Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

ExtraPart [4]



ExtraPart [4]

0Keesokannya Astro mengajakku ke rumah Ayah. Oma langsung memasakkan semua makanan kesukaanku dan memperlakukanku seolah aku masih berusia sebelas tahun. Astro bahkan terlihat terganggu di beberapa kesempatan walau dia menyembunyikan ekspresi dengan sangat baik hingga Oma tidak merasa tersinggung.     

Kami berbincang tentang segala hal sepanjang hari. Termasuk membicarakan keadaan Nenek Agnes dengan suami barunya. Tentu saja dengan Astro yang terus menempel padaku seolah merasa cemburu pada Oma yang tak melepasku dari sisinya.     

Sebetulnya Oma berniat memberi tahu keluarga Zen tentang kepulangan kami, tapi aku melarangnya. Keluarga Zen meminta Oma memberi tahu jika aku pulang karena ingin berkunjung dan Oma hampir saja menelepon mereka. Namun aku memohon agar Oma tak perlu memberi tahu mereka dengan alasan masih merasa lelah.     

"Faza ga mau program hamil sekarang? Oma udah tambah tua." ujar Oma setelah kami makan malam bersama.     

Aku menoleh pada Astro dan berharap dia yang akan menjawab. Namun Astro masih berkutat dengan setup nanas dan terlihat sangat menikmati setiap tetesnya hingga aku menyentuh lengannya.     

"Astro ngikut maunya Faza aja. Nanti kalau Faza udah siap kita bisa langsung program punya anak." ujar Astro sambil mengecup dahiku.     

"Kalian udah cukup umur buat punya anak. Kenapa ga pertimbangin saran Oma? Kakek juga kayaknya udah pengen banget punya cicit." ujar Ayah sambil meletakkan cangkir di meja.     

"Nanti Astro rayu Faza lagi. Kalau dibahas sekarang nanti debatnya ga selesai-selesai."     

Alasan Astro akan terdengar biasa saja bagi yang lainnya karena kami memang terbiasa berdebat sejak pertama bertemu. Namun saat ini aku menyadari, sepertinya dia sengaja membiarkanku sangat menikmati percintaan dengannya bulan lalu hingga lupa mengingatkannya untuk memakai pengaman. Sialnya saat itu adalah masa suburku.     

"Jangan gitu. Kesepakatan awalnya kan baru hamil kalau udah selesai kuliah. Tepatin dong kesepakatannya." ujar Ibu yang baru saja duduk sambil meletakkan piring berisi potongan marble cake. Ibu mengelus bahu Oma perlahan, "Maaf ya, Oma. Bukannya Nia ga ngerti maksud Oma, tapi punya anak ga gampang kalau sambil kuliah. Lebih bagus selesaiin kuliah dulu baru mikir mau punya anak kapan. Nia ngerti Oma pengen punya cicit, tapi Faza juga punya hak buat nentuin kapan mau hamil."     

Oma terlihat sedih walau mengangguk pada akhirnya. Aku pun bukan tak mengerti kegelisahan Oma. Aku hanya ingin fokus dengan pendidikan sebelum memikirkan kehidupan baru yang lahir dari rahimku.     

Aku bahkan harus menyesuaikan diri dengan berbagai pekerjaan. Bertahun-tahun mengurusi segalanya dari jauh membuatku rindu ikut terlibat langsung di dalam setiap prosesnya dan sepertinya aku akan merayu Astro untuk menunda memiliki anak satu atau dua tahun setelah selesai dengan semua pendidikan kami.     

Entah apakah ini efek karena tinggal di luar negeri cukup lama hingga tak menganggap memiliki anak adalah sebuah kebutuhan mendesak. Namun aku memang sudah menyadari kehadiran seorang anak akan sangat mengubahku bahkan sebelum aku menikah. Aku masih belum berubah pikiran bahwa memiliki anak akan membuat segalanya berbeda untukku karena seorang anak akan sangat membutuhkan kehadiranku dan akan sangat menyita banyak waktu.     

Aku mengamit sepotong marble cake dari piring dan mengunyahnya tanpa minat. Pembahasan tentang memiliki anak ini sudah berkali-kali muncul. Seharusnya aku tak perlu terlalu terkejut atau berusaha menghindar jika pembahasan ini kembali muncul. Namun entah kenapa saat ini aku merasa tertekan. Mungkin akan lebih baik jika aku menghubungi Bunda dan bertanya apa yang harus kuputuskan. Namun aku baru bisa menghubunginya jika hanya sedang sendiri atau bersama Astro.     

Aku mendengarkan percakapan yang terjadi di meja makan tanpa ikut menanggapi apapun lagi. Astro yang menjawab segala hal yang berhubungan dengan kami. Entah berapa lama aku berkutat dengan pikiranku sendiri hingga Astro mengamit tanganku dan mengajakku beranjak menuju kamar di lantai dua.     

Handphone-ku yang tergeletak di meja kerja menyala saat kami memasuki kamar. Aku mengamitnya dan menemukan pesan dari Mayang di grup Lavender. Mayang mengabari bahwa dia sedang dalam perjalanan pulang.     

Astro duduk di kursi dan mengamit pinggulku sebelum memelukku erat. Dia melingkarkan kedua kaki di tubuhku hingga aku kesulitan membalas pesan.     

Aku hampir saja akan mendebatnya, tapi dia menatapku kecewa seolah aku baru saja bersikap tak semestinya. Aku menghela napas dan meletakkan handphone di meja, "Kamu udah tau aku kenapa tanpa harus aku kasih tau."     

"Aku tau."     

"Aku bukannya ga mau. Aku cuma ngerasa belum siap."     

"Setelah puluhan buku parenting yang kita baca?"     

Aku mengangguk pelan.     

"Mau nunggu berapa lama lagi sampai kamu siap?"     

Aku menaikkan bahu.     

"Kasih aku waktu yang pasti, Honey."     

"Dua tahun setelah kita selesai S3."     

Astro menatapku dengan alis mengernyit mengganggu, "Seriously?"     

"Aku pikir itu waktu yang paling pas. Kerjaanku ada banyak banget. Aku ngingetin kalau aja kamu lupa."     

Astro menggeleng gusar sambil membenamkan wajah di dadaku. Dia tak mengatakan apapun lagi setelahnya, tapi irama napasnya tak akan mampu membohongiku. Aku tahu dia keberatan dengan keputusanku.     

Aku mengelus rambutnya yang terurai halus di sela jariku, lalu mengecup puncak kepalanya. Aku tak berniat mengatakan apapun lagi dan kuharap dia mengerti aku tak akan berubah pikiran hanya karena dia merasa keberatan. Aku akan menerima jika dia menganggapku terlalu keras kepala karena memang betul.     

Pelukannya melonggar setelah setengah jam berlalu. Dia mengecup bibirku dan mulai mencumbuku perlahan. Aku mengikuti irama cumbuannya dengan sesekali menarik napas. Sepertinya akan membutuhkan waktu lama untuk membuatnya menerima keputusanku karena cumbuannya terasa sangat menuntut.     

"Aku ga akan berubah pikiran." ujarku setelah bibir kami menjauh.     

"We'll see (Kita liat nanti)."     

"Aku serius." ujarku karena menangkap tatapan tajam darinya dalam sedetik waktu yang terlewat.     

Astro mengeraskan rahang walau mengangguk singkat pada akhirnya. Entah apa maksudnya, tapi aku cukup yakin dia akan membuatku mengubah pikiran entah dengan cara apa.     

Aku melepas pelukannya dan menjauh menuju kamar mandi. Sepertinya guyuran air akan membantuku berpikir. Aku merasa tertekan hanya dengan menatap mata suamiku sendiri karena tahu dia sangat menginginkan hadirnya seorang anak sejak bertahun lalu.     

Aku mengunci pintu kamar mandi agar Astro tak ikut masuk dan mulai melepas pakaian. Aku menyalakan shower dan guyuran air hangat mulai membasuh kepalaku. Cermin setinggi dua meter memantulkan sosok tubuhku yang terlihat lebih gemuk.     

Aku memegang beberapa bagian tubuhku sendiri dan berpikir akan lebih baik jika berat badanku kembali ke 51 kilogram. Namun tanganku terhenti saat memegang payudara. Payudaraku saat ini bukan ukuran yang biasanya dan terasa sedikit keras.     

Aku sedang tidak merasakan hasratku naik hingga membuatku buah dadaku terasa keras, tapi aku menepis segala pikiran mengenai salah mengkonsumsi sesuatu. Segala hal yang kumakan beberapa hari ini adalah makanan yang sudah biasa kumakan. Lagi pula, tak mungkin ada makanan yang bisa membuat payudaraku terasa berbeda seperti ini dan aku pun tak memakai krim apapun untuk area itu.     

Tanganku turun untuk meraba perut sambil menatap pantulan diriku sendiri di cermin. Perutku masih terlihat di ukuran yang biasa dan terasa seperti biasanya walau keseluruhan tubuhku memang lebih gemuk.     

Nama anak yang diberikan oleh Astro tiba-tiba ternginang di telingaku. Tepat dengan cara Astro saat mengatakannya, juga nada suaranya. Tatapan matanya bahkan kuingat dengan jelas.     

Reagan Baratha Adiwiyata yang berarti pemimpin yang kuat, berani, dan besar. Aku mengetahui arti nama itu setelah tinggal di Kanada saat sedang berbincang mengenai anak dengan Astro.     

Entah kenapa aku tersenyum membayangkan ada tangan kecil yang meminta kugenggam. Namun aku akan memastikan aku mengandungnya di saat yang tepat. Aku akan mempersiapkan diri dengan baik sebelum waktunya tiba untukku mengandung seorang bayi. Atau mungkin bayi kembar.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.     

SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta untuk kalian, readers!     

-nouveliezte-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.