ExtraPart [7]
ExtraPart [7]
Mataku terpejam dan teringat yang terjadi hari ini. Setelah keheningan canggung setelah Viona memberi pendapat bahwa memiliki anak tak terasa seburuk perkiraannya, Denada mengalihkan pembicaraan dengan membahas tentang persiapan pernikahannya dengan Kyle. Mayang bahkan terlihat berusaha untuk mendekat pada Viona dan Hendry dengan membahas hal selain topik hamil dan memiliki anak.
Rasa terima kasihku sepertinya tak akan cukup untuk kuutarakan pada Denada dan Mayang karena sudah menyelamatkam situasi. Walau aku masih bersikap tak acuh pada Astro yang mengikuti pembicaraan seperti biasanya seolah tak ada yang terjadi di antara kami.
Aku berusaha meraih handphone dan earphone dari saku jaket tanpa membuka mata, lalu menautkan keduanya dan memasang earphone di telinga sebelum mengintip ke arah layar untuk menyalakan list musik. Aku tak ingin bicara pada Astro saat ini. Aku hanya ingin berkutat dengan diriku sendiri hingga suasana hatiku membaik.
Irama dan lirik yang mengalun memasuki telingaku membuatku memejamkan mata. Mungkin akan lebih baik jika aku tidur saja. Namun kesadaranku justru penuh walau mataku terpejam. Aku mampu mendengar suara lain di sekitarku walau samar. Termasuk suara Astro yang mengajakku bicara dan suara segala benda yang berpindah tempat.
Entah sampai di lagu yang keberapa saat seseorang membelai kepalaku. Dia melepas satu earphone dari telingaku hingga membuatku membuka mata. Aku baru saja akan memberinya tatapan sebal, tapi aku justru mendapati yang melepas earphone dari telingaku adalah Ibu.
Aku memaksa tubuhku duduk walau kepalaku masih terasa melayang dan mengarahkan tubuh menghadap padanya, "Ibu kok belum tidur?"
Ibu menggeleng pelan dan menepuk pahaku, "Ada yang mau diceritain ke Ibu?"
Aku terdiam. Ini bukanlah saat yang tepat untukku bercerita. Tidak di saat suasana hatiku terasa tidak baik-baik saja. Terlebih, aku sudah terbiasa tak menceritakan masalah apapun tentangku dan Astro pada siapapun. Bahkan pada Oma atau Bunda.
Aku selalu mengingat ucapan Astro untuk berusaha menyelesaikan masalah kami berdua tanpa bantuan siapapun. Saat ini walau merasa kesal, aku tetap memegang prinsip itu. Aku tahu aku akan mengajak Astro bicara cepat atau lambat, tapi bukan sekarang dan aku tak yakin bagaimana akan menanggapi pertanyaan Ibu saat ini.
"Astro lagi nemuin Kyle di bawah. Tadi Ibu nanya ke Astro kenapa Faza ga ikut turun. Astro bilang Faza kecapekan jadi biarin Faza tidur duluan. Ibu pikir beneran tidur, tapi ternyata cuma pura-pura." ujar Ibu dengan senyum lembut.
"Faza cuma pusing kok, tapi ga bisa tidur."
Ibu menghela napas pelan, "Ga pa-pa kalau ga mau cerita ke Ibu, tapi selesaiin masalah lebih cepet lebih baik. Jangan lama-lama mikir sendiri kayak gitu. Kalau Faza butuh temen curhat kan ada Ibu. Mungkin Ibu bisa bantu kasih solusi."
Aah ....
Aku menarik napas perlahan dan mengalihkan tatapan pada pintu yang tertutup sebelum kembali menatap Ibu, "Faza ga suka diburu-buru punya anak."
Ibu menatapku dalam diam. Sepertinya akan membiarkanku bercerita lebih banyak sebelum mengatakan sesuatu.
"Faza ngerti maksud Oma kenapa pengen punya cicit. Astro juga emang pengen punya anak dari bulan-bulan awal kita nikah, tapi ...."
"Astro pengen punya anak dari bulan-bulan awal kalian nikah?" Ibu bertanya dengan tatapan tak percaya.
"Dulu kita sempet debat Faza hamil atau ga karena Astro liat Faza muntah pagi-pagi. Ga lama sebelum Ibu dateng bawa susu kuda ke Surabaya."
Ibu terlihat terkejut sekali, "Oh, ya?"
Aku mengangguk, "Faza coba pakai testpack dan hasilnya negatif waktu itu, tapi Astro ngajak Faza ke dokter kandungan. Walau akhirnya emang dokter bilang ga hamil. Kita juga sempet ke dokter yang sama bulan berikutnya dan emang hasilnya ga ada."
Ibu terdiam dengan raut wajah serius.
"Rahasiain kalau Ibu tau soal ini ya. Harusnya Ibu ga boleh tau, tapi Faza bingung gimana jelasinnya kalau Astro emang pengen banget punya anak dari dulu. Sebelum nikah Astro emang pernah bilang mau nunggu Faza siap buat hamil karena ga mau bikin Faza repot, tapi ...."
Ibu mengelus bahuku, "Kalau gitu ga usah dipikirin soal punya anaknya. Nanti Ibu bantu kasih Oma sama Astro pengertian soal itu. Lagian kan emang perjanjiannya baru punya anak kalau kalian udah selesai kuliah atau kalau Faza siap. Faza mau Ibu temenin ke dokter besok? Kayaknya Faza gampang kecapekan belakangan ini."
"Ga usah, Bu. Ini karena Faza kegemukan aja kayaknya. Emang badan jadi berasa lebih berat dan gampang capek. Kita percepat program dietnya aja yuk. Tadi Denada ngasih kartu khusus buat reservasi di spa punya Denada. Kita bisa ambil paket terapi diet di sana." ujarku sambil berusaha tersenyum untuk mencairkan suasana.
"Faza yakin mau besok mulai dietnya? Ga nunggu nanti aja kita ke dokter dulu?"
"Yakin, Bu. Nanti kalau dietnya sukses, badan Faza kayak biasa lagi kok. Lagian belakangan ini Faza emang badmood karena bahas anak terus. Kita sekalian refreshing ya. Ibu ada tempat yang mau didatengin?"
Ibu tersenyum lembut, "Ibu ikut maunya Faza aja deh. Kan Faza yang udah lama ga pulang. Faza ada tempat yang mau didatengin?"
Aku terdiam lama. Aku ingin sekali mengunjungi Bunda, tapi tak mungkin mengajak Ibu untuk menemuinya di pesisir pantai Jogja di kediaman mendiang Nenek Zen.
"Nanti aja dipikirinnya kalau gitu. Faza mandi aja sana. Ini udah malem banget." ujar Ibu sambil bangkit dan berjalan menjauh.
Aku mengangguk walau belum berniat untuk beranjak dari tempat tidur. Aku mengikuti pergerakan Ibu keluar kamar dan kembali merebahkan tubuh setelah pintu tertutup. Aku merasa harus menenangkan diri sebentar lagi.
Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan, lalu memejamkan mata. Tanganku yang berada di atas perut bergerak mengatup dan membuka. Seperti sedang melakukan gerakan tepuk tangan dengan lambat dan tanpa suara.
Aku membuka kedua tangan.
Ada hal-hal yang tidak bisa aku dapatkan. Bukan karena aku tidak bisa mendapatkannya, tapi hal itu memang bukan seharusnya menjadi milikku dan aku harus mengendalikan diri dengan sabar.
Aku mengatupkan kedua tangan kembali.
Ada hal-hal yang memang akan menjadi milikku, walau aku tidak melakukan apapun. Bukan karena aku hebat, tapi karena aku diberi kepercayaan untuk menjaga hal-hal itu jauh lebih baik dibanding orang lain. Itu disebut tanggung jawab.
Setelah selesai mengucapkannya beberapa kali, kedua tanganku mengelus perut. Bukan aku tak ingin mengandung, tapi bukan sekarang. Entah bagaimana tiba-tiba saja teringat ucapan Astro di tebing setelah acara kelulusan SMA kami. Dia berkata menginginkan enam orang anak dan mengaku sengaja mengatakannya karena ingin aku mempersiapkan diri.
Aku hampir saja tersenyum tepat saat terdengar suara pintu terbuka dan tertutup. Kemudian suara langkah menghampiriku dan sebuah elusan lembut mendarat di ujung rambut di dahiku. Aku membuka mata dan menemukan Astro sedang duduk di tepi tempat tidur.
"Udah ngambeknya?"
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.
SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta untuk kalian, readers!
-nouveliezte-