ExtraPart [8]
ExtraPart [8]
Pertama kali aku menyadarinya adalah saat merasa defensif karena mengira dia akan mengubahku hingga menemukan jawaban dari kegelisahanku sendiri di rumah makan rawon di Surabaya. Yang kedua kalinya adalah saat aku pergi dengan berjalan kaki hingga menemukan rumah pohon sederhana hingga dia mencariku keliling Surabaya hingga larut malam. Kejadian selanjutnya juga masih terjadi saat kami tinggal di Kanada dan Jepang. Itu semua adalah kesalahpahaman dan yang kami butuhkan hanyalah bicara dan merasa saling memiliki. Mungkin kali ini pun sama.
Namun saat ini sakit di hatiku masih terasa. Aku masih merasa dikhianati dan sepertinya pria di hadapanku ini tak merasa sedang membuat kesalahan.
"Kyle nanyain kamu sebelum pergi. Besok dia ke sini lagi." ujarnya sambil terus mengelus ujung rambut di dahiku. "Tapi aku larang karena mau ngajak kamu ke resort."
Hatiku terasa semakin sakit. Bisa-bisanya yang terpikirkan olehnya adalah mengajakku ke resort? Aku tahu pasti apa yang akan dia lakukan di sana. Memang aku lah yang menyarankan untuk ke resort saja dibanding Lombok saat masih berada di salon dan spa milik Denada, tapi itu sebelum kami ke restoran Ayu Kemuning milik Viona.
Aku menggeleng singkat dan kembali memejamkan mata. Saat ini aku tak ingin melihat pria di hadapanku ini. Dia menyebalkan sekali.
"Kenapa? Kan kamu yang ngajak."
"Udah ga mood." ujarku tanpa membuka mata. "Ibu mau nemenin aku ikut terapi diet di spa Denada besok."
"Seriously?"
Aku terdiam dan elusan di ujung rambut di dahiku pun berhenti. Aku menghela napas panjang untuk berusaha melegakan dada, tapi rasa sakit di hatiku justru bertambah.
"Segitu marahnya sama aku?"
Aku menaikkan bahu tanpa mengatakan apapun.
"Kalau gitu aku minta maaf."
"Ga perlu minta maaf kalau kamu ga ngerasa bikin salah. Aku ga mau nerima permintaan maaf kalau cuma karena kamu mau menghindar dari masalah."
"Menghindar? Bukannya kamu yang justru menghindar?" Astro bertanya dengan nada tersinggung yang jelas sekali.
Aku membuka mata dan menatapnya tajam, "Iya aku menghindar dari semua bahasan tentang punya anak karena ga mau diburu-buru, tapi kamu menghindar dengan minta maaf buat sesuatu yang kamu sendiri ga ngerasa salah. Kita impas."
Astro menatapku dengan alis mengernyit mengganggu, "Apa salah kalau aku pengen punya anak?"
"Apa salah kalau aku pengen nunda? Ini badanku. Yang hamil dan ngelahirin anak kamu nanti aku! Yang ngurusin mereka juga nanti aku!" ujarku setengah berteriak.
"Aku pasti bantu! Kamu ga sendirian. Kamu tuh masih aja ngerasa harus ngerjain semuanya sendiri? Ga bisa percaya sama aku buat bantu?! Aku suami kamu, Faza!" ujarnya dengan nada suara yang tak kalah tinggi.
Aku terkejut hingga terdiam. Aku menutup wajah dengan kedua tangan dan menghela napas keras.
Kenapa harus aku yang mengalah di situasi ini? Tak bisakah dia mengerti?
Aku melepas tangan dari wajah dan beranjak turun dari tempat tidur. Namun saat akan melangkah, Astro mengamit lenganku dengan kuat hingga membuatku menoleh padanya.
"Mau kabur ke mana?"
Aku menatapnya tak percaya sambil menghentakkan lengan agar terlepas darinya, "Siapa yang kabur? Aku mau mandi. Badanku lengket dan aku butuh sendiri."
Astro mendengkus keras sambil mengikuti langkahku saat aku menjauh darinya, "Kamu lagi menghindar dari masalah, kamu tau?"
Aku melanjutkan langkah menuju kamar mandi dan baru saja akan menutup pintu, tapi Astro menahannya. Dia mengikutiku masuk dan melepas pakaian di depanku tanpa malu-malu dan menyalakan shower. Entah apa yang sedang sedang dia pikirkan, tapi dtatapan matanya membuatku takut dan waspada.
"Aku udah cukup sabar nunggu kamu bertahun-tahun." ujarnya sambil menyeka air yang mengenai rambutnya.
Aku menatapnya tak percaya dengan pakaian yang mulai basah, "Kan kamu yang awalnya bilang mau nunggu aku siap. Sekarang aku belum siap. Aku mau selesaiin kuliahku dulu dan ngurusin perusahaan ...."
Bibirku terkunci oleh cumbuannya, dengan tubuhnya memeluk tubuhku erat. Sangat erat hingga aku kesulitan melepaskan diri darinya walau meronta sekuat tenaga. Aku tahu tenaganya memang tak bisa diremehkan, tapi saat ini aku merasa tak berdaya walau sudah berusaha mengeluarkan semua tenaga yang kumiliki.
Tubuhku terpojok di antara dinding dan tubuhnya. Tangannya meraba tubuhku dan mulai berusaha melepas pakaianku. Aku berusaha menahan pergerakan tangannya hingga meneriakkan namanya berkali-kali untuk memintanya berhenti, tapi dia mengabaikanku. Biasanya aku akan luluh dengan sentuhannya. Namun kali ini aku merasa terhina.
Entah bagaimana tiba-tiba tanganku terasa panas setelah sebuah suara kencang menggema di kamar mandi. Aku menamparnya.
Aku terkejut karena baru menyadarinya. Tanganku berdenyut sakit. Namun hatiku terasa lebih sakit karena melihat tatapan tajam dan lapar dari pria yang berada di hadapanku. Pupil matanya bahkan bergetar karena amarah.
Aku mengumpulkan semua tenaga yang tersisa untuk mendorong tubuhnya menjauh dariku dan keluar kamar mandi dengan tubuh terbalut pakaian basah. Aku menyambar handphone yang masih tertaut dengan earphone di tempat tidur, dompet dan kunci mobil yang tergeletak di meja, lalu langsung berlari menuju pintu tanpa menoleh sedikit pun.
Aku sempat mendengar Astro memanggil namaku saat aku membuka pintu. Aku mengabaikan tatapan panik dari Ibu yang sedang duduk berdua dengan Ayah di sofa lantai dua dan berlari menuruni tangga.
Tanganku yang masih berdenyut terasa bergetar saat meraih kemudi mobil. Aku berusaha mengabaikan denyutannya sambil mengendarai mobil keluar dari area perumahan. Aku bahkan baru menyadari ada air hangat mengalir di antara mataku.
Hatiku sangat sakit dan entah kenapa perutku terasa tak nyaman. Biasanya di situasi ini perutku akan terasa mual atau berputar, tapi kali ini berbeda.
Ugh, aku merasa jijik pada diriku sendiri. Baru kali ini aku merasa seperti baru saja dip*rkosa oleh suamiku sendiri. Aku merasa sangat malu, kesal, marah, dan tak berdaya. Rasa sakit di perutku terasa semakin intens seiring dengan rasa sakit di hatiku yang perlahan berubah menjadi bibit benci. Kepalaku bahkan mulai terasa berdenyut mengganggu.
Isak tangis tiba-tiba saja keluar dari bibirku walau aku berusaha menahannya. Aku menghentikan mobil di tepi jalan saat merasa tak kuat untuk menahan getaran di tangan yang menyebar ke seluruh tubuh. Aku menaikkan kaki dan memeluk lutut dengan tangis yang semakin kencang. Aku bahkan tak mampu berpikir apapun selain hanya teringat dengan tatapan mata suamiku yang kutinggalkan sesaat lalu.
Padahal aku sudah berjanji pada Opa tak akan kabur dari suamiku lagi. Padahal aku tahu yang perlu kulakukan hanyalah berpikir kembali dan mencari solusi. Namun aku tak sanggup sekadar bergerak dari tempat ini.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSIF di website & aplikasi WEBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan TAMAT tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVEL secara gratis, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN karena seharusnya chapter itu BERKOIN dan nou SANGAT TIDAK IKHLAS kalian baca di sana.
SILAKAN KEMBALI ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi, dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta untuk kalian, readers!
-nouveliezte-