senjarat -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.
SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta untuk kalian, readers!
-nouveliezte-